Merayakan Jazz Hingga Lereng Gunung

Edisi: 30/45 / Tanggal : 2016-09-25 / Halaman : 42 / Rubrik : IMZ / Penulis : Artika Rachmi Farmita, David Priyasidharta, Rofiqi Hasan


Dari atas pentas di pelataran amfiteater terbuka Jiwa Jawa Resort di kaki Gunung Ijen, suara angklung paglak mengalun lirih. Tempo alunan instrumen musik tradisional itu kemudian kian cepat dan mengentak, disusul lantunan rebana dan kendang Banyuwangi. Denting piano dan petikan bas masuk menimpali. Paduan musik tradisional yang dimainkan kelompok Pathok Laraswangi, Banyuwangi, dengan grup musik etnik bernuansa jazz dari Yogyakarta, Kua Etnika, itu membawakan tembang kuno suku Osing bertajuk Nggiring Angin.

Kolaborasi kedua kelompok musik itu menghangatkan perhelatan Ijen Summer Jazz 2016 di amfiteater Jiwa Jawa Resort Ijen, Kecamatan Licin, Banyuwangi, Jawa Timur, yang berhawa dingin, pada 10 September lalu. "Nggiring Angin merupakan tembang kuno asli suku Osing di Banyuwangi yang tak diketahui penciptanya. Kami dan Kua Etnika spontan membikin musiknya," kata Haidi Bing Slamet, pemimpin kelompok Pathok Laraswangi.

Ijen Summer Jazz merupakan satu di antara puluhan perhelatan musik jazz yang belakangan marak digelar di pelbagai daerah di Indonesia. Pergelaran ini terbagi dalam tiga sesi, yakni pada 30 Juli, 10 September, dan 22 Oktober 2016. Untuk sesi kedua ini, Ijen Summer Jazz menghadirkan dua bintang utama: kelompok Kua Etnika dan biduanita jazz kawakan Indonesia, Ermy Kullit. "Saya senang bisa tampil di Ijen Summer Jazz. Festival ini menunjukkan semakin banyaknya penggemar jazz di daerah," ujar Ermy, 61 tahun, seusai pentas.

Ijen Summer Jazz merupakan bagian dari rangkaian Jazz Gunung, sebuah pergelaran jazz yang memadukan musik, manusia, dan alam. Sebelumnya, Jazz Gunung menggelar Jazz Gunung Bromo di kawasan dataran tinggi Bromo, Jawa Timur, pada 19-20 Agustus lalu. Menurut penggagasnya, Sigit Pramono, Jazz Gunung sebagai salah satu upaya merayakan kesenian. "Jazz Gunung merupakan peristiwa seni dan budaya," kata Sigit, 56 tahun, bankir dan mantan eksekutif di sejumlah bank.

Perhelatan jazz itu tak hanya menyuguhkan pertunjukan musik jazz, tapi juga memperkenalkan keunikan lokasi pertunjukan. "Acara Ijen Summer Jazz ini juga ingin memperkenalkan kawasan Gunung Ijen dan Banyuwangi," tutur Sigit. "Kami memulai dengan Banyuwangi Beach Festival pada 2014."

Sigit menyatakan, lewat Ijen Summer Jazz, ia juga ingin menyuguhkan musik tanpa sekat. Dengan mempertemukan jazz dan musik suku Osing, Sigit ingin membuat sekat antara musik tradisional dan modern lebur. "Sehingga pergelaran Ijen Summer Jazz ini akan memberikan jazz dengan suasana dan rasa Indonesia," ujarnya. Ijen Summer Jazz, tutur Sigit, juga bagian dari Banyuwangi Festival, yakni rangkaian pertunjukan seni budaya untuk memperkenalkan budaya lokal di sana.

Format yang disuguhkan Jazz Gunung juga berbeda dengan festival jazz "formal" seperti Java Jazz yang digelar saban tahun di Jakarta. Selain digelar di alam terbuka di lereng Gunung Ijen, kapasitas tempat pertunjukannya tak begitu besar. Amfiteater Jiwa Jawa Resort Ijen, tempat digelarnya Ijen Summer Jazz, hanya berkapasitas sekitar 300 penonton. "Kami memang membuat format kecil, sehingga…

Keywords: -
Rp. 15.000

Artikel Majalah Text Lainnya

I
Iqbal, Sang ’Allama
2008-04-20

Tanggal 21 april 2008 menandai genap tujuh dekade wafatnya muhammad iqbal. selaku politikusnegara­wan, sumbangan terbesar…

I
Iqbal, Sang Politikus
2008-04-20

Sebuah pidato terlontar di depan anggota partai politik liga muslim pada 29 desember 1930 di…

K
Kerajaan Cinta dalam Senyap Mawar
2008-04-20

Tidak mudah menguraikan kekuatan puisi seorang penyair besar, kecuali melalui perbandingan sajak dengan penyair lain…