Multatuli Atau Yang Banyak Menderita ; Multatuli Atau Banyak Menderita

Edisi: 40/17 / Tanggal : 1987-12-05 / Halaman : 65 / Rubrik : SEL / Penulis :


TATAP matanya tajam. Bola matanya yang kecokelatan itu bila memandang serasa menusuk lurus. Rambutnya halus disisir ke belakang, dibelah pinggir di sisi kiri.

Kemerahan. Kumisnya tebal. Kadang dibiarkannya panjang, menggapai bibir. Dahi lebar, mengesankan seorang yang berpikir.

Sosok itulah Douwes Dekker yang terkenal itu. Dialah yang memakai nama samaran Multatuli; yang oleh Bung Karno ucapannya bahwa negeri kepulauan ini adalah zamrud khatulistiwa, sering disebut-sebut dalam pidato; yang namanya diabadikan sebagai nama jalan di negeri yang bukan negerinya (Jalan Multatuli di Rangkasbitung, Jawa Barat). Dan yang karyanya dibaca dan dibicarakan oleh jutaan manusia hingga saat ini.

Belanda belum lama bercokol kembali di Indonesia, ketika itu. Si Inggris Raffles baru saja hengkang. Di tanah Minang, pemberontakan Paderi menjelang pecah. Kala itulah di Korsjespoortsteeg, Amsterdam, Belanda, satu keluarga sederhana dikarunia kebahagiaan. Tepatnya pada 2 Maret 1820, lahirlah si bayi Douwes Dekker, di rumah yang kini dijadikan Museum Multatuli.

Tak ada yang istimewa pada masa kecil Dekker. Gerard Termorshuizen, yang menulis kata pengantar dalam Max Havelaar, hanya menyebutkan, "Ia banyak menimbulkan kesukaran karena wataknya yang gelisah dan sukar."

Ayah Dekker seorang kapten kapal dagang. Tentunya ia jarang di rumah. Keluarga ini, keluarga Protestan, kemudian mendorong Dekker menjadi menjadi pendeta. Karena itu, di usia 12 tahun ia dimasukkan sekolah Latin, untuk menerima pelajaran-pelajaran agama Baptis. Sekolah itu tak diselesaikannya.

Douwes Dekker urung jadi pendeta. Ia malah bekerja sebagai pramuniaga perusahaan tekstil sebagai buruh termuda, 15 tahun. Tak lama. Tiga tahun berikutnya ia memilih mengadu nasib di tanah jajahan Jawa.

Pada 23 September 1838, kapal yang dikapteni ayahnya dan dikemudikan oleh abangnya membawanya hingga merapat di pelabuhan Batavia. Tak lama ia menganggur. Tahun berikutnya Dekker sudah menerima gaji sebagai klerk di sebuah kantor keuangan di Batavia.

Anak muda itu lalu meniti karier sebagai pegawai negeri. Pada usia 22 tahun, ia dipindahkan ke Natal, Sumatera Barat, sebagai kontrolir (pejabat Belanda yang mengawasi kepemimpinan pribumi di suatu kawedanan). Inilah saat pertama kali baginya bersinggungan langsung dengan…

Keywords: -
Rp. 15.000

Artikel Majalah Text Lainnya

Z
Zhirinovsky, Pemimpin dari Jalanan
1994-05-14

Vladimir zhirinovsky, ketua partai liberal demokrat, mencita-citakan terwujudnya kekaisaran rusia yang dulu pernah mengusai negara-negara…

J
Janji-Janji dari Nigeria
1994-03-12

Di indonesia mulai beredar surat-surat yang menawarkan kerja sama transfer uang miliaran rupiah dari nigeria.…

N
Negeri Asal Surat Tipuan
1994-03-12

Republik federasi nigeria, negeri yang tak habis-habisnya diguncang kudeta militer sejak merdeka 1 oktober 1960.…