"diet Nasional" Untuk Siapa Saja ; Rapbn Makin Ramping

Edisi: 46/15 / Tanggal : 1986-01-11 / Halaman : 63 / Rubrik : EB / Penulis :


MUNGKIN masih banyak yang kaget melihat kenyataan RAPBN mendatang itu benar-benar turun 7% -- sekalipun Kepala Negara sudah menyiratkan kemungkinan tadi ketika menyampaikan pidato tahun baru 1986: keadaan ekonomi Indonesia sepanjang 1985 lalu memang tidak terlalu menggembirakan, karena terkena perkembangan ekonomi dunia yang tidak menentu. Hampir seluruh ekspor komoditi nonmigas jatuh, dan mendapat saingan. Harga minyak juga mendapat tekanan.

Nah, para pengusaha boleh jadi kini sedang sibuk menghitung arti ildato Kepala Negara, pekan ini, mengantar nota keuangan dan RAPBN 1986--87 bagi bisnis mereka. Soalnya, baru kali ini terjadi, selama pemerintahan Orde Baru, volume rancangan anggaran pendapatan dan belanja negara menurun cukup besar. Tahun berjalan ini volumenya masih Rp 23.046 milyar, tapi tahun fiskal mendatang anggarannya hanya Rp 21.421,6 milyar, atau turun hampir Rp 1.625 milyar (lihat Grafik 1).

Pengaruh tekanan terhadap harga minyak itu diduga memang akan terus berlanjut hingga tahun ini. Karena alasan itu, di dalam memperkirakan penerimaan Pajak Perseroan (PPs) minyak dan LNG (gas alam), untuk tahun 1986--87 kelak, pemerintah hanya memproyeksikan Rp 9.738,2 milyar, atau lebih rendah Rp 1.421,5 milyar (12,7%) dibandingkan tahun anggaran berjalan. Cukup realistis agaknya, bahkan sasaran penerimaan pa)aK LNG dianggarkan turun Rp 87,4 milyar dari Rp 1.680,1 milyar pada tahun berjalan jadi Rp 1.592,7 milyar - sekalipun mulai Juni nanti ada tambahan ekspor LNG ke Korea.

Jika ditilik dari sasaran penerimaan pajak LNG, yang harganya dikaitkan dengan minyak itu, mudah ditebak RAPBN 1986-87 disusun dengan perkiraan harga minyak di bawah USX 28 per barel. Sekali ini, tampaknya, pemerintah mengambil ancang-ancang cukup jauh dengan membuat skenario harga minyak terendah. Yang belum diketahui di situ adalah, pada tingkat produksi berapa juta barel dan kurs berapa rupiah untuk setiap dolar, sasaran penerimaan pajak minyak dan LNG anggaran 1986-87 itu dibuat. (Lihat: . . Lap-Ut. 11).

Menurut Hadi Soesastro, ekonom dari CSIS, Jakarta, perkiraan sasaran penerimaan pajak migas itu dibuat berdasarkan asumsi harga minyak ekspor pukul rata US$ 25 per barel, kurs dolar Rp 1.153, dan tingkat produksi 1,3 juta barel per hari. Kalau harga minyak OPEC turun sampai US$ 23--US$ 24 per barel nantinya, ia tetap yakin rencana penerimaan itu masih bisa dijangkau pemerintah. "Ada cara-cara untuk menutup pemerintah punya semacam tabungan dalam soal minyak ini," katanya.

Yang agak di luar dugaan, menurunnya sasaran pajak migas itu akan dikompensasikan dengan penerimaan pajak di luar migas. Tahun anggaran 1986-87 itu, penerimaan pajak di luar migas diperkirakan akan masuk Rp 8.094,3 milyar, atau naik Rp 576 milyar lebih dibandingkan tahun anggaran berjalan. Sumbangan terbesar diharapkan datang dari Pajak Pertambahan Nilai (PPN) barang dan jasa, dan Pajak Penjualan (PPn) barang mewah, yang dianggarkan bakal mencapai Rp 2.143,3 milyar (termasuk PPN BBM Rp 558,2 milyar), atau sekitar Rp 477 milyar (29%) di atas sasaran tahun fiskal sekarang.

Banyak pengamat agak merasa waswas melihat besarnya sasaran PPN dan PPn di tengah suasana suram kehidupan sektor usaha. Jika inflasi selama 1986-87 diduga hanya akan sekitar 10%, maka sasaran…

Keywords: -
Rp. 15.000

Artikel Majalah Text Lainnya

S
SIDANG EDDY TANSIL: PENGAKUAN PARA SAKSI ; Peran Pengadilan
1994-05-14

Eddy tansil pembobol rp 1,7 triliun uang bapindo diadili di pengadilan jakarta pusat. materi pra-peradilan,…

S
Seumur Hidup buat Eddy Tansil?
1994-05-14

Eddy tansil, tersangka utama korupsi di bapindo, diadili di pengadilan negeri pusat. ia bakal dituntut…

S
Sumarlin, Imposibilitas
1994-05-14

Sumarlin, ketua bpk, bakal tak dihadirkan dalam persidangan eddy tansil. tapi, ia diminta menjadi saksi…