Memburu Pembunuh Napoleon

Edisi: 50/16 / Tanggal : 1987-02-07 / Halaman : 43 / Rubrik : SEL / Penulis :


MEI 1821, Longwood House, St. Helena. Di senja itu terdengar gelegar meriam garnisun Inggris, menandakan tugas hari itu selesai. Kaisar menarik napas panjang. Dokter pengawas menghitung: 15 . . . 30 . . . satu menit. Tiba-tiba mata Kaisar terbuka. Seorang dokter lain yang berdiri dekat kepalanya mengusapkan telapak tangannya. Kedua bola mata itu tenggelam di kelopaknya. Denyutan nadi menghilang. Jam menunjukkan pukul 6 kurang 11 menit. Napoleon telah tiada.

Tugas mengurus kematian yang sendu itu pertama-tama jatuh ke tangan Louis Marchand, pelayan kepala. Dalam usia 30 tahun Marchand yang tegap itu telah 8 tahun mengabdikan diri kepada Napoleon dengan setia. Tak heran Kaisar dalam surat wasiatnya menyebut Marchand sebagai "sahabat".

Tiga minggu sebelumnya Kaisar sempat meninggalkan pesan kepada dokter pribadinya, "Setelah aku mati, yang waktunya takkan lama lagi, kuingin kau membelah badanku. Kuperintahkan kau tidak melewatkan apa pun dalam pemeriksaan itu. Engkau tak akan tahu apa yang salah dengan diriku sampai kaubelah badanku." Sesuai dengan wasiat itu, pada petang hari berikutnya direncanakan otopsi. Louis Marchand mempersiapkannya sejak pagi.

Di ruang bilyar, yang untuk sementara dijadikan kamar mayat, 17 orang yang ambil bagian dalam otopsi telah hadir sebelum pukul 2. Mereka itu Marchand dan para pembantunya, dua perwira Prancis, wakil-wakil gubernur Inggris, dan tujuh dokter.

Sebelum Kaisar - yang dikenal punya kekuatan fisik dan stamina yang begitu hebat - meninggal, kemunduran kesehatannya telah menjadi perdebatan pahit antara orang Prancis di Longwood House tempat Napoleon ditahan - dan penjaga-penjaga mereka orang Inggris. Para tahanan mempersalahkan udara St. Helena, dan menuduh pemerintah Inggris dengan sengaja mengirim Napoleon ke sana supaya mati. Dua dokter pribadinya memberi diagnosa "penyakit karena iklim".

Tuduhan itu menakutkan Hudson Lowe, gubernur Inggris di St. Helena, orang yang bertanggung jawab atas kondisi lingkungan di Longwood House. Ia pernah mengadili seorang dokter militer, gara-gara dokter itu mengatakan bahwa Napoleon menderita hepatitis karena lingkungan yang tak sehat. Selain itu, Lowe juga selalu khawatir bila Napoleon lolos, seperti enam setengah tahun sebelumnya di Elba.

Dari tujuh dokter, enam orang berkebangsaan Inggris dan berada di bawah disiplin keras Hudson Lowe. Keenamnya menyadari benar akibat dari yang mereka temukan. Dokter ketujuh, Francesco Antonmmarchi, 30, orang Korsika. Ia ahli patologi, telah jadi dokter pribadi Napoleon selama 16 bulan terakhir. Antommarchi-lah, atas permintaan pribadi Napoleon, akan bertindak sebagai pelaksana otopsi. Yang lain hanya akan jadi saksi.

Mula-mula Antommarchi memotong dan membelah dada Kaisar untuk melihat organ-organ vital. Jantung ditanggalkannya dan ditaruhnya dalam sebuah tabung berisi alkohol. Napoleon memang berpesan agar jantungnya dikirimkan kepada jandanya, Marie Louise, yang tak mau menyertainya dalam pengasingan. (Pesan itu tak terlaksanakan, karena gubernur Inggris mencegahnya, dan kemudian menguburkan jantung itu beserta jasadnya.) Antommarchi kemudian melepaskan perut besar, yang pada pendapat bersama merupakan sumber penyakit fatal Kaisar. Perut itu dibuka agar semua yang hadir dapat menyaksikannya.

