Teka-teki Pistol, Antara Ayam Dan...

Edisi: 06/17 / Tanggal : 1987-04-11 / Halaman : 56 / Rubrik : KRI / Penulis :

HARI masih pagi, baru pukul 10. Ketika itu Mohammad Abas Mahar berbelanja ke Pasar Cisalak, Bogor. Tak lama menyusul Sani Kristian. Pemuda itu tiada lain salah seorang anak tiri Pak De. Ia memberi tahu bahwa Abas diundang ke rumah dukun itu di Susukan, Cijantung, Jakarta Timur.

Hari itu 5 September 1986. Rupanya, ada pesan khusus untuk anggota satpam Bank Pembangunan Indonesia (Bapindo) itu. Pak De menyediakan sebilah jimat dari perunggu untuk Abas. Orang ini memang sudah sekitar lima bulan berguru pada Romo itu. Sebagai murid yang patuh, Abas segera berangkat -- setelah ia berganti pakaian.

Benar. Romo "mewariskan" jimat perunggu, yang belum jelas entah apa khasiatnya. Dan Abas diminta menebusnya dengan emas seberat tiga gram. "Tapi saya tak punya uang untuk membeli emas itu, Romo," katanya. Mohamad Siradjudin alias Romo alias Pak De mengangguk. Maklum.

Kemudian Pak De bertanya, "Kalau bertugas, kamu membawa senjata, Bas?" Abas menjawab, "Ya, Romo." Sebab, selama empat tahun ia memang sering mengawal para nasabah yang mengambil uang dari Bapindo di Jalan Gondangdia Lama, Jakarta Pusat.

Pembicaraan mereka lalu beralih ke soal-soal kerohanian. Tak terbersit sekilas pun di benak Abas, kalau Pak De bermaksud meminjam senjata -- apalagi untuk membunuh seseorang. Dalam pembicaraan sekitar dua jam itu, Abas memang tak curiga sama sekali.

Sabtu pekan silam, Abas inilah yang dihadirkan sebagai saksi dalam perkara Mohammad Siradjudin di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Romo itu dituduh membunuh Peragawati Dice Budimuljono, 8 September…

Keywords: -

---

Foto Terkait