Nyamuk, Sambal Dan Tekad Di Senayan
Edisi: 28/17 / Tanggal : 1987-09-12 / Halaman : 77 / Rubrik : OR / Penulis :
TRI WAHYUNI
MEREKA berteriak, meloncat, menerjang dan memukul. "Syaat. . . syaat. . .!". Di bawah sinar neon yang agak redup -- karena banyak bola lampu yang sudah putus -- 15 pesilat yang berlatih di Senayan itu tampak sangat bersemangat.
Keringat mengucur. Napas pun ngos-ngosan. Tri Wahyuni, 23 tahun, pesilat putri teladan 1986, menyeka keringat sembari terbatuk-batuk setelah hampir dua jam berlatih. "Saya kena flu sejak kemarin," ujarnya. Seragam hitamnya basah kuyup. Putri pensiunan kapten polisi yang Desember lalu lulus dan IKIP Malang itu berkata, "Saya berusaha menyumbangkan medali emas. Tadi Pak Presiden sudah berpesan agar kita jadi juara umum."
Juara umum. Telah berbulan-bulan kata itu dipompakan dan dijejalkan dalam telinga dan otak para atlet dan pembina olah raga kita. Nama baik, gengsi, dan sederet alasan lain dijejerkan demi pencapaian gelar tersebut -- yang terlepas ke tangan Muangthai dua tahun silam dalan SEA Games di Bangkok. Maka, dana pun diupayakan. Otot digenjot, keringat diperah, dan otak diputar agar gelar kebanggaan itu bisa direbut kembali.
Di halaman belakang Istana Merdeka, Kamis siang pekan lalu, pesan serupa juga disampaikan Presiden Soeharto. Ia mengharapkan agar kontingen Indonesia -- yang terdiri dari 586 atlet dan 114 ofisial berusaha menjadi tuan rumah yang baik dalam SEA Games 9 - 20 September ini. "Tunjukkan prestasi semaksimal mungkin sehingga predikat juara umum bisa kembali ke Indonesia," kata Kepala Negara.
Harapan itu sebenarnya tak berlebihan, apalagi kalau diingat atlet Indonesia akan bertarung di kampung sendiri. Selain itu, inilah kontingen dengan jumlah atlet terbanyak di antara delapan negara peserta. (Malaysia cuma mengirimkan 322 atlet, Singapura 338, Muangthai 371, Burma 109, Filipina 303, Brunei 127, dan Kamboja 26). Ini juga jumlah terbesar yang pernah dikirim Indonesia ke SEA Games. Untuk mempersiapkan atlet ini sejak Desember lalu dihabiskan dana Rp 4,8 milyar. Semuanya berasal dari sumbangan Porkas.
Hanya Indonesia satu-satunya peserta yang bertanding di 27 cabang olah raga yang dipertarungkan dalam pesta ini. Ini berarti tuan rumah memiliki kans mengumpulkan medali lebih besar dibandingkan peserta lain yang absen pada cabang-cabang tertentu.
Muangthai sebagai juara umum SEA Games 1985 dan rival terberat, misalnya, akan absen di cabang angggar (memperebutkan 8 medali), gulat (20 medali), dan softball (2 medali). Meski ikut bertanding, peluang mereka juga tipis di beberapa cabang lain, umpamanya di cabang pencak silat (15 medali), angkat besi dan binaraga (36). Tak salah kalau wakil Sekjen Komite Olimpiade…
Keywords: -
Artikel Majalah Text Lainnya
Hidup Ayrton Senna dari Sirkuit ke Sirkuit
1994-05-14Tanda-tanda maut akan mencabut nyawanya kelihatan sejak di lap pertama. kematian senna di san marino,…
Mengkaji Kans Tim Tamu
1994-05-14Denmark solid tapi mengaku kehilangan satu bagian yang kuat. malaysia membawa pemain baru. kans korea…
Kurniawan di Simpang Jalan
1994-05-14Ia bermaksud kuliah dan hidup dari bola. "saya ingin bermain di klub eropa," kata pemain…