Sobhraj "pembunuh Bikini"
Edisi: 10/16 / Tanggal : 1986-05-03 / Halaman : 35 / Rubrik : SEL / Penulis :
MAYOR Jenderal Pichit Phibul Kullavanji tampak serius ketika mengangkat gagang teleponnya. Dari seberang sana terdengar suara Yuli Ismartono, wartawan TEMPO di Bangkok Dalam benak Pichit, Kepala Interpol Muangthai, memang sedang bergalau persoalan penting. "Ekstradisi?" katanya. "Sudah tentu kami terus mendesak ekstradisi. Ia harus diadili di Muangthai. Kami khawatir ia lolos lagi."
Jenderal polisi berbintang dua itu sedang berbicara tentang bromocorah internasional yang ditunggu di delapan negara: Charles Gurmukh Sobhraj. Orang itu berhasil melarikan diri dari penjara Tihar, New Delhi, 16 Maret lalu. Tapi tiga minggu kemudian Inspektur Polisi Madhukar Zende-polisi yang dulu meringkus Sobhraj - kembali menangkapnya.
Sobhraj memang sebuah legenda. Namanya tercantum dalam peringkat paling atas daftar buron Interpol, polisi internasional. Bandit yang tampan ini bukan bajingan sembarangan. Ia menguasai paling tidak empat bahasa. Selera seninya tinggi: musik waktu luangnya adalah karya-karya Chopin dan Beethoven. Ia membaca dan mengutip Nietzsche dengan lancar dan akurat. Dalam hal seni bela diri, karateka pemegang ban hitam ini mampu mematahkan batang leher mangsanya dengan tangan kosong dan dalam sekali gebrakan. Seorang dokter di Bangkok, Dr. Philippe, pernah mengatakan, "ia contoh sempurna seorang lelaki."
Sangat jarang menyentuh alkohol dan rokok, Sobhraj mungkin mewakili sebuah dunia yang tidak mudah. Ibunya pernah berkata, "Tampang anak ini bagaikan malaikat, tetapi entah di mana, di lubuk jiwanya, tersembunyi sifat-sifat iblis." Daya pikatnya luar biasa. "Jika ia terjun ke dunia politik, ia mempunyai kekuatan yang dahsyat untuk menggerakkan massa, ujar William Heinecke, seorang pengusaha Amerika yang bergerak di Muangthai. Heinecke pernah mengunjungi Sobhraj di penjara, untuk merundingkan penerbitan salah satu buku riwayat hidupnya.
Setumpuk perkara dengan latar belakang obat bius, perampokan, dan pembunuhan sudah menanti Charles Sobhraj. Ia ditunggu pengadilan-pengadilan Prancis, Yunani, Turki, Muangthai, Iran, Nepal, Hong Kong, dan India sendiri. Di antara korban penipuan dan pembunuhannya terdapat warga negara Turki, Prancis, Kanada, Amerika Serikat, Belanda, India, dan Indonesia.
Wilayah perbanditan Sobhraj membentang dari pesisir timur Laut Tengah, menerobos Turki, Iran, dan gerbang-gerbang Afghanistan ke Asia. Dari sana, jejak pengembaraan itu masuk ke anak benua India, Muangthai, dan Indocina. Sebuah setting yang menggetarkan, memang. Pada latar ini berbaur petualangan narkotik, seks murahan, judi, dan mistik Timur - juga berbagai fanatisme. Charles Sobhraj memang seperti disiapkan untuk latar seperti ini. Dan pertengahan bulan lalu, tepatnya 16 Maret, di suatu tengah hari Ahad yang terkantuk-kantuk, ia melarikan diri dari penjara Tihar, bui yang paling diandalkan di India.
Pelarian ini mengguncangkan parlemen India. Kelompok oposisi di majelis yang mulia itu segera memekik, "Ini sebuah aib nasional." Koran-koran nasional pun mencemooh, "Di mana ada suap, di situ ada lubang." Tidak kurang dari tujuh pegawai penjara segera diterungku, didakwa berkomplot membantu Sobhraj. Bisa dimaklumi: di penjara seluas 271 akre itu, Sobhraj menikmati hampir segala-galanya, termasuk sebuah pesawat televisi warna di dalam sel. Dan karena itu ia dijuluki si "Raja Tihar".
Untunglah, tiga pekan kemudian, bromocorah internasional itu bisa diringkus. Ia dibekuk melalui sebuah skenario yang dramatis di Restoran O Coqueiro (Pohon Kelapa) di Porvorim, sekitar sepuluh kilometer dari Panaji, ibu kota Goa. Selama 21 hari itu, ia mengembara sejauh hampir dua ribu kilometer. Ketika itu ia sedang menanti makanan yang dipesannya, juga menunggu panggilan telepon dari Beirut dan Paris. Bersama dia duduk David Richard Hall, 28, seorang yang dicurigai sebagai kurir jaringan narkotik dan otak pelarian Charles dari Tihar.
* * *
Siapakah sesungguhnya penjahat yang paling banyak dibicarakan dalam dua bulan terakhir ini? Mengenai dia sudah ditulis dua buku: Serpentine oleh wartawan Amerika Thomas Thompson, dan The Life and Crimes of Charles Sobhraj oleh wartawan Australia Richard Neville dan Julie Clarke. Hollywood pernah menyediakan dana sejuta dolar hanya untuk mengurus hak pembuatan film perjalanan hidupnya, sementara Sobhraj sendiri berkomentar, "Untuk memerankan saya, rasanya yang cukup cocok adalah Warren Beatty atau Robert de Niro." Kemudian, ia juga memilih Jane Fonda untuk memerankan "Monique", alias Marie Andree Leclerc, gundik paling setianya yang mendampinginya hingga saat ditangkap di India, sepuluh tahun silam.
