Indocement Tiga Roda Memperkokoh...
Edisi: 35/19 / Tanggal : 1989-10-28 / Halaman : I- / Rubrik : PWR / Penulis :
Dari yang besar, lahir yang besar. Setelah beberapa perusahaan menawarkan sahamnya kepada masyarakat dalam beberapa bulan terakhir ini, 30 Oktober 1989 akan tercatat sebagai tanggal dimulainya penawaran emisi saham terbesar dalam sejarah bursa efek dan pasar modal di Indonesia. PT Indocement Tungal Prakarsa (ITP) produsen semen paling utama di Indonesia saat ini, go public dan menawarkan saham sebesar Rp 600 milyar rupiah kepada masyarakat. "Suatu emisi saham terbesar dalam sejarah Bursa Efek di Indonesla yang hanya bisa ditandingi oleh emisi saham Cathay Pacific sekitar USS 400 juta di-Hong Kong tahun 1986," kata Direktur Utama ITP, Sudwikatmono.
Perusahaan yang memproduksi semen merek "Tiga Roda" itu kini mengajak calon pemodal saham melaju bersama, menggalakkan pengerahan dana masyarakat untuk pembangunan, dan memacu pertumbuhan ekspor nonmigas sembari menikmati keuntungan. Dengan memiliki saham Indocement dengan merek "Tiga Roda" yang terkenal itu, berarti ikut memiliki suatu kompleks industri dengan delapan pabrik yang berdiri di areal 200 hektar, yang menjadikannya sebagai kompleks pabrik semen terbesar di Indonesia dan bahkan di Asia. Sedangkan jumlah produksinya termasuk sepuluh besar di dunia dan nilai buku assetnya berjumlah tidak kurang dari Rp 1,2 trilyun. Fajar keuntungan sekarang menyingsing makin terang, dan tampaknya akan kian cerah untuk masa-masa mendatang.
Kenapa tidak?! Setelah mendung menggantung dari 1982 hingga 1985 lalu, langit industri semen kini kembali cerah. Tingkat konsumsi semen dalam negeri sekarang terlukis dalam grafik yang menanjak dari tahun ke tahun. Nilai dan volume ekspor pun demikian. Di masa peningkatan permintaan itu, saat ini produsen yang sangat mungkin dapat menambah suplai dengan segera untuk menjawab dengan cepat kebutuhan pasar hanyalah Indocement.
"Go public, menawarkan saham kepada masyarakat, akan membuat perusahaan tersebut kian sehat," kata Ir. Setiadi Dirgo, 56 tahun, Ketua Asosiasi Semen Indonesia. Setiadi melihat go public sebagai alternatif pembiayaan yang menguntungkan dibandingkan dengan menggunakan dana bank yang tingkat bunganya cukup berat. "Bunganya tinggi," kata Setiadi. Dengan memanfaatkan modal yang berasal dari masyarakat perusahaan akan dimungkinkan memperoleh keuntungan yang lebih baik. Pendapat yang sama juga terdengar dari Dirjen Kimia Dasar, Departemen Perindustrian, Ir. Wardijasa. Prospek di bidang ini sangat baik," kata Wardijasa, sambil menunjuk kenyataan bahwa keadaan harga maupun permintaan pasar, kini memberikan peluang cukup besar.
Bagaimanakah peluang yang besar itu?
Pasar terpokok bagi industri semen, sebagaimana sudah menjadi karakteristik jenis industri ini, adalah pasar domestik. Dengan mengisi 45 persen dari total produksi semen nasional, kini Indocement sendiri menguasai 35 persen pasar domestik tersebut. Suatu kesempatan untuk peningkatan pangsa pasar di kemudian hari sekitar 30 persen dari yang telah dicapai saat ini masih terbuka lebar. Saat ini sekitar 70 persen produk Indocement terserap di Jawa, 20 persen lagi untuk pasar Sumatera, sisanya untuk daerah luar Jawa dan Sumatera, serta ekspor. Setelah pukulan resesi ekonomi menjadi surut, secara perlahan-lahan tetapi pasti, sektor nonmigas menggantikan peranan minyak dan gas bumi dalam pengadaan devisa bagi negara. Pekerjaan konstruksi di dalam negeri dalam tahun-tahun belakangan ini kembali menunjukkan kegairahan. Setidak-tidaknya konsumsi semen dalam negeri Indonesia dalam semester pertama 1989 dibandingkan dengan semester pertama 1988 meningkat 13 persen. Jawa Tengah saja, daerah yang tak banyak memiliki proyek besar, konsumsi semennya tahun ini naik 15 persen. Apalagi Bali, yang membangun banyak hotel. "Konsumsi semennya naik 20 persen dan Sumatera Utara 12 persen," kata Ir. Wardijasa, Direktur Jenderal Kimia Dasar, Departemen Perindustrian, yang saat itu didampingi Ir. M. Tasfir, pejabat yang bertanggungjawab dalam pembinaan industri semen.
