Tak Ada Damai Buat Palestina
Edisi: 11/20 / Tanggal : 1990-05-12 / Halaman : 43 / Rubrik : SEL / Penulis :
TAK ADA DAMAI BUAT PALESTINA Dokter Swee Chai Ang, 41 tahun, pernah bekerja
sebagai tenaga suka rela di sebuah rumah sakit Palestina di Jalur Gaza. Wanita
asal Singapura yang berkebangsaan Inggris ini memberikan kesaksian di dalam
mingguan berbahasa Jerman Der Spiegel, No. 6/1989: Betapa kejam perlakuan
tentara Israel terhadap rakyat Palestina. Orang Palestina tak pernah menikmati
kedamaian. Belum lagi adanya rongrongan "yahudinisasi" dengan kedatangan
emigran Ethiopia dan Uni Soviet -- Yahudi Hitam dan Yahudi Putih -- sebagai
yang diungkap dalam The Jerusalem Post.
; SETELAH melewati pemeriksaan paspor di bandara udara Ben Gurion kami disambut
beberapa gadis manis dengan bunga-bunga indah. Saya mendapat sekuntum mawar
dengan secarik kertas bertuliskan: "Kami berterima kasih atas kunjungan Anda
dan berharap, kita bisa bertemu lagi secepatnya. Kementerian Pariwisata".
Apakah saya akan disambut demikian tulus, bila mereka mengetahui maksud
kedatangan saya yang sebenarnya?
; Semua bermula enam tahun yang lalu, di musim panas 1982. Ketika itu, saya,
secara sukarela menawarkan jasa membantu korban perang di Libanon. Hingga saat
itu, saya tidak tahu apa-apa tentang orang Palestina.
; Di kamp-kamp pengungsian Sabra dan Shatila, saya dihadapkan pada kenyataan
menakjubkan. Israel, sebuah negeri yang selama ini saya kagumi dan cintai,
tiba-tiba menjadi sebuah negeri monster yang tak kenal ampun.
; Pasien saya yang pertama, seorang anak kecil yang terkena pecahan bom. Ia
meninggal, tak bisa ditolong. Toh saya mengucap syukur kepada Tuhan sebab,
bila anak itu bertahan hidup, ia harus hidup tanpa mata, tanpa kedua kaki, dan
tanpa paras.
; Setelah itu berdatangan pasien-pasien kecil lainnya. Ada yang menderita luka
terbakar, patah tulang dan ada yang tubuhnya mengeluarkan nanah dari borok
yang seakan tidak akan pernah sembuh. Seandainya sembuh, pasti meninggalkan
bekas-bekas luka yang buruk rupa.
; Hingga kini masih terngiang di telinga saya kata-kata seorang wanita
Palestina: "Mati itu sangat mudah. Tetapi kami harus hidup dan kukuh untuk
melanjutkan perjuangan, demi generasi yang akan datang". Karena itu, sejak
tahun 1982 kamp Shatila entah sudah berapa kali dibangun dan dibangun kembali
dari puing-puingnya. Dan, kendati Shatila tidak pernah benar-benar sembuh dari
"luka"-nya, begitu penduduknya mendengar bahwa saudara-saudara mereka di Jalur
Gaza melakukan intifadah (perlawanan dengan batu) dan memerlukan seorang ahli
bedah, mereka merengek agar saya bersedia ke sana.
; Saya tiba di Checkpoint Gaza, sore itu. Tampak jelas perbedaan antara London
dan Israel. Kesan pertama saya tentang Gaza adalah mirip dengan beberapa
daerah…
Keywords: -
Artikel Majalah Text Lainnya
Zhirinovsky, Pemimpin dari Jalanan
1994-05-14Vladimir zhirinovsky, ketua partai liberal demokrat, mencita-citakan terwujudnya kekaisaran rusia yang dulu pernah mengusai negara-negara…
Janji-Janji dari Nigeria
1994-03-12Di indonesia mulai beredar surat-surat yang menawarkan kerja sama transfer uang miliaran rupiah dari nigeria.…
Negeri Asal Surat Tipuan
1994-03-12Republik federasi nigeria, negeri yang tak habis-habisnya diguncang kudeta militer sejak merdeka 1 oktober 1960.…