Setelah Breidel, Perlu Penyejuk ?

Edisi: 36/20 / Tanggal : 1990-11-03 / Halaman : 26 / Rubrik : NAS / Penulis :


HINGGA akhir pekan lalu, api itu belum juga padam. Di berbagai kota masih terjadi aksi protes. Intinya: menuntut agar Arswendo Atmowiloto, 42 tahun, bekas Pemimpin Redaksi Monitor, dihukum mati.

Misalnya, yang terjadi Sabtu pekan lalu di kampus Universitas Muslim Indonesia (UMI), Ujungpandang. Sejak pagi, kampus itu dipenuhi spanduk atau poster menghantam Monitor dan Arswendo. Lalu, di tengah yel-yel untuk memompa semangat yang diteriakkan para mahasiswa, sekitar pukul 10.00, 30-an di antara mereka berbaris menuju gedung DPRD, berjarak 1 km dari sana. Mereka tak lupa membawa poster dan spanduk.

Di hadapan sejumlah pimpinan DPRD, delegasi itu membacakan pernyataan: minta Arswendo dihukum mati. Mereka juga menyatakan solidaritasnya atas aksi-aksi yang terjadi di Jakarta, Bandung, dan Yogyakarta. Sore harinya, para mahasiswa itu membakar setumpuk tabloid Monitor di halaman kampus.

Sehari sebelumnya, Jumat pagi, 3.000-an orang (sebagian besar mahasiswa) berkumpul di lapangan basket ITB Bandung. Mereka mengadakan acara syukuran karena pemerintah mencabut SIUPP (Surat Izin Usaha Penerbitan Pers) Monitor. Acara ini diisi dengan pidato-pidato mengutuk Arswendo, antara lain, menuntut agar Arswendo dihukum mati. "Menghina Rudini saja dihukum tiga tahun tiga bulan penjara, apalagi kalau menghina Rasulullah, manusia yang dimuliakan Allah," kata Ali Assegaf, mahasiswa ITB yang mengkoordinasikan acara ini, dalam pidatonya.

Massa pun berteriak, "Allahu Akbar." Puluhan spanduk dan poster -- isinya kebanyakan menghujat Arswendo dan perusahaan yang menerbitkan Monitor mereka acung-acungkan. Seorang mahasiswi berjilbab menangis terisak-isak, setelah berpidato berapi-api menyerang Arswendo.

Di hari yang sama, pemandangan seperti ini bisa disaksikan di boulevard di depan Gelanggang Mahasiswa UGM di Yogyakarta. Di depan 2.000-an hadirin, siang itu dibacakan sebuah pernyataan (namanya resolusi solidaritas umat Islam Yogyakarta). Isinya mendukung sikap pemerintah yang membredel Monitor, dan meminta Jaksa Agung untuk mengajukan Arswendo ke pengadilan dengan tuntutan hukuman mati.

"Tindakan Arswendo sudah mengancam integritas serta kedaulatan bangsa dan negara, karena itu ia bisa dituntut dengan undang-undang anti-subversi yang ancaman hukumannya adalah mati," kata Fauzi A.R., Sekretaris Persaudaraan Dokter Muslim (PDM), yang mensponsori acara ini. PDM adalah organisasi lokal dengan anggota 28 dokter di Yogyakarta. Para dokter ini membantu mengobati masyarakat (muslim) yang tak mampu.

Setelah itu dibacakan pula pernyataan dari jemaah Masjid Shalahuddin UGM, yang isinya bukan saja mengutuk Arswendo atau Monitor, tapi juga "mengharapkan agar pemerintah meninjau kebijaksanaannya yang berkaitan dengan isi media cetak dan elektronik, untuk pembangunan mental dan moral bangsa". Mudah ditebak, sasaran pernyataan ini tak lain dari pornografi. Sebagaimana dengan acara serupa di kota-kota lainnya, pengajian akbar ini dipenuhi spanduk, poster, dan caci-maki untuk Arswendo.

Berbagai tudingan itu seakan membuat Arswendo Atmowiloto, wartawan dan penulis yang amat produktif itu, menjadi musuh masyarakat nomor satu. Dari bermacam tuntutan yang dilontarkan pada acara-acara unjuk rasa tadi, kelihatan bahwa sasaran tudingan kini tidak hanya Arswendo atau Monitor semata, tapi makin melebar.

Hari-hari ini memang hari kelabu buat Arswendo. Ia dan Monitor jadi sorotan di mana-mana. Termasuk oleh para khatib dalam khotbah Jumat pekan lalu, di banyak masjid di sini. "Alhamdulillah. bila selama ini banyak orang tua yang resah karena anak-anaknya membaca Monitor, Allah dengan segala kemudahan dan rencana kemudian mengatur dengan segala caranya, sehingga pemerintah mencabut izin Monitor," kata Yunahar Ilyas dalam khotbahnya di Masjid Mardiyah UGM Yogyakarta, Jumat pekan lalu. Suara ustad ini bernada lega. Para jemaah pun banyak yang mengangguk-angguk tanda setuju.

Di Masjid Jalan Sedati Surabaya, Ustad Ridawan Yasin juga mengecam Monitor dalam khotbahnya. "Masa, Nabi Besar junjungan kita ditempatkan di bawah Mbak Tutut," katanya bersemangat. Tapi para jemaah yang kebanyakan orang berusia lanjut tampak kebingungan. "Apa itu Monitor?" tanya seorang…

Keywords: Amran NasutionG. Sugrahetty Dyan KRustam F. MandayunPriyono B. SumbogoArswendo AtmowilotoRedaksi MonitorFauzi A.RRidawan YasinHarmokoAtang Ruswita
Rp. 15.000

Artikel Majalah Text Lainnya

S
Setelah Islam, Kini Kebangsaan
1994-05-14

Icmi dikecam, maka muncul ikatan cendekiawan kebangsaan indonesia alias icki. pemrakarsanya adalah alamsjah ratuperwiranegara, yang…

K
Kalau Bukan Amosi, Siapa?
1994-05-14

Setelah amosi ditangkap, sejumlah tokoh lsm di medan lari ke jakarta. kepada tempo, mereka mengaku…

O
Orang Sipil di Dapur ABRI
1994-05-14

Sejumlah pengamat seperti sjahrir dan amir santoso duduk dalam dewan sospol abri. apa tugas mereka?