Perjalanan Perempuan Penuh Warna
Edisi: 41/45 / Tanggal : 2016-12-11 / Halaman : 60 / Rubrik : MEM / Penulis : Martha Warta Silaban, Dian Yuliastuti ,
SEMANGAT Toeti Heraty Noerhadi-Roosseno tak pernah pupus. Di usianya yang 83 tahun, ia seperti tak pernah lelah mengerjakan banyak hal. Ia masih memimpin bisnis keluarga, tiga-empat kali sepekan ia ngantor. Ia juga masih memberikan bimbingan disertasi filsafat di Universitas Indonesia.
Toeti pun masih giat berkesenian. Rabu dua pekan lalu, ia membacakan puisi "Nisan", yang bercerita tentang puluhan ribu nisan di Bosnia dan Herzegovina, yang dinobatkan UNESCO sebagai situs warisan dunia. Ia juga masih menyelenggarakan pelbagai pameran di Cemara 6 Galeri miliknya.
Perjalanan hidup nenek delapan cucu ini begitu penuh warna. Ia pernah kuliah di Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, tapi berhenti hingga tingkat sarjana muda karena lebih tertarik pada psikologi dan filsafat.
Aktivitasnya pun beragam dan lintas bidang. Ia pernah menjabat Ketua Jurusan Pascasarjana Filsafat Universitas Indonesia; Ketua Lingkar Seni Jakarta; Ketua Dewan Kesenian Jakarta; Rektor Institut Kesenian Jakarta dan Akademi Kesenian Jakarta; serta masih menjadi Direktur Utama Biro Oktroi Roossenoââ¬âperusahaan keluarga yang bergerak di bidang hak kekayaan intelektual.
FOTO hitam-putih Toeti Heraty ketika berusia 38 tahun terpajang di kartu undangan perayaan ulang tahunnya yang ke-83. Matanya mengerling dengan senyum yang menampakkan barisan giginya. Rambut dikonde rapi dan di bagian depannya diberi sedikit sasak. Giwang berukuran sedang menempel di kedua telinganya.
Potret itu dipotong dari gambar aslinya yang diambil pada 1971, ketika Toeti sedang bersama pelukis Sudjojono dan Salim di Jakarta. Tahun itu pula Toeti berangkat ke Leiden, Belanda, untuk melanjutkan studi master filsafat. Bidang ilmu tersebut menjadi kesukaan istri biolog Eddi Noerhadi ini setelah belajar kedokteran dan psikologi.
Toeti mengatakan, meski usianya sudah 83 tahun, semangatnya harus seperti saat berusia 38 tahun. "Teman saya satu-satu sudah meninggal," kata nenek delapan cucu ini ketika ditemui Tempo di rumahnya di Jalan H O.S. Cokroaminoto, Jakarta Pusat, Selasa pekan lalu. Wawancara khusus dilakukan dua kali. Sebelumnya, Tempo menemui Toeti saat pembukaan pameran Group Sembilan.
Di samping kesibukannya mengurus bisnis dan keluarga, Toeti menyempatkan diri menyambangi teman-temannya yang sudah sepuh. Antara lain, ketika ia mengumpulkan kembali anggota Group Sembilan dalam pameran di Cemara 6 Galeriââ¬âyang tembus ke rumah Toetiââ¬âSelasa dua pekan lalu. Acara ini diresmikan Menteri Luar Negeri Retno Marsudi.
* * *
SAYA lahir sebagai anak sulung dari enam anak pasangan Profesor Dr Ir R Roosseno, yang mengajar di Technische Hoogeschool (THS, sekarang Institut Teknologi Bandung), dan Ibu RA Oentari di Bandung pada 27 November 1933.…
Keywords: -
Artikel Majalah Text Lainnya
Kisah Seputar Petisi 50
1994-02-05Memoar ali sadikin. ia bercerita panjang mengenai petisi 50 dan sisi-sisi kehidupannya
KIAI HAJI ALAWY MUHAMMAD: TAK MUDAH MELUPAKAN KASUS NIPAH
1994-05-28Kh alawy muhammad, 66, tokoh ulama yang menjadi mediator antara pemerintah dan rakyat ketika terjadi…
Anak Agung Made Djelantik: Dokter yang Giat Mengurusi Seni
1994-04-09Memoar anak agung made djelantik, perumus konsep dasar seni lukis bali. ia pernah menggelar festival…