Dullah, Museum, Dan Murid-muridnya
Edisi: 32/45 / Tanggal : 2016-10-09 / Halaman : 52 / Rubrik : LAY / Penulis : Ahmad Rafiq , Rofiqi Hasan, Dian Yuliastuti
Suasana sepi langsung menyergap ketika Tempo memasuki Museum Dullah di Jalan Cipto Mangunkusumo 15, Solo, Jawa Tengah, Rabu siang pekan lalu. Tak ada satu pun pengunjung di dalam museum yang diresmikan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Fuad Hassan pada 1 Agustus 1988 itu. Hanya ada dua orang yang menemani Tempo, Sigit Suhendro, pengelola museum, dan Herri Soedjarwanto, bekas murid Dullah.
Memang, setelah Dullah meninggal pada 1996, masyarakat umum tak bisa menikmati karyanya. Museum hanya menerima kunjungan secara terbatas. "Kami hanya buka untuk tamu tertentu, misalnya mahasiswa seni yang melakukan penelitian," kata Sigit Suhendro. Pada 19 September lalu, museum ini menggelar acara tasyakuran ulang tahun Dullah ke-97. Ratusan tamu undangan memasuki museum untuk menikmati karya Dullah. Setelah itu, museum kembali sepi seperti sediakala.
Museum yang eksteriornya bernuansa etnik Bali itu dirancang sendiri oleh Dullah di tengah kesibukannya melukis di Sanggar Pejeng, Bali. Bagian interiornya dirancang agar bagian dalam museum tetap terang meski menggunakan sedikit lampu. Memanfaatkan banyak genting kaca dan langit-langit dari bahan semacam aklirik, cahaya matahari mampu menerobos masuk. "Sirkulasi udara juga dirancang cukup bagus," kata Suhendro.
Museum yang menempati lahan sekitar 2.000 meter persegi itu memiliki beberapa ruangan. Di sebuah ruangan, misalnya, ada sederet lukisan karya Affandi, Sudjojono, Sudibyo, dan Raden Saleh. Satu ruangan khusus juga disediakan untuk memajang karya murid-murid Dullah. Lukisan berjudul Musafir di Padang Pasir karya Raden Saleh diletakkan di tempat paling tinggi. Lukisan tersebut pernah dicuri pada 1991. Menyimpan cerita yang cukup panjang, Musafir di Padang Pasir sempat berkelana beberapa bulan saat museum pribadi itu dibobol pencuri pada 1991. Saat kejadian, Sigit Suhendro tengah menemani Dullah di Bali. Mereka mendapat kabar bahwa museum dibobol maling, yang masuk dengan mencongkel salah satu pintu.
Penyelidikan dilakukan langsung dari Kepolisian Daerah Jawa Tengah. Mereka menyebarkan mata-mata hingga ke jaringan pasar gelap benda seni. Beberapa bulan kemudian, ada kabar sekelompok orang yang menawarkan lukisan karya Raden Saleh. "Ternyata kasus ini melibatkan sebuah komplotan," ujar Suhendro. Operasi penjebakan akhirnya dilancarkan. Melalui koordinasi dengan polisi, Dullah memerintahkan orangnya mengaku sebagai kolektor lukisan dan bertransaksi dengan komplotan tersebut. Dullah membekali suruhannya itu dengan sebuah mobil mewah dan uang Rp 100 juta. "Kalau tidak salah menggunakan BMW," kata Suhendro. Orang suruhan itu lantas membuat janji dengan sindikat pencuri tersebut untuk bertemu di sebuah tempat di kompleks Candi Prambanan.
Menurut Suhendro, orang suruhan tersebut berangkat ke Prambanan sendirian. Namun pasukan polisi mengawalnya dari kejauhan. "Saat bertemu di Prambanan, ternyata lukisan itu memang milik museum yang dicuri," ujarnya. Sindikat tersebut berencana menjualnya seharga Rp 150 juta. Polisi langsung membekuk sindikat yang terdiri atas enam orang itu. Salah satunya ternyata pedagang barang antik yang tiga bulan sebelumnya sering mengunjungi museum Dullah.
l l l
Di ruang utama museum terdapat patung Dullah sedang duduk santai sembari menyilangkan kaki. Patung tersebut tepat berada di depan lukisan yang menggambarkan Serangan Umum 1 Maret. Selama ini Dullah memang dikenal sebagai pelukis revolusi karena banyak membuat lukisan perjuangan.
Lukisan berjudul Berjumpa di Kota itu dibuat menjelang pameran yang digelar di Gedung Agung Yogyakarta pada 1978. Pameran tersebut diselenggarakan untuk menandai pembukaan Gedung Agung untuk masyarakat umum. Lukisan itu menceritakan kembalinya para gerilyawan ke Kota Yogyakarta setelah melakukan Serangan Umum 1 Maret. Mereka meluapkan kegembiraan setelah serangannya menuai kemenangan gemilang.
Dalam prosesnya, Dullah mencoba merekonstruksi peristiwa tersebut. Dia mengajak murid-muridnya ke Yogyakarta sembari mengenakan pakaian yang biasa dikenakan oleh pejuang saat itu. Dia lantas melukis…
Keywords: -
Artikel Majalah Text Lainnya
Saat Perempuan Tak Berdaya
2007-12-16Tidak ada senyum, apalagi keceriaan. tidak ada pula musik yang terdengar di film ini. dari…
Perjamuan Da Vinci
2006-05-28Bermula dari novel, lalu bermetamorfosis ke dalam film. di kedua bentuk itu, the da vinci…
YANG KONTROVERSIAL
2006-05-28Dan brown mengemukakan teori bahwa yesus mempercayai maria magdalena sebagai pemangku ajaran kristiani yang utama,…