Wajib Helm, Dari Aceh Sampai Kediri
Edisi: 37/17 / Tanggal : 1987-11-14 / Halaman : 39 / Rubrik : NAS / Penulis :
MUKHTAR Abdullah, 41 tahun, pedagang kain, mengendarai Honda GL Max miliknya, meluncur di jantung Kota Banda Aceh. Istrinya duduk di boncengannya. Memasuki Jalan Balai Kota, tiba-tiba pasangan suami istri yang sedang mencari angin itu disetop polisi. "Maaf, apa Bapak tak sayang pada Ibu?" sapa pak polisi.
Dengan tersipu-sipu Mukhtar menyadari maksud pertanyaan itu. Ia memang mengenakan helm sebagai pelindung kepala, tapi istrinya tak menggunakannya. "Kalau terjadi kecelakaan, yang kasihan, ya, Ibu," kata polisi itu lagi. Untung saja, Muchtar tak kena tilang. Ia hanya diperingatkan agar tak lagi mengulang perbuatannya: membiarkan yang diboncengkannya tanpa menggunakan helm.
Itulah gambaran salah satu upaya polisi di Aceh dalam mengampanyekan wajib helm dengan cara persuasif. Sekalipun sudah diperkenalkan sejak April lalu, masyarakat Tanah Rencong tampaknya perlu waktu untuk memahami arti helm sebagai pelindung kepala.
Hal ini bisa dimengerti. Apalagi di daerah yang dikenal sebagai Serambi Mekah itu, belakangan ini telah muncul berbagai protes kecil. Sebuah unjuk rasa yang tak puas terhadap kewajiban memakai helm telah meletup Juli lalu di Beureunun -- 13 km dari Sigli. Sekitar 250 anak muda menyerbu kantor Polsek dan melemparinya dengan batu.
Kisah yang hampir serupa juga terjadi di Kabupaten Aceh Utara. Ratusan murid SMTA melakukan aksi pelemparan terhadap kantor Polsek di Peusangan, Agustus lalu. Soalnya juga sama: gara-gara tak suka helm.
Tak hanya itu, isu antiwajib helm di pelosok Kabupaten Pidie malah membias jadi isu agama. "Apa-apaan ini?! Orang tak memakai helm sampai dikejar-kejar polisi. Sedangkan orang yang tak melakukan salat -- yang wajib dalam agama -- tak pernah ditilang," ucap seorang khatib Jumat di sana.
Melihat berbagai gejala itulah pihak kepolisian menyadari ada "sesuatu" yang tak beres. "Kami akui memang, ada polisi yang salah melakukan pendekatan," kata Letkol Pol Drs. Sebastian Koto,…
Keywords: -
Artikel Majalah Text Lainnya
Setelah Islam, Kini Kebangsaan
1994-05-14Icmi dikecam, maka muncul ikatan cendekiawan kebangsaan indonesia alias icki. pemrakarsanya adalah alamsjah ratuperwiranegara, yang…
Kalau Bukan Amosi, Siapa?
1994-05-14Setelah amosi ditangkap, sejumlah tokoh lsm di medan lari ke jakarta. kepada tempo, mereka mengaku…
Orang Sipil di Dapur ABRI
1994-05-14Sejumlah pengamat seperti sjahrir dan amir santoso duduk dalam dewan sospol abri. apa tugas mereka?