Ketua Komisi Pemilihan Umum Juri Ardiantoro: Penyelenggara Pemilu Harus Bebas Dari Intervensi
Edisi: 37/45 / Tanggal : 2016-11-13 / Halaman : 164 / Rubrik : WAW / Penulis : Sapto Yunus, Efri Ritonga, Hussein Abri Dongoran
Setelah terpilih sebagai Ketua Komisi Pemilihan Umum menggantikan Husni Kamil Manik (almarhum) pada Juli lalu, Juri Ardiantoro langsung tancap gas. Ia segera memimpin lembaga penyelenggara pemilu itu menyiapkan pemilihan kepala daerah serentak.
Di tengah persiapan itu, Juri dan komisioner KPU lainnya harus menghadapi polemik ketika menyusun Peraturan KPU Nomor 9 Tahun 2016 tentang Pencalonan Pilkada. Peraturan itu antara lain mengizinkan terpidana yang tak menjalani hukuman dalam penjara mendaftar sebagai calon kepala daerah. Juri mengatakan ketentuan ini sejatinya tak sejalan dengan sikap KPU. "Sikap kami tak berubah bahwa terpidana tak bisa ikut pemilu,á "ujarnya.
Tapi, kata Juri, KPU tetap memasukkannya ke Peraturan KPU karena lembaganya mengikuti keputusan konsultasi dengan pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat, yang bersifat mengikat. KPU menganggap makna konsultasi yang termaktub dalam Pasal 9 Undang-Undang Pilkada itu bermasalah sehingga lembaganya mengajukan judicial review ke Mahkamah Konstitusi, akhir September lalu.
Dalam wawancara dengan wartawan Tempo Sapto Yunus, Efri Ritonga, Hussein Abri Dongoran, Raymundus Rikang, dan fotografer Imam Sukamto di kantornya di Jalan Imam Bonjol, Jakarta Pusat, Selasa tiga pekan lalu, Juri memaparkan sejumlah hal yang sedang dikerjakan KPU, dari persiapan pilkada serentak hingga pembahasan Rancangan Undang-Undang Pemilu. Karena kesibukannya, ia mengaku kerap pulang larut malam. "Tapi saya tetap harus pulang ke rumah karena punya kewajiban mengantar anak sekolah," ujar pria kelahiran Brebes, Jawa Tengah, 43 tahun lalu ini.
Mengapa KPU mengajukan judicial review Pasal 9 huruf a Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pilkada ke Mahkamah Konstitusi?
KPU menganggap penyelenggara pemilu harus bebas dari intervensi pihak mana pun, baik DPR maupun pemerintah, yang membuat lembaga ini tak independen. Makna konsultasi dalam pasal itu bermasalah, apalagi ditambah terma "mengikat". Selain itu, DPR adalah pihak yang terlibat dalam pemilu karena mereka adalah representasi partai politik.
Sekuat apakah argumen KPU dalam judicial review itu?
Menurut kami kuat sehingga berani maju. Kami sertakan alat bukti bagaimana konsultasi itu mengganggu independensi.
Apa saja alat buktinya?
Risalah-risalah rapat dengar pendapat sampai konsultasi terakhir.
Ketentuan konsultasi KPU dengan DPR dan pemerintah itu dari mana idenya?
Saya enggak tahu. Tapi, konon, KPU dianggap sering membuat aturan yang bertentangan dengan undang-undang. Tapi perlu dicek juga peraturan mana yang bertentangan dan kepengurusan periode kapan. Sepanjang saya menjadi komisioner, KPU tak pernah membuat aturan yang menyimpang. Kami memang membuat peraturan yang melengkapi undang-undang serta menyinkronkan pasal demi pasal. Itu tugas kami sebagai penyelenggara pemilu.
Sebelum ada Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016, apakah ada ketentuan tentang konsultasi itu? Apa bedanya?
KPU memang diwajibkan…
Keywords: -
Artikel Majalah Text Lainnya
Kusmayanto Kadiman: Keputusan PLTN Harus Tahun Ini
2007-09-30Ada dua hal yang membuat menteri negara riset dan teknologi kusmayanto kadiman hari-hari ini bertambah…
Bebaskan Tata Niaga Mobil
1991-12-28Wawancara tempo dengan herman z. latief tentang kelesuan pasar mobil tahun 1991, prospek penjualan tahun…
Kunci Pokok: Konsep Pembinaan yang Jelas
1991-12-28Wawancara tempo dengan m.f. siregar tentang hasil evaluasi sea games manila, dana dan konsep pembinaan…