Baju Hijau Delapan Negara
Edisi: 45/15 / Tanggal : 1986-01-04 / Halaman : 65 / Rubrik : BK / Penulis : MAGENDA, BURHAN
MILITARY-CIVILIAN RELATIONS IN SOUTHEAST ASIA Penyunting: Zakaria Haji Ahmad dan Harold Crouch Penerbit: Oxford University Press, Singapura, 1985, 368 halaman
WALAU judulnya dibuat agak "baru", yakni hubungan militer-sipil (bukan sebaliknya, seperti diterbitkan sebelumnya), pada dasarya kumpulan berbagai artikel ini membahas peranan politik militer di Asia Tenggara. Seperti diakui salah seorang penyuntingnya, Zakaria Haji Ahmad, buku ini dibuat dengan melihat peranan politik kelompok militer sebagai sesuatu yang aktif dan positif.
Dengan asumsi dasar tersebut, maka peranan politik militer ingin dibahas dalam kerangka historis dan khusus: karena elite sipil yang pecah, perbedaan dalam cara-cara memperjuangkan dan mencapai kemerdekaan, perbedaan dalam politisasi korps perwira, serta tahap-tahap berbeda dalam proses modernisasi. Merangkum 10 artikel (satu artikel pengantar; tujuh artikel tentang Burma, Indonesia, Muangthai, Malaysia, Singapura, Filipina, Laos dan Vietnam, serta dua artikel teoretis dan pembanding pada bagian akhir), bisa diduga jika buku ini cukup meloncat-loncat dalam tema pokok. Judul yang luwes ini memang perlu untuk menampung problem-problem yang sangat beragam di berbagai negara Asia Tenggara.
Artikel Robert Taylor tentang Burma dan Chai-Anan Samudavanija bersama Suchit Bunbongkarn mengenai Muangthai cukup memberikan telaah tentang perkembangan peranan politik militer di kedua negara itu. Bersama-sama dengan artikel tentang Indonesia - yang ditulis oleh Harold Crouch, dan lebih merupakan pembaruan data saja dari buku yang sudah ditulisnya, The Army and Politics in Indonesia - maka ketiga studi kasus ini menggambarkan dinamika hubungan militer-sipil di Asia Tenggara.
Taylor menggambarkan perubahan peranan politik tentara Burma, yang sejak zaman pendudukan Jepang sudah merupakan pelopor perjuangan kemerdekaan di bawah kepemimpinan "30 Thakin", yang dilatih Jepang di Pulau Hainan. Kekacauan-kekacauan yang terjadi setelah kemerdekaan, khususnya pada akhir 1948, ketika 60 pcrsen tentara berada di pihak pemberontak (komunis dan separatis Karen), berlanjut selama 1950-an dalam berbagai krisis, tentara Burma kemudian mengambil alih kekuasaan dari tangan PM U Nu pada 1962.
Selama periode kritis itu, tentara sebagai suatu lembaga politik juga dipersonifikasikan dalam diri…
Keywords: -
Artikel Majalah Text Lainnya
Tamparan untuk Pengingkar Hadis
1994-04-16Penulis: m.m. azami penerjemah: h. ali mustafa yakub jakarta: pustaka firdaus, 1994. resensi oleh: syu'bah…
Upah Buruh dan Pertumbuhan
1994-04-16Editor: chris manning dan joan hardjono. canberra: department of political and social change, australian national…
Kisah Petualangan Wartawan Perang
1994-04-16Nukilan buku "live from battlefield: from vietnam to bagdad" karya peter arnett, wartawan tv cnn.…