Kontroversi Kitab Fiqih Jilid Telu

Edisi: 19/45 / Tanggal : 2016-07-10 / Halaman : 52 / Rubrik : IMZ / Penulis : PITO AGUSTIN RUDIANA, Amandra Mustika M, Dian Yuliastuti


BEREDAR dari tangan ke tangan fotokopian Kitab Fiqih Jilid Telu dan muncul ulasannya di media sosial. Kitab ini disebutsebut sebagai kitab fikih yang ditulis sendiri oleh Kiai Ahmad Dahlan, pendiri Muhammadiyah.

Kitab dalam huruf Arab pegon berbahasa Jawa itu menarik perhatian lantaran menampilkan banyak kesamaan dengan ajaran Kiai Hasyim Asy’ari, salah satu pendiri Nahdlatul Ulama. Misalnya lafal niat salat (ushalli), membaca kunut ketika salat subuh, dan salat tarawih 20 rakaat ditambah 3 rakaat witir.

Sejumlah tokoh Muhammadiyah ragu terhadap keautentikan kitab tersebut. Sebagian yang lain meyakini keasliannya sebagai dokumen sah Muhammadiyah. Seperti apa lengkapnya isi kitab itu?

SUATU hari sekitar 1985, Ahmad Zuhdi Muhdlor mengikuti rapat redaksi majalah Bangkit, majalah bulanan yang diterbitkan Lajnah Ta’lif Wan-Nasyr Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama (PWNU) Daerah
Istimewa Yogyakarta. Saat itu Zuhdi, yang menjadi anggota staf redaksi majalah tersebut, terkejut mendengar cerita Aliy As’ad,
salah satu pengasuh majalah Bangkit.

Zuhdi ingat saat itu Aliy mengatakan dia menemukan sebuah dokumen yang berpotensi mempersatukan umat Islam dari kalangan
Muhammadiyah dan NU. Dokumen itu, fi kih Kiai Ahmad Dahlan, pendiri Muhammadiyah, mempunyai kesamaan dengan ajaran Kiai Hasyim Asy’ari, salah satu ikon pendiri NU. ”Ternyata Kiai Ahmad
Dahlan dan Kiai Hasyim Asy’ari tunggal guru tenan (benar-benar satu guru),” kata Aliy sebagaimana ditirukan Zuhdi saat ditemui Tempo di kantor PWNU Yogyakarta, 19 Juni lalu.

Aliy, pengasuh Pondok Pesantren Nailul Ula Ploso Kuning, Sleman, yang wafat pada 3 Februari 2016, mengaku menemukan dokumen
fi kih Muhammadiyah berupa buku berjudul Kitab Fiqih Jilid Telu itu di Perpustakaan Islam di Jalan Mangkubumi Nomor 38, Yogyakarta. Semula dia melihat ada tiga jilid kitab asli yang disusun berjejer di atas rak perpustakaan, yaitu jilid I, II, dan III.

Pada sampul kitab yang ditulis dengan huruf Arab pegon berbahasa Jawa itu tertulis bahwa kitab tersebut diterbitkan Taman Pustaka Muhammadiyah pada 1343 Hijriah atau 1924 Masehi, tanpa nama pengarang. Taman Pustaka merupakan bagian dari struktur organisasi Muhammadiyah yang kemudian melahirkan majalah Suara Muhammadiyah pada 1920. Saat itu Muhammadiyah, yang berdiri pada 1912, masih di bawah kepemimpinan KH Ahmad Dahlan.
Aliy kemudian meminjam kitab jilid III untuk difotokopi. ”Karena (jilid III) yang dianggap menjelaskan amaliah-amaliah Muhammadiyah,”
ujar Zuhdi, 56 tahun, kini Wakil Ketua Bidang Gerakan Muda NU
PWNU Yogyakarta.

Lantaran buku itu dinilai penting, beberapa hari kemudian Aliy kembali ke perpustakaan untuk meminjam jilid I dan II. Namun buku yang dimaksud sudah tidak ada, dipinjam orang. Bahkan jilid…

Keywords: -
Rp. 15.000

Artikel Majalah Text Lainnya

I
Iqbal, Sang ’Allama
2008-04-20

Tanggal 21 april 2008 menandai genap tujuh dekade wafatnya muhammad iqbal. selaku politikusnegara­wan, sumbangan terbesar…

I
Iqbal, Sang Politikus
2008-04-20

Sebuah pidato terlontar di depan anggota partai politik liga muslim pada 29 desember 1930 di…

K
Kerajaan Cinta dalam Senyap Mawar
2008-04-20

Tidak mudah menguraikan kekuatan puisi seorang penyair besar, kecuali melalui perbandingan sajak dengan penyair lain…