Sumba: Pranggang, Padang, Umbu, Kuda

Edisi: 02/16 / Tanggal : 1986-03-08 / Halaman : 37 / Rubrik : SEL / Penulis :


"Beribu pulaunya, berjuta rakyatnya, satu bangsa satu bahasanya". Dalam kenyataan ada beratus bahasa daerah, di bawah yang persatuan, dan lebih penting dari itu berbagai bentuk budaya, seperti diisyaratkan nyanyian tadi -- sejumlah kekayaan beragam-ragam dalam wadah yang satu. Zaim Uchrowi, dari TFMPO, di halaman-halaman berikut ini melukiskan warna-warni Pulau Sumba dari kunjungannya ke sana bersama Fotografer Ali Said kita. Mungkin saja sebagian kehidupan Sumba masih (atau tetap) merupakan elemen dalam kenyataan aktual lingkungan Anda, dan mungkin saja sebagiannya tinggal kenangan dari suasana yang sudah lampau. Tapi, siapa bilang hanya orang asing yang tidak mengenal warna-warni kehidupan tanah air kita?

O, Saudara, matahari belum tinggi. Tapi lihat bapak tua itu, bernaung di kelindapan pepohonan. Di ujung pagar tembok, dekat pengkolan jalan, ia duduk melepas capek. Tangannya menenteng seikat ikan asin yang baru dibelinya. Ia baru berbelanja, memang. Namun, jangan pula lupa memperhatikan pakaian yang dikenakannya: secarik kain kuning membebat kepala, melindunginya dari sengatan matahari siang nanti bila ia berjalan pulang. Di pundak tersampir kain hijau, yang seharusnya dipakai untuk gorden. Sedang di pinggang, kain biru polos yang sudah memudar warnanya dipakai sebagai sarung, dengan gaya khas Sumba: bagian depannya melipat-lipat seperti wiru besar, dan hanya sebatas atas lutut.

Saya tak tahu berapa tua ia. Kerut-merut di dengkul memang menggambarkan usianya yang lanjut. Sayang, cekung matanya tak terlihat, karena tertutup kaca mata yang . . . wah . . . bagai yang dipakai anak kota belasan tahun. Kacanya perak berkilau macam cermin. Belum cukup, kemeriahan makin mencuat dengan warna merah terang yang dipilih untuk sabuk besar yang dikenakannya. Orang setempat menyebut sabuk itu kalombut. Biasanya untuk tempat buah sirih dengan pinang (juga uang). Hanya kali ini terlihat kosong.

Beberapa langkah di depan, seorang wanita muda tersenyum malu-malu. Gaun hijau yang dikenakannya cukup mencolok untuk dilihat dari jauh. Dan rambutnya . . . aha . . . tentu bukan gaya pulau ini. Di depan, sampai batas ubun-ubun, rambut dipotong pendek sampai hanya sesenti panjangnya. Sudah itu sederet rambut tegak menantang langit di belakangnya, dan diteruskan potongan pendek biasa di belakang kepala. Keseluruhannya ia biarkan dalam corak basah. Barangkali ia tak tahu bahwa corak rambut semacam juga melanda daratan Eropa dan bahkan Jepang: gaya punk yang disukai remaja antimapan. Wanita muda itu lari setelah dipotret.

Warna-warni begitu selalu mudah ditemui di Sumba. Lebih-lebih pada pasar tradisional yang mereka sebut pranggang. Lebih dari itu, banyak hal dalam masyarakat Sumba sehari-hari yang kita belum tahu. Setidaknya suasana pulau di Nusa Tenggara Timur ini merupakan kesehari-harian yang lain dari gaya hidup kota.

* * *

Hari masih pagi ketika orang-orang berdatangan. Truk-truk datang pergi dengan bangku kayu di bak belakang, mengangkut orang dan tentengannya. Beberapa bis mini juga tak kalah sibuknya membawa penumpang dengan cara yang lebih hormat. Selebihnya, orang-orang datang dengan berjalan kaki atau mengendarai sepeda. Perlahan petak tanah berdangau-dangau -- yang pada hari-hari biasa tampak sepi -- mulai terisi. Keriuhan lalu melebar ke jalan sampingnya -- yang khusus dibikin verboden. Malah juga sampai ke lapangan kecil di depan.

