Burma, Isolasi Yang Terkikis

Edisi: 01/16 / Tanggal : 1986-03-01 / Halaman : 33 / Rubrik : SEL / Penulis :


SEORANG perempuan muda penjual nanas dengan tenang naik ke sebuah feri yang singgah di Mandalay. Tak peduli pada lalu lintas feri yang sibuk, ia menaruh barang dagangannya di geladak. Dengan gerak tak mencolok, diulurkannya tanannya ke dalam keranjang dan dikeluarkannya segenggam bunga yang masih kuncup. Ditiupnya setiap kuncup agar mekar, dan dipasangnya untuk menghias buah-buah nanas yang tersusun di lantai kapal. Kuntum yang terakhir, dengan spontan, dipasangnya di rambutnya yang hitam.

Sejak dahulu kecantikan wanita Burma memang sudah terkenal. Dan ketika Barbara Crossette dari The New York Times mengunjungi negeri itu, daya pesona wanita Burma tampaknya belum berubah. "Bahkan wanita dari kalangan yang paling miskin pun mempunyai keistimewaan dalam merancang dan mengenakan busana mereka yang sederhana untuk penampilan mereka," kata R.G. Talbot Kelly, pelukis dan penulis perjalanan di awal abad ini. Kalimat yang dikutip Crossette itu juga mengemukakan pujian: "Rakyat negeri ini memiliki kecantikan yang begitu halus, sehingga alam sendiri tampak dipercantik oleh kehadiran mereka." Dan seorang wanita Burma yang memperoleh didikan Barat menjelaskan segi lain kepada Crossette. "Bagi orang Burma," katanya, "penampilan adalah upaya membuktikan cita rasanya, sekaligus martabatnya."

Sejak memperoleh kemerdekaannya dari tangan Inggris pada 1948, rakyat Burma punya gambaran berbeda-beda tentang situasi politik negeri mereka. Sebagian terbesar setuju bahwa sesudah terlepas dari genggaman Inggris, secara psikologis, sosial, dan ekonomi mereka tak ingin lagi dominasi asing. Tepatnya, tak mau lagi Westernisasi. Mereka ingin mengembangkan seluruh sumber kekayaan yang melimpah di Burma dengan cara mereka sendiri.

Sekarang, hampir 38 tahun setelah merdeka, mereka masih tetap menanti kesempatan membangun suatu bangsa menurut citra mereka sendiri. Di bawah pemerintahan Jenderal Ne Win yang otoriter dengan birokrasi militer yang xenophobic, yang mengurung rapat negara itu dari segala pengaruh luar, orang Burma merasa bahwa mereka sebetulnya dihantui dunia luar.

Peristiwa-peristiwa kecil yang menyedihkan, sekaligus lucu, menjadi ilustrasi pada situasi mereka. Dua sarjana lulusan Universitas Rangoon yang menawarkan diri sebagai pemandu wisata, misalnya, ternyata tak tahu banyak tentang negerinya. Ketika Crossette menanyakan hari puasa orang Budha dan hari suci Waso, seorang dari mereka menjawab, "Maaf, kami tak tahu. Kalau hari-hari pesawat luar datang kemari, kami tahu."

Syukurlah, meski mengisolir rakyatnya dari pengaruh luar, pemerintah Burma selama satu dasawarsa ini telah meningkatkan persahabatannya dengan sejumlah negara lain, termasuk Amerika Serikat, Jerman Barat, Australia, dan Jepang. Rangoon juga mengembangkan hubungannya dengan Cina, negara yang perubahan politik ekonominya terlihat dari jarak dekat oleh rakyat Burma.

Pemerintah Burma menganggap komunisme internasional sebagai ancaman yang membahayakan, walaupun negeri itu menerapkan falsafah sosialisme dengan longgar. Anggapan itu, setidak-tidaknya, masih terdapat pada para pejabat angkatan tua. Pemberontakan terbesar dan paling lama mengacaukan Burma adalah pemberontakan komunis. Selama 15 tahun terakhir ini hubungan Burma dan Uni Soviet menjadi makin dingin.

Di bawah falsafah negara "Jalan Sosialisme Burma", 36 juta rakyat ini merasa benar-benar bergantung pada para tetangganya di Asia -- yang telah memilih jalan industrialisasi dan perekonomian pasar bebas. Dengan kondisi miskin dan berada dalam pengawasan, mereka kini menjalani kehidupan sehari-hari yang menuntut akal daya yang panjang. Banyak di antara mereka mempunyai keahlian dan siap untuk bekerja, tetapi menganggur, kata wartawan ini.

Seperti halnya penduduk negara miskin yang lain, rakyat Burma memberikan reaksi atas kemiskinan itu dengan memilih jalan-jalan yang tidak resmi. Mereka menciptakan suatu sistem menurut cara mereka sendiri, suatu metode penyelamatan simbiotis, yang, menurut Crossette, menarik untuk disimak. Wartawan itu menjumpai kebiasaan menyodorkan amplop kecil alias tindakan pungli kepada pegawai negeri untuk memperlancar urusan. Ngobyek di kalangan orang pemerintah, baik legal maupun ilegal, menyebabkan kehidupan birokrasi tetap berjalan lancar. Pasar gelap pun sudah menjadi gaya hidup.

Di luar Pagoda Shwedagon, bagian paling suci Kota Rangoon, seorang laki-laki setengah baya mengunjukkan bungkusan kecil kepada para turis. Di dalamnya ada sejumlah batu jade dan rubi. "Supaya saya bisa pergi ke Muangthai untuk belanja kemeja dan suku cadang mobil saya," katanya terus terang.

Pada hari yang lain, Crossette menjumpai seorang pria yang lebih tua berbaju katun dan mengenakan longyi, sarung Burma. "Semua yang di tubuh saya ini berasal dari perbatasan," katanya dengan nada memelas. "Dulu, kalau orang mengetuk pintu rumah dan menawarkan barang, saya usir. Saya pikir itu barang curian. Tapi sekarang saya membeli tanpa bertanya-tanya lagi -- saya tak tahu kapan lagi ada kesempatan seperti itu."

Sekitar pukul 8.15 pagi di jalan raya kota. Sebuah mobil hitam mulus melaju, tanpa sirene. Semua jendelanya tertutup, menyembunyikan wajah penumpangnya di balik tirai putih. Seluruh kendaraan lain berhenti. "Presiden," kata sopir taksi yang ditumpangi si wartawati. "Kami harus berhenti. Kalau tidak, SIM saya bisa dicabut."

Iring-iringan mobil presiden yang ditumpangi San Yu itu mungkin bisa memberi gambaran tentang masa depan Burma. San Yu, 67, saat ini mengambil alih tugas-tugas seremonial kepresidenan dari Ne Win dan itu dilakukannya sejak empat tahun yang lalu. Kendati demikian, San Yu tampaknya tak bisa memamerkan diri sebagai tokoh yang memegang peran penting.…

Keywords: -
Rp. 15.000

Artikel Majalah Text Lainnya

Z
Zhirinovsky, Pemimpin dari Jalanan
1994-05-14

Vladimir zhirinovsky, ketua partai liberal demokrat, mencita-citakan terwujudnya kekaisaran rusia yang dulu pernah mengusai negara-negara…

J
Janji-Janji dari Nigeria
1994-03-12

Di indonesia mulai beredar surat-surat yang menawarkan kerja sama transfer uang miliaran rupiah dari nigeria.…

N
Negeri Asal Surat Tipuan
1994-03-12

Republik federasi nigeria, negeri yang tak habis-habisnya diguncang kudeta militer sejak merdeka 1 oktober 1960.…