Trunyan: Upacara Sepanjang Hayat
Edisi: 52/16 / Tanggal : 1987-02-21 / Halaman : 47 / Rubrik : SEL / Penulis :
GEMERINCING suara piring beradu. Puluhan orang, laki-laki dan perempuan, mencicipi makanan dengan lauk ala kadarnya. Sebagian lagi, di sudut ruang yang sempit, enam orang perempuan tua asyik menekuni pekerjaan masing-masing. Ada seikat daun kelapa yang masih kuning, ada daun lontar. Daun dipilah, dirangkai. Kemudian jadilah canang sari dan tangkih, wadah untuk sesajen. Tetapi tak ada irama gamelan di rumah keluarga Nang Payu, di Banjar Tangguntiti, Desa Trunyan, Bali, itu di akhir Januari lalu.
Hari-hari itu adalah hari-hari sibuk keluarga Nang Payu, 45. Hari-hari upacara untuk membersihkan diri dan keluarganya, juga desa tempat tinggal, dari keadaan sebel. Yakni keadaan tidak suci akibat dalam keluarga ini lahir anak kembar. "Jalan untuk melepaskan diri dari keadaan tidak suci adalah harus melakukan upacara malik sumpah," begitu Nang Seripen, 42, seorang tokoh masyarakat Trunyan menjelaskan .
Di Trunyan, seperti sudah diketahui -- terutama setelah disertasi James Danandjaja, dosen antropologi FISIP UI ditulis -- melahirkan anak kembar dianggap buruk. Ini agak berbeda dengan kepercayaan orang Bali pada umumnya. Anggapan umum tentang kelahiran kembar yang berjenis kelamin berbeda (disebut buncing) adalah sehubungan dengan legenda cucu Raja Bali Maya Danawa yang bernama Gajah Wastra. Sang cucu kemudian melahirkan anak kembar buncing. Dan sejak saat itu rakyat Bali tidak diperbolehkan melahirkan anak kembar seperti itu. Konon dianggap lancang menandingi raja. Bedanya dengan di Trunyan, kembar dengan kelamin sejenis bukanlah sebel.
Akibat kelahiran anak kembar keluarga Nang Payu, seluruh Desa Trunyan ikut dilanda sebel. Karena itu, tahun lalu di Trunyan tidak dapat dilangsungkan upacara saba gede - upacara besar, yang mestinya dilakukan tiap tahun, untuk memperingati sekaligus menghormati dewa tertinggi Trunyan. "Semua upacara yang berkaitan dengan agama dan kepercayaan di Trunyan tidak dapat dilakukan manakala desa dalam keadaan kotor," tutur Seripen pula.
* * *
Upacara yang dilakukan keluarga Nang Payu sungguh mahal untuk tingkat sosial-ekonomi Trunyan. Keluarga yang tergolong sederhana ini menyediakan biaya sekitar Rp 500.000, antara lain untuk membeli beras, seekor kambing, beberapa ekor itik, serta berbagai perlengkapan sesajen. Ada keyakinan di desa yang unik ini, "Kalau gede maturan, berarti gede nunas," kata Seripen. Jika besar yang dipersembahkan, besar pula imbalan yang diterima. Dan dalam soal menjalankan suatu upacara -- termasuk upacara malik sumpah -- penduduk Trunyan memang mempertaruhkan gengsi .
Dari tiga tingkatan upacara yang ada, dari yang terkecil hingga yang terbesar, orang Trunyan biasanya memilih yang terbesar. Soal biaya? Ah, mereka ternyata pandai menabung jika tujuannya untuk menyelenggarakan suatu upacara. Caranya, umpamanya, dengan menyisihkan sebagian hasil ladang, sejak setahun sebelumnya. "Manusia tanpa upacara, menurut orang Trunyan, sama dengan gelandangan," kata Seripen pula, untuk menjelaskan mengapa untuk upacara bisa ada biaya dan untuk yang lain tidak.
