Santri Diantara Beringin & Bintang

Edisi: 52/16 / Tanggal : 1987-02-21 / Halaman : 24 / Rubrik : NAS / Penulis :


NU kembali ke Khittah 1926 dan, apa boleh buat, PPP bakal kehilangan pendukung. Saiful Mudjab, Wakil Ketua PB NU, memperkirakan, "Sekitar 60% warga NU akan mendukung Golkar." Dukungan terutama tampaknya akan datang dari kalangan pesantren dengan kiai yang menjadi sentralnya.

Perkiraan Mudjab mungkin benar. Tetapi angka yang diramalkannya barangkali masih dapat dipertanyakan. Banyak pesantren yang tidak begitu saja mau bercerai dengan PPP. Di Aceh, setidaknya, cukup banyak pesantren yang masih merasa klop di bawah panji-panji PPP. Umpama saja Dayah (Pesantren) Darul Muta'allimin, di Peureulak, Aceh Timur. Dengan jumlah santri yang hanya sekitar 150, dan ribuan alumnusnya pesantren ini cukup berpengaruh. Tokohnya, Teungku H. M. Yusuf Ibrahim bergelar Abu Kruet Lintang, yang wafat November 1985 - selalu dimintai pendapatnya bila MUI Aceh hendak mengeluarkan fatwa.

Kharisma Teungku Yusuf memang memancar jauh ke luar lingkungan pesantrennya. Ia selalu menjadi panutan. "Bila hendak memulai puasa atau berlebaran, masyarakat Peureulak tidak terlalu berpedoman pada pengumuman resmi pemerintah. Mereka akan melihat apa yang dilakukan Teungku," kata Syahrul Karim, 38, warga Peureulak.

Meski Teungku telah tiada, PPP tampaknya masih akan menjadi kiblat. Sebab, penggantinya, Drs. Teungku Abdullah Yusuf, 27, bertekad meneruskan garis ayah angkatnya. Dalam DCS, namanya memang tercatat sebagai calon (termuda) anggota DPRD dari PPP.

Sikap sami'an wa ta'atan - yang datang dari atas, laksanakan -- rupanya, masih banyak dianut para santri. Atau seperti dikatakan A. Rivai Batubara, alumnus Pesantren Mushtafawiyah di Tapanuli Selatan "Santri umumnya lebih banyak ber-taqlid -- tunduk ketimbang diskusi."

Sejak Pemilu 1955, pesantren yang sudah berumur tiga perempat abad dan kini punya hampir 5.000 santri itu terlihat condong ke partai Islam. Pada pemilu-pemilu di masa Orde Baru, peranan pesantren ini cukup besar dalam pengumpulan suara buat NU, dan kemudian PPP. Kampanye yang dilakukan tokoh pesantren ini -- berkat pengarahan dari Nuddin Lubis, tokoh PPP -- memang cukup mengena. Nuddin adalah alumnus Mushtafawiyah.

Sampai-sampai pada Pemilu 1982 Golkar tak berani muncul di wilayah Purba Baru, lokasi pesantren berdiri. Jangankan berkampanye, untuk berbisik-bisik pun mereka takut. "Takut dituding berbuat yang tidak-tidak, misalnya dituduh bukan Muslim," ujar Basyarudin, Kepala Desa Purba Baru.

Penduduk Aceh umumnya memang mempunyai fanatisme tinggi. Menjelang Pemilu 1971, misalnya, orang kedua di Mushtafawiyah yang bernama H. Abdur Rahim Syaiman dapat direkrut Golkar. Dia kontan dicap pengkhianat dan harus mengungsi ke daerah Panyabungan. Di situ, dengan bantuan dana dan dukungan penuh dari Golkar, ia mendirikan pesantren baru: Darul Hikmah.

Meski warna Musthafawiyah cukup jelas, banyak pejabat yang tetap menyempatkan diri bertandang. Tercatat mlsalnya nama Brigjen Edy Sudrajat, Panglima Kodam II/Bukit Barisan kala itu, dan Brigjen Harsudiyono Hartas, Pangdam berikutnya, pernah bertamu. Dan pada bulan Agustus 1985, tamu yang datang adalah Pangab Jenderal L.B. Moerdani. "Usai berkunjung, beliau mengupayakan bantuan Rp 30 juta," kata A. Mushtata, Direktur Pesantren Darul Hikmah.

Gencarnya kunjungan mungkin ada hubungannya dengan sikap Mushtafa. Menjelang Pemilu 1982, ia mengaku dltawari untuk jalan-jalan ke Prancis dan diajak memilih beringin. Padahal, biasanya ia gencar berkampanye…

Keywords: -
Rp. 15.000

Artikel Majalah Text Lainnya

S
Setelah Islam, Kini Kebangsaan
1994-05-14

Icmi dikecam, maka muncul ikatan cendekiawan kebangsaan indonesia alias icki. pemrakarsanya adalah alamsjah ratuperwiranegara, yang…

K
Kalau Bukan Amosi, Siapa?
1994-05-14

Setelah amosi ditangkap, sejumlah tokoh lsm di medan lari ke jakarta. kepada tempo, mereka mengaku…

O
Orang Sipil di Dapur ABRI
1994-05-14

Sejumlah pengamat seperti sjahrir dan amir santoso duduk dalam dewan sospol abri. apa tugas mereka?