Korea Selatan, Kue Besar Dan ...

Edisi: 50/15 / Tanggal : 1986-02-08 / Halaman : 33 / Rubrik : SEL / Penulis :


WAJAH Hotel Hilton di Seoul tidak berbeda dengan gambaran yang diharapkan: restoran yang gemerlapan, ruang dansa, air mancur, hiasan-hiasan kuningan mengkilap, serta patung buatan Henry Moore di lobi -- yang dibeli seharga US$ 500 ribu oleh pemilik hotel, seorang usahawan pribumi yang berangkat dari bawah.

Dari luar, Hilton merupakn kuil sukses sebuah kawasan baru Pasifik Barat: sibuk, kaya, tidak pernah sepi dari lalu lintas para pelancong. Tetapi, dari dalam, ia sekaligus menampilkan citra yang menggentarkan. Naiklah dengan lift sampai ke lantai 22, kemudian berbelok ke kanan, melintasi sebuah pintu yang tidak bertanda, menuju sebuah koridor kecil yang panas.

Dari situ ada tangga batu dua tingkat, kemudian sebuah lift lagi, sebelum sampai ke pintu tertutup menuju mesin pusat pengatur udara dan antena televisi, tepat di bagian atap. Pemandangan dari sini memesonakan: pencakar-pencakar langit sebuah kota berpenduduk delapan juta, puncak-puncak perbukitan granit, dan hutan pohon balsam.

Tetapi, tiba-tiba, muncul sesuatu yang lain. Ini: benda-benda hijau yang mencolok: tirai-tirai terpal dengan warna khaki, jaring, dan benda-benda kamuflase. Dan di bawah jaring-jaring itu bersarang senapan mesin antipesawat terbang buatan AS, mengkilap, berminyak, dalam keadaan terisi peluru dan senantiasa ditunggui. Larasnya mendungak, membidik tepat ke langit utara!

* * *

Korea Selatan, seperti segera disadari semua pengunjungnya, tetaplah sebuah negeri dalam keadaan siaga perang, yang setiap saat seperti berada di tepi jurang perang yang gawat. Sekitar 64 kilometer dari Seoul, atau satu jam berkendaraan mobil dari stadion utama tempat Olimpiade akan dipentaskan, berdirilah Korea Utara, bagai bayangan yang menegakkan bulu roma.

Realitas yang satu ini tidak berubah, kendati Korea Selatan tercatat sebagai negeri yang paling cepat dan paling dramatis dalam perkembangan dan kemajuan. Dari suasana porak-peranda, Korea Selatan kini hadir kilau-kemilau, kaya, dan cantik. Seoul sedang bersolek untuk layak bergandengan tangan dengan Melbourne, Mexico City, Tokyo, Los Angeles, dan Montreal, sebagai tuan rumah Olimpiade.

"Kami adalah contoh klasik kebangkitan phoenix," ujar Chyun Sangjin, bekas duta besar Korea Selatan di AS, yang ditugasi pemerintahnya mengundang Olimpiade ke Seoul. "Citra lama tentang negeri saya hanyalah perang belaka," Chyun bertutur. "Orang mengenang film-film dengan setting salju, lumpur, dan perang yang berkecamuk berbulan-bulan. Kini semua itu silam sudah. Korea sedang berpacu dengan kecepatan tinggi. Olimpiade merupakan kesempatan kami untuk menunjukkan kepada dunia, apa yang sedang dan akan kami lakukan."

Namun, bayangan dari utara itu tetap saja di sana. Ia bahkan mempengaruhi hampir setiap aspek hidup dan pemikiran di Korea Selatan. Apalagi Korea Utara sudah ribuan kali menyatakan, secara terbuka, bahwa mereka akan menyerbu lagi dengan niat "mempersatukan negeri", di bawah kepemimpinan Kim Il Sung yang disembah bagai dewa.

Jalan menuju utara dari Seoul mencerminkan keadaan yang sesungguhnya. Sepanjang perjalanan terdapat sejumlah jembatan. Bentuknya aneh, hanya tiang-tiang belaka, tanpa lantai. Di puncak tiang-tiang itu terletak kubus batu dengan tabung logam di dalamnya, kemudian seutas kawat menjulur ke tempat lain. Tidak syak lagi, dengan satu perintah dari Seoul, tabung-tabung dinamit itu akan meledak setiap saat. Dan jembatan itu pun jadinya bukan lagi sekadar jembatan. Ia lebih bersifat barikade antitank, disiapkan untuk melindungi Seoul dari invasi yang tidak diharapkan. Atau, paling tidak, usaha memberi kesempatan beberapa saat kepada penduduk kota mempersiapkan diri lebih baik menghadapi sebuah serbuan.

Penjagaan demi penjagaan hadir di seantero tempat strategis. Suatu hari Simon Winchester -- wartawan kita ini -- berhenti untuk membuat beberapa potret. Tiada diduga, tiga lelaki dengan pakaian sipil muncul dari belakang pepohonan, khusus untuk mencegah maksud itu. Tampaknya memang tidak beralasan. Tetapi, ternyata, dari tempat itu orang bisa memotret Gedung Biru, tempat pendahulu Presiden Chun Doo Hwan tewas terbunuh. Setelah pembunuhan itu, tempat tadi nyaris tidak boleh didekati. Sistem penjagaan keamanan untuk kepala pemerintahan Korea Selatan memang menjadi tertutup sama sekali. Bahkan dari hotel di segenap penjuru kota, tidak ada jendela yang menghadap Gedung Biru.

Agak di atas Seoul, di sebuah gunung, terletak Kelenteng Sungga yang termasyhur, tempat para biarawati pada waktu-waktu tertentu menggemirincingkan lonceng-lonceng mereka yang merdu. Pada musim gugur, di sekitar kelenteng berbaur wangi dupa dan aroma hutan balsam yang membangkitkan kesan khusus. Tetapi, di sepanjang jalan menuju kelenteng, bertaburan papan peringatan yang mencegah pengunjung berbelok ke sembarang arah. Kawasan ini sepenuhnya sebuah suaka militer, bagian dari sebuah cincin pertahanan yang melindungi Seoul.

Biasanya, dekat menjelang siang, dengung yang tidak asing lagi terdengar di angkasa. Mungkin berasal dari sebuah pesawat Blackbird milik Angkatan Udara AS, atau dari pengintai SR-71 yang berpangkalan di Okinawa, yang melakukan patroli 20 mil di atas garis…

Keywords: -
Rp. 15.000

Artikel Majalah Text Lainnya

Z
Zhirinovsky, Pemimpin dari Jalanan
1994-05-14

Vladimir zhirinovsky, ketua partai liberal demokrat, mencita-citakan terwujudnya kekaisaran rusia yang dulu pernah mengusai negara-negara…

J
Janji-Janji dari Nigeria
1994-03-12

Di indonesia mulai beredar surat-surat yang menawarkan kerja sama transfer uang miliaran rupiah dari nigeria.…

N
Negeri Asal Surat Tipuan
1994-03-12

Republik federasi nigeria, negeri yang tak habis-habisnya diguncang kudeta militer sejak merdeka 1 oktober 1960.…