Sebelum upacara malik sumpah, keluarga Nang Payu, sejak kelahiran bayi kembarnya -- yang kemudian kedua-duanya meninggal -- dikucilkan dari pergaulan desa. Keluarga ini, seperti telah disebut, dianggap telah melakukan perbuatan buruk. Tapi keburukan itu bukan lantaran mereka menyamai yang dilakukan oleh Raja Gajah Wastra, seperti dalam legenda yang hidup di Bali di luar Trunyan. Di Trunyan soal anak kembar ini lebih berat bobotnya, karena dianggap menandingi Tuhan. Dalam diri orang Trunyan hidup suatu kepercayaan bahwa Tuhan yang mereka sembah, Ratu Pancering Jagat, dan permaisurinya, Ratu Ayu Pingit Dalem Dasar, adalah anak kembar. Mereka dilahirkan oleh seorang dewi yang turun dari langit karena tertarik harumnya kemenyan. Harum kemenyan itu berasal dari pohon kemenyan yang tumbuh di daratan yang sekarang disebut Trunyan itulah. Adapun kelahiran kedua anak kembar itu karena sang dewi disetubuhi secara diam-diam oleh sang matahari.
Beberapa hari sebelum upacara, keluarga Nang Payu, diikuti oleh sejumlah penduduk Trunyan, melakukan perjalanan nglungang. Inilah perjalanan yang bersifat prosesi keagamaan, menuju ke suatu tempat yang disebut Kladang. Di tempat yang oleh orang Trunyan dianggap suci ini dipersembahkan berbagai sesajen, dengan maksud memohon kepada roh-roh jahat yang mengotori, baik keluarga Nang Payu maupun penduduk Desa Trunyan keseluruhan, agar tak mengganggu mereka lagi. Acara ini dipimpin oleh seorang balian -- tokoh yang biasa memimpin upacara keagamaan .
"Pada zaman dulu malah rumah keluarga yang melahirkan anak kembar itu dibakar," tutur Nang Seripen. Lama-kelamaan orang Trunyan mulai menyadari kerugian yang diakibatkan oleh kepercayaan demikian. "Kasihan, masyarakat di sini kebanyakan tergolong miskin. Kalau harus dibakar rumahnya, dia lalu tinggal di mana?" Belakangan dilakukanlah kompromi, upacara pembakaran rumah hanya secara simbolis. Yang dibakar paling-paling tempat tidur atau beberapa bagian dari rumah.
Upacara nglungang seluruhnya berlangsung tiga hari. Seluruh desa ikut serta dalam upacara ini, konon untuk menghormati kedatangan dewa Trunyan. Sesudah itu masih dilakukan upacara yang disebut nyimpen. Yakni mengembalikan peralatan upacara yang berupa lambang-lambang suci para dewa ke dalam pelinggih - tempat persemayaman para dewa.
Dosa beranak kembar, selain dihubungkan dengan legenda dewi yang turun dari langit, juga ada penilaian lain. Melahirkan anak kembar dianggap seperti binatang. Hanya binatang, begitu orang Trunyan percaya, yang mampu melahirkan anak lebih dari satu. Karena itu, hukumannya memang berat. Antara lain dikucilkan dari pergaulan. Tidak boleh melakukan persembahyangan dan memasuki lingkungan tempat peribadatan, sebelum melangsungkan upacara komplet.
Sebaliknya setelah upacara dilaksanakan, keluarga itu boleh bangga. "Keluarga itu menjadi sangat tinggi derajatnya," kata Nang Seripen. Orang-orang yang lahir kembar dianggap sebagai dewa hidup, terutama yang lahir kembar buncing. Yang buncing ini,…
Keywords: -
Artikel Majalah Text Lainnya
Zhirinovsky, Pemimpin dari Jalanan
1994-05-14Vladimir zhirinovsky, ketua partai liberal demokrat, mencita-citakan terwujudnya kekaisaran rusia yang dulu pernah mengusai negara-negara…
Janji-Janji dari Nigeria
1994-03-12Di indonesia mulai beredar surat-surat yang menawarkan kerja sama transfer uang miliaran rupiah dari nigeria.…
Negeri Asal Surat Tipuan
1994-03-12Republik federasi nigeria, negeri yang tak habis-habisnya diguncang kudeta militer sejak merdeka 1 oktober 1960.…