Ikhtiar Menyangga Swasembada
Edisi: 16/18 / Tanggal : 1988-06-18 / Halaman : 91 / Rubrik : EB / Penulis :
KALAU harga beras yang cenderung naik tidak sampai dipersoalkan, ini bukanlah berarti bahwa sektor pangan itu gemah ripah kondisinya. Dalam sidang Kabinet Terbatas Bidang Ekuin Rabu pekan lalu, Presiden Soeharto menegaskan perlunya peningkatan diversifikasi pangan, disamping mengingatkan adanya peningkatan konsumsi beras per kapita (TEMPO, 4 Juni 1988).
Sebagai orang yang paham sekali seluk-beluk perberasan, Pak Harto berpendapat bahwa ancar-ancar pengadaan dan produksi beras di masa yang akan datang sudah harus ditetapkan dari sekarang. Untuk Indonesia, yang berpenduduk 170 juta jiwa lebih, pengadaan pangan - kendati sudah berswasembada beras - tetaplah harus dipentingkan. Karena itu, tidak ada salahnya bila lebih dulu melongok stok beras di berbagai penjuru.
Depot Logistik (Dolog) Jawa Timur, misalnya, sampai awal Juni lalu sempat menampung hampir 290 ribu ton beras. Padahal, sebelumnya diperkirakan, depot itu cuma bisa mengumpulkan 137 ribu ton. Prestasi? Ternyata, tidak bisa dikatakan begitu.
Jika hasil penampungan yang 137 ribu ton itu dibandingkan dengan kapasitas pengadaan beras 1988-89, yang diperkirakan mencapai 700 ribu ton, nah, Anda tentu geleng-geleng kepala. Lho, mengapa cuma sekian? Memang, sumber TEMPO di Dolog tersebut bersikeras menyatakan, "Kami tetap mengusahakannya, minimal 550 ribu ton bisa tercapai." Namun, satu hal pasti: ada yang tidak lancar dalam urusan stok beras.
Memang, panen raya belum berakhir, karena tertunda dua bulan - biasanya akhir Januari atau Februari. Kini coba kita lihat berbagai daerah penghasil beras, dari Ja-Bar hingga Ja-Tim. Di Karawang misalnya, onggokan padi berjejer di pinggir jalan, bak serentetan bukit kecil. Tapi Jika pandangan dialihkan ke petak-petak sawah, padi yang mulai menguning hampir-hampir lak ada lagi.
Di Bali, yang terkenal dengan sistem pengairan subaknya, sayup-sayup masih umpak sawah menguning, sementara sudah .da petak-petak yang baru saja ditanami. Menurut Kepala Dolog Bali, Soetopo, panen raya baru mulai bulan Juni ini. Ia yakin, pengadaan beras di sana aman. Perkara harga, itu soal lain.
Bulan Mei lalu, Dolog Bali, yang berani membeli beras sampai Rp 36,00 di atas harga dasar (Rp 344,00 per kg), tak bisa bersaing dengan pedagang. Saat itu harga di pasaran Rp 400,00. "Kita ini 'kan bukan pedagang swasta, yang bisa membeli tinggi atau rendah sesuai dengan pasaran," ujar Soetopo, yang gemar olah raga bela diri itu, kepada Djoko Daryanto dari TEMPO.
Gambaran seperti itu juga terjadi di Dolog daerah lain, seperti Ja-Teng, Ja-Bar, Sumatera Utara. Dolog, sebagai aparat Bulog, membeli dari KUD atau pedagang. Sedangkan KUD memperoleh gabah dari petani. Kini KUD rupanya tak banyak bisa…
Keywords: -
Artikel Majalah Text Lainnya
SIDANG EDDY TANSIL: PENGAKUAN PARA SAKSI ; Peran Pengadilan
1994-05-14Eddy tansil pembobol rp 1,7 triliun uang bapindo diadili di pengadilan jakarta pusat. materi pra-peradilan,…
Seumur Hidup buat Eddy Tansil?
1994-05-14Eddy tansil, tersangka utama korupsi di bapindo, diadili di pengadilan negeri pusat. ia bakal dituntut…
Sumarlin, Imposibilitas
1994-05-14Sumarlin, ketua bpk, bakal tak dihadirkan dalam persidangan eddy tansil. tapi, ia diminta menjadi saksi…