Perdamaian Di Angkasa Luar ...
Edisi: 47/16 / Tanggal : 1987-01-17 / Halaman : 35 / Rubrik : SEL / Penulis :
INILAH sebuah kisah tentang sebuah rencana besar: mendaratkan manusia di Planet Mars. Dan karena rencana ini, bisa jadi planet yang memakai nama Dewa Perang dari mitologi Yunani itu akan menjadi perantara damai antara Amerika Serikat dan Uni Soviet. Para ahli angkasa luar kedua negara adidaya itu kini mencoba bersatu untuk menaklukkan sang dewa.
Planet Mars bagi orang-orang bumi memang sebuah spekulasi yang sangat menarik. Bukan karena planet ini berwarna merah, melainkan inilah planet terdekat dengan bumi yang menjanjikan adanya kehidupan. "Ini adalah pilihan logis setelah penjelajahan bulan," kata William I. Purdy Jr., manajer proyek pengamatan Mars di Jet Propulsion Laboratory (JPL). Coba saja bandingkan data-data tentang Mars dengan tetangganya yang lebih dekat ke bumi, yakni Venus. Planet tersebut belakangan itu ukurannya memang lebih mirip bumi, tapi iklim dan cuaca di situ sungguh mustahil untuk menampung kehidupan. Bayangkan saja, suhu di Venus diperkirakan berkisar antara 320 dan 700 derajat Celsius. Bandingkan dengan suhu tertinggi di Padang Arafah, Arab Saudi, yang tercatat, yaitu 60 derajat Celsius. Pada suhu itu, di Arafah manusia sudah merasa jauh dari nyaman, sudah setengah mampus. Nah, lima kali panasnya Arafah, bukan cuma air, tapi darah di tubuh akan segera mengering. Bahkan bakteri-bakteri yang masih bisa bertahan dalam suhu 100 derajat Celsius - suhu air mendidih - boleh meringis (kalau punya mulut dan gigi), lalu silakan mati. Dan itu masih ditambah dengan tekanan atmosfer Venus yang sekitar 90 kali lebih besar dari bumi. Artinya, hidup di Venus bagaikan berumah di dalam laut di kedalaman sekitar 900 m. Manusia bukan hanya lalu sesak bernapas, tapi dada yang melindungi paru-paru ini akan jebol, pembuluh-pembuluh darah pecah, tempurung kepala meledak, dan otak berhamburan. Entah mengapa planet yang begini ini malah disebut dengan nama Venus, nama dewi asmara Yunani.
Mungkin para ahli astronomi memang suka memakai gaya bahasa kontradiktif. Sebaliknya dengan Venus, Mars si "Dewa Perang" hadir menjadi anggota Tata Surya Bima Sakti dalam kondisi yang masih bisa disebut manusiawi. Memang ada sebabnya, antara lain karena planet merah tapi lebih dingin daripada bumi ini terletak jauh dari matahari dibandingkan dengan letak bumi, apalagi Venus. Di Mars, kata sejumlah ahli, terdapat indikasi kehadiran air, dan itu berarti mendukung dugaan adanya kehidupan di planet tersebut. Cukup banyak cendekiawan yang berpendapat, kehadiran air adalah awal kehidupan. Tak heran jika banyak penulis science fiction acap kali membayangkan adanya kehidupan mirip bumi di Mars.
Tapi sudah barang tentu terbang menembus atmosfer, mengarungi angkasa luar menuju Mars bukan soal mudah. Besarnya biaya dan pelikya teknologinya membuat negara adidaya seperti AS dan Uni Soviet pun merasa tak mampu melakukannya sendirian - tak seperti ketika mengirim misi ke bulan. Maka, para ahli antariksa kedua negara itu pun bersepakat bahwa penjelajahan ini hanya dapat dilakukan jika AS dan Uni Soviet bergabung.
Ini jelas suatu langkah maju dalam kerja sama antariksa kedua negara. Dulu-dulunya bidang penjelajahan angkasa luar sebenarnya lahir dari persaingan sengit antara negara adidaya yang berseteru itu. Ketika Uni Soviet berhasil meluncurkan satelit pertama buatan manusia (Sputnik), 4 Oktober 1957, AS pun terpacu untuk menggalakkan kemampuan teknologi antariksanya. Sederetan sukses Uni Soviet di bidang ini, seperti peluncuran Kosmonaut Yuri Gagarin yang menjadi manusia pertama ke luar angkasa, 12 April 1961, terus mencambuk para ahli AS untuk mengejar ketinggalannya. Amerika Serikat baru merasa lega bisa menyaingi Uni Soviet setelah berhasil mendaratkan Neil Armstrong di bulan pada tahun 1969. Armstronglah manusia pertama yang berjalan-jalan di bulan - bulan yang ternyata tak seromantis suasana malam bulan purnama di bumi.
Sebenarnya, upaya kerja sama di bidang perangkasaluaran antara AS dan Uni Soviet sudah diteken pada 1972, untuk masa sepuluh tahun. Kedua negara menyadari semakin rumitnya teknologi yang diperlukan, dan semakin besarnya biaya yang dibutuhkan. Bulan madu ternyata tak berlangsung lama. Setelah mencapai titik terhangat ketika pesawat Apollo AS menyatu dengan pesawat Soyuz Soviet, 15 Juli 1975, program angkasa luar kedua negara kembali berjalan sendiri-sendiri .
Kesenjangan semakin terasa ketika pihak AS memutuskan untuk tidak memperbarui kerja sama itu, 1982. Maklum, hubungan politis kedua negara sedang mencapai titik terendah dengan terjadinya invasi Uni Soviet ke Afghanistan. Masalah kerja sama pun dikesampingkan.
Tapi bumi tampaknya memang harus bersatu. Peristiwa bergandengnya Apollo dan Soyuz tak hilang percuma oleh pertentangan politik kedua negara. Maka, ketika Gorbachev naik ke kursi pimpinan Soviet dan hubungannya dengan Reagan menghangat, semangat kerja sama ini pun segera menjelma pada rancangan yang lebih kongkret. Dan tiba-tiba planet merah itu pun terpilih sebagai salah satu acuan yang populer.
Kerja sama ini tampaknya memang sebuah keniscayaan. Kata Purdy, manajer proyek pengamatan Mars Amerika Serikat itu, "Biaya pengiriman misi ke Mars terlalu mahal untuk ditanggung sendiri oleh sebuah negara." Ia…
Keywords: -
Artikel Majalah Text Lainnya
Zhirinovsky, Pemimpin dari Jalanan
1994-05-14Vladimir zhirinovsky, ketua partai liberal demokrat, mencita-citakan terwujudnya kekaisaran rusia yang dulu pernah mengusai negara-negara…
Janji-Janji dari Nigeria
1994-03-12Di indonesia mulai beredar surat-surat yang menawarkan kerja sama transfer uang miliaran rupiah dari nigeria.…
Negeri Asal Surat Tipuan
1994-03-12Republik federasi nigeria, negeri yang tak habis-habisnya diguncang kudeta militer sejak merdeka 1 oktober 1960.…