Jika dulu peningkatan konsumsi semen itu terjadi lebih banyak karena peranan sektor pemerintah dalam pembangunan (yang sebelum 1982 begitu dominan), kini swastalah yang lebih banyak berbicara. Proyek-proyek swasta, sekarang tampil sebagai pemakai semen yang lebih besar dibandingkan dengan proyek pemerintah.
Pertumbuhan permintaan dalam negeri ini disertai pula oleh jalan lapang yang terbentang menuju pasar luar negeri. Perkembangan harga ekspor juga memikat. Pada awal 1988, harga satu ton semen eskpor FOB (free on board) baru US$ 26. Tahun ini harga itu bergerak antara US$ 38 dan US$ 43. Harga semen Indonesia ini sekarang begitu kuat sebagai alat untuk bersaing di pasar internasional.
Kenyataan lain, yakni dikuranginya produksi semen Jepang secara drastis, telah meniupkan pula angin keberuntungan bagi industri semen Indonesia sampai sekarang. Dan tampaknya angin keberuntungan itu masih tetap bertiup hingga beberapa tahun mendatang. Kebanyakan negeri di Asia Tenggara belum siap dengan pabrik barunya, sementara kebutuhan dalam negeri masing-masing bergerak naik dan agak mendesak.
Karena itu pulalah, sebagai satu-satunya negara di kawasan ASEAN yang mengalami surplus semen, dari tahun ke tahun Indonesia mencatat peningkatan volume penjualan ke luar negeri. Peningkatan volume ekspor ini telah menunjang pengembangan eskpor nonmigas, pilihan yang menjadi harapan nasional dalam pengadaan devisa.
Untuk Indocement sendiri, pada 1986 tercatat jumlah ekspor sebesar 1,176 juta ton. Tahun berikutnya, 1987, angka penjualan ke luar negeri yang dikapalkan dari dermaga khusus mereka di Tanjung Priok, terjadi kenaikan sampai 1,570 juta ton. Berbarengan dengan pengluasan pasar di mancanegara, pada 1988, kenaikan juga berlangsung dalam jumlah yang meyakinkan: menjadi 2,299 juta ton. Jika tahun 1989 ditutup nanti, Indocement yang memulai ekspornya pada 1978 (ke Muangthai) akan mencatat volume penjualan luar negeri sebesar 3 juta ton.
Untuk 1989 ini saja tercatat 21 negara sebagai negeri tujuan ekspor produk Indocement; antara lain Australia, Bangladesh, Brunei Darussalam, Filipina, Taiwan, Muangthai, Vietnam, Hong Kong, Jepang, dan bahkan juga Nepal dan Mauritius. Dari Muangthai saja misalnya, "Untuk 1990, sejak sekarang sudah ada permintaan pesanan sebesar 1,5 juta ton dalam keadaan open price," kata Ir. Iwa Kartiwa, Direktur Teknik Indocement. Sambil menunggu perubahan kapasitas, diperkirakan pada tahun-tahun mendatang penjualan eksport diperkirakan akan menurun karena suplai dalam negeri hanus diprioritaskan.
Dalam prospek bisnis secerah itulah Indocement menawarkan sahamnya kepada publik. Dan tentunya ia harus memenuhi persyaratan yang diharuskan atas sebuah perusahaan yang memohon izin untuk go public. Salah satu persyaratan itu ialah bahwa ia hanus memiliki stnuktur permodalan yang sehat.
Sebelum melakukan go public, modal ITP telah diperkuat dengan adanya konversi pinjaman dari tiga buah yayasan menjadi modal saham. Indocement, sebelum adanya konversi pinjaman itu memang mencatat adanya hutang terhadap tiga buah yayasan. Yaitu Yayasan Super Semar, Yayasan Dharma Bhakti Sosial dan Yayasan Dana Abadi Karya Bakti, masing-masing sebesar Rp. 20 (dua puluh) milyar. Namun semua…
Keywords: -
Artikel Majalah Text Lainnya
MELANGKAH MAJU dengan KESUNGGUHAN HATI
1994-03-12Ekspor anak perusahaan surya dumai group ini sudah menjangkau ke 27 negara. pertumbuhan penjualan dan…
Yang dibutuhkan pelaku bisnis: Color Pages Indonesia
1994-03-26Segera terbit color pages indonesia. katalog tentang building materials dan equipments, dengan informasi yang lengkap…
BIARKAN KAMI MENYELESAIKAN MASALAH ANDA
1994-01-29Biro administrasi efek (bae) pertama di indonesia. memberikan jasa layanan bagi perusahaan yang akan dan…