"Hari ini memang hari pranggang," kata sopir mobil sewa yang namanya sulit diucapkan. Pasar tradisional begitu berlangsung seminggu sekali di satu tempat, dan mungkin dapat disejajarkan dengan hari pasar Pahing, Kliwon atau Wage yang berlangsung lima hari sekali di Jawa di hari-hari lampau. Pada Ladu Lima begini -- hari kelima atau hari Jumat - adalah giliran pranggang di Melolo kota ketiga teramai di Pulau Sumba dan berjarak 60 km dari ibu kota Kabupaten Sumba Timur, Waingapu. Sedang hari lainnya adalah giliran tempat-tempat lain di luar Melolo.

Di dangau-dangau dan di tanah bawah para pedagang mengatur letak barang-barang mereka. Penjual buah sirih (yang hijau silindris memanjang) dan irisan pinang meletakkan dagangannya bergunduk-gunduk. Ubi hutan ditata dua-dua atau tiga-tiga. Penjual ikan asin merangkai ikannya dengan cara berbeda, bergantung pada jenisnya. Ada yang tali untaiannya ditusukkan lewat celah lubang insang menembus mulut seperti lazimnya. Ada pula yang tali pengikatnya ditusukkan menembus badan dekat ekor, kedua ujung tali diikatkan menjadi satu, sehingga seluruhnya menyerupai kalung dengan beberapa ikan menjadi liontinnya. Pengikatan macam begini hanya untuk jenis ikan yang pipih lebar seperti yang ditenteng bapak tua tadi.

Bila pagi benar Anda datang, barangkali sempat menemui telur burung kalauki dijual. Pedagang dari Waingapu biasa berebut membeli telur sebesar telur angsa itu, kalau ada. Padahal, sebenarnya jenis burung itu dilindungi, dengan nama yang lebih sering disebut burung Maleo. Tapi, memang, lebih sering pranggang tanpa telur kalauki.

Di pinggir jalan pedagang menjajarkan gulungan tikarnya. Putih, kontras dengan baju merah yang dikenakan. Pedagang daun lontar muda mondar-mandir menjajakan barang yang ditopangkan di pundak. "Itu dipakai untuk merokok," kata seorang penerjemah.

Orang-orang desa pada saat begini juga bisa menjadi pedagang. Dibawanya ayam atau babi peliharaan ke pasar; juga telur-telur, bahkan parang. Hasil jualan dibelikan bahan kebutuhan sehari-hari. Mereka juga bisa membeli berbagai corak pakaian, baru atau bekas. Tukang reparasi tape dan radio pun menawarkan jasanya pada hari ramai ini.

Bukan hanya pedagang barang primer, memang. Seseorang terlihat menjual cincin dari tanduk dengan garapan yang asal jadi. Toh ada dua gadis berminat. Mereka tanyakan harganya, mereka pegang-pegang cincin itu, mereka tawar dan coba-coba apakah pas di jari. Sewaktu penawar menimang-nimang, sang penjual pergi ke tempat lain, menjajaki minat calon pembeli lain. Sewaktu ia tahu pasti bahwa di tempat lain ada yang berminat, si penjual bergegas ke tempat semula dan langsung merebut dagangan yang tengah ditimang.

Yang juga mencolok di pranggang adalah penjualan…

Keywords: -
Rp. 15.000

Artikel Majalah Text Lainnya

Z
Zhirinovsky, Pemimpin dari Jalanan
1994-05-14

Vladimir zhirinovsky, ketua partai liberal demokrat, mencita-citakan terwujudnya kekaisaran rusia yang dulu pernah mengusai negara-negara…

J
Janji-Janji dari Nigeria
1994-03-12

Di indonesia mulai beredar surat-surat yang menawarkan kerja sama transfer uang miliaran rupiah dari nigeria.…

N
Negeri Asal Surat Tipuan
1994-03-12

Republik federasi nigeria, negeri yang tak habis-habisnya diguncang kudeta militer sejak merdeka 1 oktober 1960.…