Membongkar Skandal Obat Palsu
Edisi: 12/18 / Tanggal : 1988-05-21 / Halaman : 60 / Rubrik : LAPSUS / Penulis : Moera, Moebanoe
ADAKAH obat palsu telah mencapai 30% dari semua obat yang beredar? Jumlahnya masih diperdebatkan. Namun, angka yang ramai dipermasalahkan pekan lalu itu tak mengubah kenyataan, obat palsu kini sudah merajalela. Sejumlah kasus yang terbongkar di berbagai daerah menunjukkan dengan pasti, pemalsuan obat lagi meningkat.
April lalu, Direktur Jenderal Pengawasan C)bat dan Makanan Depkes, dalam surat edarannya ke semua kantor wilayah, menyatakan bahwa obat palsu sudah perlu mendapat perhatian serius. Sebelumnya, Komisi E DPRD Jawa Tengah, dalam sebuah sidang dengar pendapat, meminta aparat pemda agar memperhatikan secara khusus 31 kasus obat palsu yang terbongkar dalam beberapa bulan terakhir di provinsi itu. Pemalsuan obat, tutur seorang wakil rakyat, jauh lebih mencemaskan daripada pemalsuan lainnya.
"Pemalsuan obat," ujar seorang reserse di Markas Besar Kepolisian RI di Jakarta "sudah meningkat ke pemalsuan yang sangat berbahya." Di masa lalu hanya obat-obat bebas seperti Paramex dan Ultra-Flu yang dipalsukan, tapi kini pemalsuan sudah meliputi obat-obat keras "daftar G", yang harus dibeli dengan resep dokter.
Sebuah kasus di RS Angkatan Darat Gatot Subroto, Jakarta, bisa ditampilkan sebagai bukti nyata. Di rumah sakit itu beberapa waktu lalu ditemukan dua kotak obat Oradexon palsu. Obat yang termasuk kategori kortekosteroida ini tergolong obat keras yang digunakan dokter untuk "mengebom" suatu penyakit kompleks, bila keadaan sudah mendesak.
Segera setelah kasus ini dilaporkan, polisi dan sebuah blro penyidik yang disewa Organon - produsen Oradexon - melakukan pelacakan. Penyalur obat ke RS Gatot Subroto menyangkal bertanggung jawab. Mereka menyatakan tak tahu-menahu perihal munculnya obat palsu itu di antara obat asli. Lalu siapa pelakunya? Siapa pula yang membuatnya?
Biro penyidik yang disewa Organon belakangan menemukan Oradexon palsu itu di dua apotek. Pelacakan dilanjutkan. Maka, terungkaplah kedua apotek itu - tak mengikuti prosedur pembelian resmi - mendapatkannya dari sebuah pedagang grosir obat yang tak memiliki izin.
Dari mana pedagang obat itu mendapatkan Oradexon palsu? Jawabannya masih terkatung-katung.
Biro penyidik yang dikontrak Organon tak melanjutkan penyelidikannya. "Organon minta agar pelacakan dihentikan," ujar pemimpin biro penyidik itu seorang mayor jenderal polisi purnawirawan yang tak mau namanya disebutkan. Selain merasa percuma karena ruwetnya jaringan pemalsuan, Organon khawatir, meributkan Oradexon palsu bisa berbalik menghantam Oradexon asli. Artinya, semua Oradexon jadinya bisa-bisa disangka palsu.
Ini memang dilema bagi perusahaan obat yang produknya dipalsu. Para pemalsu tahu kelemahan ini. Di tengah sulitnya mengambil keputusan, jalan keluar yang ditempuh kemudian adalah menyerahkan kasus pemalsuan kepada polisi.
"Kami akhirnya jadi tak henti-hentinya melakukan operasi, saking banyaknya obatobat palsu ," ujar Brigjen. Pol. Koesparmono Irsan, Direktur Reserse Polri. Tak mudah bagi polisi, rupanya. Kata Koesparmono terus terang, "Lama-lama pusing juga, karena hasilnya juga tidak memadai." Mengapa? Koesparmono mengeluh, hukuman yang dijatuhkan pada pemalsu obat umumnya hanya 3 sampai 4 bulan. Soalnya sulit mencari pasal untuk menghukum. Padahal, pihak Polri sudah dengan susah payah…
Keywords: -
Artikel Majalah Text Lainnya
Ini Keringanan atau Deal yang Rasional?
1994-02-05Setelah mou ditandatangani, penggubah lagu pop rinto harahap akan diakui kelihaiannya dalam bernegosiasi perkara utang-piutang.…
Modifikasi Sudah Tiga Kali
1994-02-05Perundingan itu hanya antara bi dan pt star. george kapitan bahkan tidak memegang proposal rinto…
Cukup Sebulan buat Deposan
1994-02-05Utang bank summa masih besar. tapi rinto harahap yakin itu bisa lunas dalam sebulan. dari…