Nobel Dari Kedai Minum

Edisi: 34/18 / Tanggal : 1988-10-22 / Halaman : 38 / Rubrik : LN / Penulis :


KETIKA lonceng emas di Gedung Alfred Nobel, Stockholm, tepat menunjukkan pukul satu siang, Kamis pekan lalu, novelis Nagib Mahfuz sedang tidur siang di rumah barunya di Agusha, Kairo. Padahal, saat itu, namanya sedang diumumkan sebagai pemenang Hadiah Nobel 1988 untuk bidang sastra. Ia setengah tak percaya sewaktu berita gembira itu disampaikan seorang redaktur harian Al Ahram, sepuluh menit kemudian. "Entah siapa yang mencalonkan saya." ujar Mahfuz kepada istrinya.

Tak lama kemudian keluarga Mahfuz larut dalam suasana gembira. Namanya segera menjadi buah bibir di seantero negeri -- mulai dari kalangan pejabat tinggi Mesir, termasuk Presiden Husni Mubarak, para nelayan di sepanjang Sungai Nil, kaum pedagang di pasar-pasar, sampai para pencandu syisah (rokok berpipa panjang) di kedai-kedai minum tak henti-hentinya menggunjingkan kehebatan novelis itu. Tak heran bila ada sebagian orang menyejajarkan popularitas Mahfuz dengan penyanyi Umi Kulsum -- nama yang membuat Presiden Nasser tak jadi berpidato bila Radio Kairo menyiarkan lagu-lagunya.

Bagi kedai minum Qahwah El Fishawy kemenangan Mahfuz bahkan punya arti tersendiri. Di warung kecil inilah, yang terletak di kawasan kumuh Hussein, di pinggiran Kairo, Mahfuz sering terlihat menyelesaikan sebagian besar karyanya, yang kelak menjadikannya sebagai pemenang Hadiah Nobel 1988.

Nagib Mahfuz Abdel Aziz El Sabilgy sudah tertarik pada dunia sastra sejak berumur 10 tahun. Buku pertama yang dibacanya adalah cerita detektif Putra Johnson, yang dipinjamnya dari temannya, Yahya Saqar. Ia sangat terkesan oleh cerita tersebut.

Sejak itu, Mahfuz mulai gemar membaca novel, dan sebagian ada yang disadurnya ke bahasa Arab. Pengarang yang dikaguminya di masa muda, antara lain, Charles Garfis dan Rider Hegard. Ketika di bangku sekolah lanjutan atas, ia mulai menulis cerita pendek. Kumpulan cerita pendeknya, yang berjudul Bisikan Gila, diterbitkan pada 1934.

Ketika mulai menulis novel, Mahfuz memilih tema-tema sosial. Dalam novel Impian Desa, misalnya, ia berkisah tentang perbaikan sosial pedesaan pada pertengahan 1930-an.

Tak hanya itu kelebihan Mahfuz, anak bungsu seorang pesuruh yang dilahirkan pada 1911 itu. Ia bahkan sanggup menulis masalah sosial di zaman Mesir Kuno, seperti dituangkannya dalam novel Permainan Takdir (1935) dan Perjuangan Sportif (1937). "Setiap dorongan untuk menulis…

Keywords: -
Rp. 15.000

Artikel Majalah Text Lainnya

S
Serangan dari Dalam Buat Arafat
1994-05-14

Tugas berat yasser arafat, yang akan masuk daerah pendudukan beberapa hari ini, adalah meredam para…

C
Cinta Damai Onnalah-Ahuva
1994-05-14

Onallah, warga palestina, sepakat menikah dengan wanita yahudi onallah. peristiwa itu diprotes yahudi ortodoks yang…

M
Mandela dan Timnya
1994-05-14

Presiden afrika selatan, mandela, sudah membentuk kabinetnya. dari 27 menteri, 16 orang dari partainya, anc.…