Ketujuh dokter ternyata tak sependapat tentang penyebab kematian Kaisar. Karenanya, mereka menulis empat laporan terpisah. Hanya satu hal yang mereka sepakati, yakni hadirnya bisul di perut dekat pylorus. Antommarchi menyimpulkan, itu "kanker ulcer". Dokter-dokter Inggris mengatakan "bagianbagian scirrhouslah yang menyebabkan kanker". Laporan resmi menyatakan bahwa kematian Napoleon disebabkan oleh pylorus - laporan inilah yang umumnya dipercaya orang. Dan karena penyakit itu jadi kematian ayahnya pula, disimpulkanlah bahwa ia telah menderita penyakit turunan. Hal itu jelas membebaskan Gubernur Lowe dari beban dan tanggung jawab sejarah besar.

Salah satu dokter Inggris, Thomas Shortt, mendapat kesan bahwa hati Kaisar telah membengkak. Itulah laporan yang tak diharapkan oleh Lowe, karena dengan demikian mendukung pendapat bahwa kondisi kesehatan di St. Helena buruk. Lowe memanggil Shortt dan memerintahkan bagian itu dicabut. Dokter tersebut dengan berat hati menurut. Tapi begitu keluar dari St. Helena, ia mencatat kejadian itu. Antommarchi pun punya kesimpulan sama, yakni hati Napoleon membesar secara abnormal, walau tak jelas penyebabnya. Ia percaya orang Inggris bertanggung jawab atas kematian Napoleon. Dokter pribadi Kaisar itu menulis laporan apa adanya, sementara Lowe tak bisa berbuat apa-apa.

Tiga hari kemudian, 9 Mei, Napoleon dikuburkan di sebuah lembah di Pulau St. Helena. Pada 27 Mei semua pengiringnya berangkat ke Inggris dengan kapal Camel. Pada 25 Juli, hari ke-59 dalam pelayaran, Louis Marchand dipanggil ke kabin Count Charles-Tristande Montholon. Di kamar yang sempit itu Marchand bergabung dengan dua orang pelaksana pewarisan: Henri-Gratien Bertrand, bekas kepala upacara di istana Napoleon, dan Montholon sendiri. Bersama mereka hadir juga Pendeta Angelo Vigneli yang telah menyaksikan ketika surat wasiat itu ditanda tangani.

Montholon dan Bertrand dua perwira yang terus mendampingi sang bekas kaisar selama dalam pengasingan. Dalam tahun-tahun yang penuh kesulitan itu keduanya bersaing untuk jadi orang kesayangan Napoleon. Pada bulan-bulan terakhir Montholon yang tampan dan aristokrat sejati berhasil mengalahkan Bertrand yang lebih pendiam dan tenang. Padahal, Bertrand lebih lama mendampingi Napoleon. Montholon ditunjuk sebagai pelaksana pewarisan pertama dan dipercaya menyimpan surat itu. Sekarang kemenangan itu sempurna: ia akan membacakan surat wasiat, sementara saingannya tinggal duduk dengan tenang.

Dari isi dokumen yang dibacakan Montholon itu terlihat bahwa Napoleon seorang yang ahli dalam detail. Marchand, kepala pelayan itu, mendapat warisan uang dan barang-barang permata yang cukup sebagai bekal menempuh sisa hidupnya. Ia sangat gembira karena mendapat sebutan "sahabat" dari Mendiang. Selain itu, ia mendapat tugas istimewa. Yaitu bertanggung jawab atas tiga kopor kayu berisi barang-barang pribadi Almarhum. Di antara benda-benda dalam kopor itu terdapat segumpal rambut yang harus dibagi-bagikannya kepada orang-orang terdekat dan sahabat-sahabat. Hampir satu setengah abad kemudian rambut itu menjadi kunci terpenting untuk membuka rahasia kematian di St. Helena.

Gotteborg, Swedia, Musim Gugur 1955.

Pada usia di awal 50-an Sten Forshufvud membagi waktunya sebagai dokter gigi dan hobinya yang utama, yakni serologi - ilmu darah dan yang berhubungan dengan itu, misalnya toksikologi atau ilmu racun. Di samping itu, ia masih punya hobi lain yang tak kalah digandrunginya, yakni segala sesuatu yang berhubungan dengan Napoleon. Kamar duduknya dihiasi dengan hiasan-hiasan memorabilia berbau Napoleon. Gambar kaisar Prancis mengenakan jas penobatan terpampang di dinding. Di bagian atas sebuah pigura besar yang mengikat cermin antik lebar, terukir sang kaisar selagi muda, rambutnya terurai panjang. Itulah ketika Napoleon diangkat sebagai konsul pertama. Lalu di atas jam meja terpasang patung orang yang dikaguminya itu menunggang kuda. Di lemari terletak keramik yang dihiasi dengan lukisan lebah, lambang pribadi Kaisar. Di rak di kamar kerjanya penuh buku tentang Napoleon .

