Kisah Najmuddin Dan Salahudin

Edisi: 02/19 / Tanggal : 1989-03-11 / Halaman : 29 / Rubrik : AG / Penulis :


DI udara dingin, di langit Inggris, Gibreel Faristha menyanyi: "Untuk dilahirkan kembali, orang harus lebih dulu mati. Ho ji! Ho ji!" Ia sedang jatuh, tanpa parasut dan tanpa sayap, dari pesawat jumbo Bostan, yang diledakkan teroris beberapa detik yang lalu. Dari ketinggian 29.000 kaki lebih. Bersama dia jatuh, tapi dengan kepala lebih dulu, Saladin Chamcha.

Tiba-tiba Gibreel melihat, di antara awan, seorang wanita molek mengenakan sari hijau dan keemasan, duduk di atas sebuah permadani terbang. "Rekha Merchant," kata Gibreel mngenali bekas kekasihnya itu Rekha sebenarnya adalah istri seorang pengusaha. Ia mati bunuh diri bersama dua anaknya, begitu ia mendengar pesawat Gibreel meledak.

Dalam kekecewaan bahwa Gibreel tak menghargai kesetiaannya. Rekha mengutuk.

Tapi kedua orang itu meluncur terus, dengan pelan, hingga turun di pantai Inggris yang mengadang salju. "Lahir kembali kita, Spoono," kata Gibreel gembira kepada Saladin. "Selamat hari lahir.

Kelahiran kembali selalu merupakan satu peristiwa besar bagi Gibreel Farishta. Ia lahir dengan nama Ismail Najmuddin, anak dari daerah Poona. Tapi di masa kecilnya ia sudah pindah: migrasi pertamanya, ke Bombay. Ayahnya seorang pengantar makanan, dabbawalla yang membawa makan siang seraya berlari, dan Ismail mengikuti jejak si bapak ketika usianya 13 tahun.

Mereka tinggal di sebuah gubuk di runway lapangan terbang Santacruz. Sang ibu, Naima, sangat menyayangi anak tunggalnya itu. Bila Ismail mendekat, dengan latar belakang cahaya hijau-kuning-merah pesawat jet yang berangkat, sang ibu berbisik bahwa dengan melihat Ismail saja semua impiannya telah terkabul.

Tapi Naima kemudian mati ketabrak bis. Tinggal ayah dan anak, yang tak bicara apa pun tentang kesedihan mereka. Mereka tenggelamkan dukacita mereka ke dalam kerja yang lebih keras. Najmuddin tua kemudian naik pangkat: jadi mandor muqaddam. Ketika Ismail berumur 19, ayahnya jadi anggota gilda yang mempersatukan para pengantar makanan. Ketika Ismail berumur 20, ayahnya mati, kena strok. Ismail tahu, ayahnya telah berlari dan mati untuk menemui ibunya.

Anak muda itu kemudian dipungut oleh sekretaris jenderal pesatuan dabbawala itu, Babasaheb Mhatre. Ia laki-laki baik hati yang kebaikannya ia sembunyikan dalam sumpah serapah yang berisik. Ia menghibur anak muda yatim piatu itu dengan kisah tentang reinkarnasi, juga dengan cerita tentang gelas yang bisa digerakkan oleh roh halus.

Ismail sangat terpengaruh oleh kisah macam itu. Sejak sebelum ibunya mati, ia telah percaya akan dunia supernatural. Ia percaya akan Tuhan, malaikat, hantu, jin ifrit.

Ia juga kagum akan Nabi, yang riwayatnya ia dengar dari cerita ibunya meskipun ia tak tertarik untuk mengetahui sejauh mana kisah tentang Nabi itu sesuai dengan riwayat yang sebenarnya. "Bukan main, orang ini!" begitu pikirnya. "Malaikat yang mana yang tak akan ingin berbicara kepadanya?"

Ketika Islam umur 21, ayah angkatnya, memanggilnya datang. Ia diberi tahu bahwa ia "dipecat": Mhatre telah menghubungkannya dengan D.W. Rama, seorang produser film terkenal. Begitulah Ismail Najmuddin menjadi bintang film, dengan nama baru: Gibreel Farishta.

Nama itu, kata Gibreel kemudian, adalah untuk menghormati ibunya, orang yang memperkenalkannya kepada cerita malaikat dan yang memanggilnya, dengan sayang, "farishta".

Setelah 4 tahun memegang peran kecil atau konyol, ia dapat peran dalam kisah-kisah keagamaan yang disebut "theologicals", hingga ia jadi superstar.

Para wanita merubungnya. Dengan kehidupan seks yang berduyun-duyun itu, Gibreel mulai kehilangan bakatnya yang paling besar: bakat untuk mencintai secara tulus. Ia terlibat affair dengan Rekha, tapi ia juga tak mencintai wanita ini, tak setia kepadanya.

Tiba-tiba, suatu hari, ia sakit. Tak jelas sebabnya. Isi perutnya berdarah. Selama tujuh hari ia terbaring, diberi transfusi, diberi obat, tapi dokter sebenarnya sudah menyerah. Seluruh India prihatin. Perdana Menteri mengunjunginya di rumah sakit. Di masjid-masjid dan candi-candi, umat berdoa.

Kemudian dia sembuh. Seperti sebab sakitnya, kesembuhan ini pun misterius. Yang jelas: Gibreel sembuh dan ia kehilangan imannya kepada Tuhan. Selama sakit ia berdoa, tapi merasa Tuhan tak menjawab. Ia marah, merasa dirinya dihukum. "Apakah engkau pembalasan dendam ataukah engkau cinta?" tanyanya. Kemudian ia merasa hampa. Ia pun memohon agar ia bisa merasakan kehadiran Tuhan, tapi juga tak ada yang terjadi. Sejak itu ia tak merasa apa-apa -- dan sejak itu ia mulai sembuh.

Dan inilah yang dilakukannya selepas dari rumah sakit: ia naik mobil ke Taj Hotel, dan terus makan daging babi. Ia menelan sosis dan ham cepat-cepat, dan dalam kesibukan itu ia melihat seorang wanita yang menertawakannya. Wanita itu adalah Alleluia Cone, wanita penakluk Puncak Everest, gadis Yahudi yang berambut perak.

Dengan Allie itulah ia jatuh cinta. Tiga hari mereka berpacaran di kamar hotel, kemudian Allie pergi. Ternyata, kali ini Gibreel tak bisa melupakan wanita itu. Meskipun ia kembali bekerja, membuat kontrak untuk film baru, suatu hari ia menghilang.…

Keywords: -
Rp. 15.000

Artikel Majalah Text Lainnya

M
Menyebarkan Model Kosim Nurzeha
1994-04-16

Yayasan iqro menyiapkan juru dakwah, ada di antaranya anggota abri berpangkat mayor, yang mengembangkan syiar…

S
Sai Baba, atau Gado-Gado Agama
1994-02-05

Inilah "gerakan" atau apa pun namanya yang mencampuradukkan agama-agama. pekan lalu, kelompok ini dicoret dari…

S
Siapa Orang Musyrik itu?
1994-02-05

Mui surabaya keberatan sebuah masjid dijadikan tempat pertemuan tokoh dari berbagai agama, berdasarkan surat at…