Mafia Tanah ; Komplotan, Dalam Kekacauan

Edisi: 05/19 / Tanggal : 1989-04-01 / Halaman : 74 / Rubrik : KRI / Penulis :


MAFIA. Mungkin pula sindikat. Atau komplotan.

Apa pun namanya yang paling tepat, sejumlah orang telah menjalankan satu bentuk kejahatan yang mengeruk uang milyaran rupiah, mengguncang jaminan akan hak milik penduduk, mengganggu investasi dan menunjukkan kebobrokan aparat pemerintah dalam salah satu soal yang paling sensiti dewasa ini: tanah.

Tak kurang dari Markas Besar Kepolisian RI telah bergerak untuk membekuk mereka. Tetapi, tentu, tak semua hal bisa diselesaikan polisi. Sejauh ini, setidaknya hari-hari ini, yang kena gempur adalah para pemalsu sertifikat -- atau lebih tepat: pembuat sertifikat tanah yang sebenarnya tak bisa berlaku.

Jumlah terakhir yang bisa digulung adalah komplotan yang berkait sekitar 17 orang. Salah satunya, Baharuddin (lihat lebih rinci cerita di halaman 78), yang dituduh sebagai otaknya. Di samping orang yang membantunya dari "luar", ada yang dari "dalam", dari mana setiap dokumen resmi bisa diperoleh: 8 tersangka adalah karyawan Kantor Wali Kota dan Dinas Agraria Jakarta Selatan. Mereka dituduh membocorkan dan menyalahgunakan dokumen tanah.

Komplotan ini, menurut polisi, telah menerbitkan tak kurang dari 51 sertifikat atas tanah kosong seluas 2,8 ha di Pasar Minggu, Kelurahan Pejaten, Jakarta Selatan. Selain itu, juga dikatakan mereka menerbitkan sertifikat untuk tanah 4,7 ha di Ulujami, Kebayoran Lama, Jakarta Selatan, dan sedikitnya 8 akta jual-beli tanah palsu. Dari jual-beli sertifikat yang mereka bikin sendiri itu, sedikitnya Baharuddin dan kawan-kawan mengeduk uang Rp 138 juta.

Dari sini pula terlihat betapa gawatnya keadaan pengaturan tanah oleh aparat pemerintah. Dari tangan komplotan itu, polisi berhasil menyita 3 buku tanah yang seharusnya bermukim di Kantor Badan Pertanahan Jakarta Selatan. Dalam tiga buku itu masing-masing tercatat riwayat 50 bidang tanah di bilangan Desa Grogol Selatan, Desa Ciganjur, dan di Desa Petukangan Selatan -- semuanya di wilayah Jakarta Selatan.

"Mereka sebenarnya mengaku mengambil 7 buah buku tanah. Tapi yang empat buah lagi belum kami temukan," ujar Letkol. De Vries, anggota tim penyidik kasus ini. Kalau rata-rata satu buku mencatat 50 riwayat bidang tanah, bisa Anda bayangkan nasib asal usul 200 bidang tanah dalam wilayah itu.

Memang, dalam tahun-tahun belakangan ini, banyak ditemukan sertifikat palsu. "Dalam satu tahun terakhir, Badan Pertanahan Jakarta Selatan telah menemukan 360 sertifikat palsu," kata Soelarso, kepala kantor yang dulu disebut kantor…

Keywords: -
Rp. 15.000

Artikel Majalah Text Lainnya

G
Genta Kematian di Siraituruk
1994-05-14

Bentrokan antara kelompok hkbp pimpinan s.a.e. nabanan dan p.w.t. simanjuntak berlanjut di porsea. seorang polisi…

S
Si Pendiam Itu Tewas di Hutan
1994-05-14

Kedua kuping dan mata polisi kehutanan itu dihilangkan. kulit kepalanya dikupas. berkaitan dengan pencurian kayu…

K
KEBRUTALAN DI TENGAH KITA ; Mengapa Amuk Ramai-Ramai
1994-04-16

Kebrutalan massa makin meningkat erat kaitannya dengan masalah sosial dewasa ini. diskusi apa penyebab dan…