Hobi itu diturunkan dari ayahnya, seorang dokter pula. Bagaimana tidak, bila ia dibesarkan di daerah yang menggemakan nama Napoleon. Ia hafal kutipan kata-kata Napoleon. Dan dalam usia 14 tahun, ketika duduk di sekolah menengah, Forshufvud pernah menulis tentang Napoleon untuk lomba mengarang. Dalam karangan itu disebutnya Napoleon sebagai "salah seorang tokoh besar dalam sejarah dunia".

Malam itu, di bawah pandangan beberapa pasang mata sosok Napoleon yang terpampang di dinding, ia membaca memoar yang ditulis oleh Louis Marchand - pelayan kepala yang mendampingi Napoleon di saat-saat terakhir. Marchand menujukkan memoar itu kepada anak perempuannya, "Untuk menunjukkan kepadamu dan anak-anakmu bahwa Kaisar adalah untukku." Baru ketika satu-satunya cucu Marchand mengizinkan, memoar itu diterbitkan. Jilid kedua yang meliput masa St. Helena baru saja terbit di Prancis.

Forshufvud selalu percaya bahwa Napoleon mati prematur. Itu merupakan tragedi terbesar di dunia. Usia Kaisar baru 45 ketika ia dibuang. Sebenarnya ia masih bisa memerintah Prancis untuk 20 tahun lagi.

Forshufvud selalu mengikuti perdebatan di kalangan para spesialis tentang kematian tokoh pujaannya itu. Baik dokter maupun sejarawan masih saja mengulangi lusinan teori yang semuanya didasarkan pada laporan otopsi. Forshufvud tak percaya bahwa Napoleon mati karena kanker. Ia yakin tak ada yang bisa tahu sebab kematian itu, bila cuma membaca laporan otopsi. Karenanya, ia berpikir, barangkali saja Marchand bisa menyodorkan bukti-bukti baru.

Malam itu ia membaca laporan pandangan mata dari hari ke hari dalam Mei 1821. Ia menemukan hal-hal baru yang lebih detail. Marchand melukiskan bagaimana perasaan Napoleon di suatu hari tertentu, bagaimana tawanan terhormat itu melukiskan hal yang dideritanya, apa yang dimakannya, dan bagaimana reaksinya. Ia pun bercerita bagaimana Napoleon bereaksi terhadap obat yang diminum tanpa persetujuannya, dan bagaimana reaksi tubuh Napoleon kemudian.

Sambil membaca, pikiran dokter itu menerawang ke studinya tentang racun. Mungkinkah Napoleon telah diracuni? Kelihatannya demikian, dan itu tidak dilakukan dengan cara memberi dosis yang mematikan, karena bekasnya pasti akan terlihat dalam otopsi. Bagaimana kalau ia diracuni dengan perlahan-lahan dan berlangsung berbulan-bulan, malah bertahun-tahun?

Forshufvud menemukan pola informasi Marchand tentang Napoleon yang selalu berulang: rasa kantuk dan tak bisa tidur yang bergantian, kaki bengkak dan rambut - kecuali yang di kepala - rontok. Itu semuanya tanda-tanda keracunan (atau lebih populer dengan sebutan intoksikasi) arsenik. Ia sekarang ingat bahwa dokter pribadi Napoleon, Antommarchi, dan dokter Inggris Shortt mencatat pembesaran limpa, tapi kelihatannya bukan karena penyakit. Limpa seorang korban arsenik, Forshufvud tahu, akan membengkak.

Arsenik sudah lama ada. Racun itu sudah populer di Prancis, dan di zaman Napoleon dikenal sebagai "bubuk warisan",…

Keywords: -
Rp. 15.000

Artikel Majalah Text Lainnya

Z
Zhirinovsky, Pemimpin dari Jalanan
1994-05-14

Vladimir zhirinovsky, ketua partai liberal demokrat, mencita-citakan terwujudnya kekaisaran rusia yang dulu pernah mengusai negara-negara…

J
Janji-Janji dari Nigeria
1994-03-12

Di indonesia mulai beredar surat-surat yang menawarkan kerja sama transfer uang miliaran rupiah dari nigeria.…

N
Negeri Asal Surat Tipuan
1994-03-12

Republik federasi nigeria, negeri yang tak habis-habisnya diguncang kudeta militer sejak merdeka 1 oktober 1960.…