Jejak Rini Dalam Perjanjian Terminal Priok
Edisi: 20/46 / Tanggal : 2017-07-16 / Halaman : 78 / Rubrik : LAPUT / Penulis : Khairul Anam, Ayu Prima Sandi, Agus Purnomo
RINI Soemarno lebih banyak diam ketika bertemu dengan Ketua Badan Pemeriksa Keuangan Moermahadi Soerja Djanegara saat open house hari Idul Fitri di Istana Negara, akhir Juni lalu. "Saya bilang minal ââ¬Ëaidin wal faizin ke Ibu Rini. Tapi kemudian diam lagi," kata Moermahadi di kantor Tempo, Jakarta, Kamis pekan lalu. Sepengakuan Moermahadi, biasanya Menteri Badan Usaha Milik Negara itu ngobrol lama ketika bertemu dengannya.
Moermahadi lalu mendekati Direktur Utama BNI Achmad Baiquni, yang juga ikut dalam open house di Istana. "Kenapa Bu Rini kok jadi enggak enak sama gue? Kan, bukan pas zaman Bu Rini (proses perpanjangan kontrak Jakarta International Container Terminal/JICT)?" ujar Moermahadi. "Enggak, itu terakhirnya Bu Rini," jawab Baiquni seperti ditirukan ulang oleh Moermahadi.
Lewat pesan pendek, Baiquni mengatakan tidak tahu apakah sikap Rini waktu itu dingin atau tidak terhadap Moermahadi. "Saya tidak tahu," kata Baiquni. Sementara itu, Rini mengaku tidak merasa bertemu dengan Moermahadi saat halalbihalal di Istana. "Saya cuma datang sebentar bersama-sama anak-anak, lalu pulang karena ada acara di rumah," ujar Rini di Hotel Kempinski, Jakarta, Jumat pekan lalu.
Dua pekan sebelum halalbihalal itu, Moermahadi baru saja menyerahkan hasil audit investigasi perpanjangan kontrak kerja sama pengelolaan terminal peti kemas Jakarta International Container Terminal antara PT Pelabuhan Indonesia II (Persero) dan Hutchison Port Holdings (HPH) ke Dewan Perwakilan Rakyat. Dari hasil audit itu, BPK menemukan indikasi kerugian negara sebesar Rp 4,08 triliun. Dan yang menyetujui kontrak perpanjangan kerja sama itu adalah Rini Soemarno. Rini mewakili pemerintah sebagai pemegang saham di Pelindo II.
Diminta menelisik dugaan penyimpangan perpanjangan kontrak oleh parlemen sejak 16 Februari 2016, BPK baru merampungkan dan menyerahkannya pada 6 Juni lalu. Indikasi kerugian hampir Rp 4,1 triliun itu berasal dari selisih upfront fee alias biaya sewa dibayar di muka yang seharusnya diterima Pelindo II dari Hutchison. Dalam perpanjangan kontrak, Pelindo II hanya menerima biaya sewa di muka US$ 215 juta.
Ontran-ontran perpanjangan kontrak JICT mengemuka sejak Agustus 2014 ketika Pelindo II mengumumkan telah sepakat memperpanjang kontrak selama 20 tahun dengan Hutchison Ports Jakarta Pte Ltd. Perpanjangan kontrak membuat salah satu anak usaha yang dimiliki orang terkaya Hong Kong, Li Ka-shing, itu akan bercokol di Teluk Jakarta sampai 2039.
Hutchison berkongsi dengan Pelindo II mengelola JICT sejak 1999 dengan durasi kontrak 20 tahun. Dari perpanjangan itu, porsi penguasaan saham di JICT juga berubah. Dari sebelumnya Hutchison menguasai 50,9 persen saham dan Pelindo II…
Keywords: -
Artikel Majalah Text Lainnya
Willem pergi, mengapa Sumitro?; Astra: Aset nasional
1992-08-08Prof. sumitro djojohadikusumo menjadi chairman pt astra international inc untuk mempertahankan astra sebagai aset nasional.…
YANG KINI DIPERTARUHKAN
1990-09-29Kejaksaan agung masih terus memeriksa dicky iskandar di nata secara maraton. kerugian bank duta sebesar…
BAGAIMANA MEMPERCAYAI BANK
1990-09-29Winarto seomarto sibuk membenahi manajemen bank duta. bulog kedatangan beras vietnam. kepercayaan dan pengawasan adalah…