Susup-menyusup Gaya Pki
Edisi: 37/18 / Tanggal : 1988-11-12 / Halaman : 28 / Rubrik : NAS / Penulis :
TAK mudah mengenali gelagat orang komunis. Lebih-lebih bila mereka bergerak "di bawah tanah". Dalam keadaan terpaksa, selagi lemah, mereka konon bisa menjelma bak bunglon, musang berbulu ayam, bermuka dua. Karena itu, dalam hal taktik dan strategi, sangat terkenal "petuah" Ketua CC PKI D.N. Aidit kepada kader-kadernya: teguh dalam prinsip, luwes dalam penerapan.
Artinya, mereka tetap teguh dalam pendirian, tapi menampilkan diri secara luwes tanpa menimbulkan kecurigaan. Itu bila mereka masih lemah. Tapi, manakala kekuatan sudah di tangan, mereka mulai unjuk gigi. Dan bangkit. Sementara itu, untuk mencapai tujuan, mereka bisa menempuh cara apa pun. Dengan kata lain, tujuan menghalalkan cara.
Dalam praktek operasional, sudah bukan rahasia lagi bila mereka selalu menerapkan penyusupan ke dalam organisasi atau lembaga-lembaga yang dapat mereka manfaatkan untuk kepentingan perjuangan. Taktik yang terkenal dengan sebutan "sistem sel" ini mereka lakukan di semua bidang untuk kemudian mereka kuasai: parpol, ormas, angkatan bersenjata, lembaga pemerintahan.
Dan itulah pula yang terjadi dalam proses penyusunan kekuatan mereka. Sudah tiga kali PKI memberontak -- pada 1926, 1948 dan 1965 -- dan ketiga-tiganya gagal. Dan segera setelah "revolusi" itu tidak berhasil, mereka menghilang, menyamar, menyusup, bergerak di bawah tanah. Lalu diam-diam menghimpun kekuatan kembali. Setelah G30-S/PKI gagal misalnya, mereka melakukan taktik GTM (gerakan tutup mulut) dan OTB (organisasi tanpa bentuk).
Maka, tidaklah heran bila di masa sekarang -- 22 tahun setelah PKI dibubarkan pada 12 Maret 1966 -- banyak yang mulai mengkhawatirkan usaha penyusupan kader-kader PKI dengan "sistem sel" ke dalam beberapa lembaga penting. Celakanya, kekhawatiran itu ada di antaranya yang terbukti. Misalnya, Ketua DPD Golkar Payakumbuh sudah terbukti PKI golongan B2.
Itu sebabnya untuk menjadi anggota sebuah lembaga yang andal dan memiliki kekuatan sangat potensial seperti ABRI, seseorang harus "bersih lingkungan". Lingkungan pergaulan, terutama lingkungan keluarga, bersih dari pengaruh komunis. Sikap berhati-hati seperti itu kini agaknya mulai diterapkan di berbagai bidang.
Sepanjang sejarahnya sejak berdiri pada 23 Mei 1920, taktik bermuka dua dan susup-menyusup memang selalu jadi "gaya" PKI. Sejarah mencatat bagaimana tiga pemuda "kiri" -- Semaun, Darsono, dan Alimin -- berusaha menguasai Sarekat Islam, yang pada 1915 merupakan satu-satunya kekuatan massa yang besar dan sangat berpengaruh.
Dan mereka berhasil, hingga dalam muktamar di Bandung, Juni 1916, SI terbelah dua. SI yang asli, di bawah trio Tjokro-Agus Salim-Abdul Muis belakangan mendapat julukan "SI Putih", berhadapan dengan "SI Merah" pimpinan trio Semaun-Darsono-Alimin. Tak lama kemudian secara resmi SI Merah mengubah namanya menjadi Sarekat Rakyat. Dengan modal itu, pada 23 Mei 1920, mereka mendirikan PKI di Semarang, yang semula merupakan kepanjangan dari Partai Komunis India.
Enam tahun kemudian, PKI melancarkan pemberontakan. Dan gagal. Menjelang meletusnya "Peristiwa Madiun" pada 1948, taktik yang sama masih mereka lakukan. Amir Syarifuddin, yang sempat menjadi menteri pertahanan, misalnya, mula-mula tidak ketahuan sebagai komunis. Tapi belakangan mengaku sebagai…
Keywords: -
Artikel Majalah Text Lainnya
Setelah Islam, Kini Kebangsaan
1994-05-14Icmi dikecam, maka muncul ikatan cendekiawan kebangsaan indonesia alias icki. pemrakarsanya adalah alamsjah ratuperwiranegara, yang…
Kalau Bukan Amosi, Siapa?
1994-05-14Setelah amosi ditangkap, sejumlah tokoh lsm di medan lari ke jakarta. kepada tempo, mereka mengaku…
Orang Sipil di Dapur ABRI
1994-05-14Sejumlah pengamat seperti sjahrir dan amir santoso duduk dalam dewan sospol abri. apa tugas mereka?