Menentang Kemapanan Kelas Menengah

Edisi: 35/18 / Tanggal : 1988-10-29 / Halaman : 73 / Rubrik : MS / Penulis :


SIAPAKAH Rolling Stones ? Ketika berdiri pada musim semi tahun 1963 kelompok musik ini terasa liar dan agresif. Tidak seperti The Beatles yang manis (meskipun memprotes) Rolling Stones yang muncul "kampungan" itu bukan karena mereka dari kelas bawah, tetapi sebagai sikap pilihan yang sengaja dipakai, menentang kemapanan kelas menengah.

Sesungguhnya mereka bukan tukang protes, tapi lebih merupakan sekelompok anak muda yang mempergunakan musik untuk menjadi kaya dan terkenal. Mereka bukan pahlawan, hanya anak muda yang berambisi mengangkat kesederhanaan musik R & B atau Rhythm and Blues -- musik yang kasar, yang dimengerti oleh sekelompok orang -- ke kalangan yang lebih luas.

Menurut ukuran standar musik pop Inggris tahun 1960-an yang sedang melahirkan The Beatles, musik Stones memang urakan. Iramanya cepat, padat, dan tajam kontras dengan keriangan Beatles -- dengan tonjolan pada penampilan vokal, gitar, dan alat perkusi. Mick Jagger dengan raut muka anak nakal dan bibir dower menyanyi dengan kurang ajar. Ia sering berdesah, sengaja kepeleset mengucapkan kata-kata, tak hanya sekadar bertujuan agar terdengar seksi. Stones yang hadir dengan rambut gdhdrong dan kumal lalu seakan-akan mewakili kebebasan.

Musik Stones lebih tepat digolongkan rock'n roll, bukan rhythm, juga bukan blues. Mereka sendiri mengaku musiknya bersumber dari musik "hitam". Setidaknya itu erat kaitannya dengan pemusik kulit hitam -- Keith Richards (gitar) adalah penggemar Chuck Berry (raja rock'n roll); Brian Jones memuja (gitar) Elmore James (jazzer); pemukul drum Charlie Watts juga doyan jazz. Sedangkan Mick sendiri ketagihan blues sejak berumur belasan tahun.

Mick sebenarnya tidak ambil pusing apakah ia memainkan blues, jazz, rock'n roll, atau pop. Baginya semua musik sama. "Selama main musik aku tidak mendefinisikannya. Mas Brian Jones menyebutnya sebagai R & B, ada yang bilang blues dan ada juga yang menamakan rock'n roll. Aku sendiri menolak definisi itu," kata Mick.

Banyak yang mengatakan musik Stones alami, ekspresif, dan seksi. Mick secara naluriah memahaminya, mengekspresikannya dengan baik. Dia menjadi lambang agresivitas dan seksualitas: dua hal yang amat populer di kalangan remaja dalam dekade itu.

Kelebihan Mick, dia punya kejujuran di balik semua itu, lalu membeberkan apa yang diinginkan dan apa yang tak dimilikinya. Bahkan…

Keywords: -
Rp. 15.000

Artikel Majalah Text Lainnya

S
Skandal Bapindo dalam Irama Jazz
1994-05-14

Harry roesli dan kelompoknya mengetengahkan empat komponis muda, dan kembali menggarap masalah sosial. dihadirkan juga…

N
Ngeng atau Sebuah Renungan Sosial
1994-05-21

Djaduk ferianto, yang banyak membuat ilustrasi musik untuk film, mementaskan karya terbarunya. sebuah perpaduan musik…

A
Aida di Podium yang Sumpek
1994-05-21

Inilah karya kolosal giuseppe verdi. tapi london opera concert company membawakannya hanya dengan enam penyanyi,…