"Dia lahir pada setting yang salah dan waktu yang salah," ujar seorang kriminolog mengenai Charles Sobhraj. "Anak ini luntang-lantung di antara dua benua dan dua peradaban," kata Alain Benard, ahli hukum dan pekerja sosial yang pernah membina Charles di penjara Poissy, Paris. Ia pernah diasuh di rumah ayah kandungnya, seorang saudagar kaya di Saigon - sekarang Kota Ho Chi Minh. Tetapi ia juga mengalami hidup anak kolong di tangsi-tangsi serdadu Prancis, mengikuti ayah tirinya. Ia berkeliaran di lorong-lorong belakang Saigon yang penuh kutu dan tukang tipu. Ia dibesarkan di bagian dunia yang paling berdarah....
* * *
Alkisah, di tengah Perang Dunia II, tersebutlah Van Long Noi, seorang gadis belasan tahun yang rupawan di sebuah desa di pedalaman Vietnam. Perang yang kejam ini membunuh kedua orangtua Noi. Meninggalkan hamparan sawah dan perkebunan karet kampung halamannya, Noi berangkat mengadu nasib ke Saigon yang, di masa itu, dijuluki "Paris di Timur". Di kota ini, ternyata, perang tidak terlalu bengis. Serdadu-serdadu Jepang lagi mabuk kemenangan di Asia Tenggara. Dan udara seperti dihamburi kesadaran baru: orang-orang kulit putih itu pun ternyata bisa dikalahkan.
Dari Katedral Saigon, sebuah replika gaya Romawi, lonceng-lonceng berdentangan hingga terdengar ke kamar-kamar candu, rumah bordil, dan kasino. Saigon, bekas dusun nelayan itu, memang sudah berubah menjadi kota dunia dengan taksi-taksi Renault yang hilir-mudik, dan mobil-mobil perang tentara pendudukan yang disetir sopir teler. Di sepanjang boulevard berbaris kafe kaki lima dengan tenda aneka warna.
Noi segera mendapat pekerjaan di sebuah toko milik orang India yang menjual pakaian lelaki. Dalam waktu singkat, ia diangkat menjadi kasir. Kecantikan perawan kampung ini rupanya segera menggoda hati sang pemilik toko, Hotchand Sobhraj. Pada suatu petang yang terang, sang majikan mengajak kasirnya bersenang-senang ke kasino. Beberapa bulan kemudian, Noi resmi menjadi gundik, dan segera bunting.
Orang India tidak begitu disukai di Saigon, karena mereka suka membungakan uang kepada orang Vietnam - yang gemar berjudi. Hotchand Sobhraj termasuk tokoh pemuka di kalangan kaumnya dan, sesuai dengan tradisi nenek moyangnya yang datang dari Lembah Sindh, ia juga membungakan uang. Di samping toko yang ditunggui Noi, Hotchand memiliki lagi dua toko jahit. Di loteng salah satu toko ini, di Ngo Duc Ke 80, di ruangan luas dengan empat pelayan, Hotchand tinggal bersama gundik Vietnamnya.
Pada 6 April 1944, para gerilyawan Viet Minh menggempur Saigon dalam kampanye melawan pasukan pendudukan. Kota berguncang oleh ledakan bom dan mortir. Pada saat itulah Noi merasa akan melahirkan. Di tengah rumah sakit yang bergetar dan diliputi suasana panik, Noi melahirkan anak pertamanya dengan lancar. Ketika itu ia berusia dua puluh tahun.
Bayi ini diberinya nama India: Gurmukh, yang kemudian ditambahi dengan nama keluarga ayahnya, Sobhraj. Kelak, ia akan dikenal dunia dengan pelbagai alias. Tetapi, sebagai seorang bocah, ia dibaptiskan dengan nama Charles, mengikuti nama pahlawan Prancis zaman itu, Charles de Gaulle.
Ketika Charles masih berusia setahun, ia digendong ibunya berjalan-jalan di sepanjang Sungai Saigon yang penuh dengan penjaja makanan. Tiba-tiba, dari sebuah becak, dua orang lelaki melompat dan mendorongkan ibu dan anak itu ke dalam sebuah sampan bermotor, yang langsung menghilang di tengah keramaian lalu lintas sungai. Tidak ada yang peduli. Orang sudah terbiasa dengan kejadian serupa itu. Terlalu banyak bertanya malah akan mengundang mala petaka.
Noi dan Charles dilarikan ke Rawa Rung Sat tempat persembunyian bandit dan lanun yang juga dijuluki "Rimba Para Pembunuh". Mereka diculik gerombolan Bin Xuyen, satu di antara gerombolan yang paling ditakuti di situ, yang kadang-kadang bersekutu dengan gerilyawan Viet Minh. Menculik merupakan metode standar mereka untuk mengumpulkan dana.
Beberapa jam kemudian, Hotchand menerima tuntutan uang tebusan. Tetapi, saudagar tampan yang menguasai delapan bahasa ini tidak mudah dikibuli. Pun ia akrab dengan pasukan pendudukan. Maka, tatkala orang-orang Bin Xuyen datang untuk menjemput uang, mereka diringkus tentara Jepang. Noi dan Charles pulang ke rumah dengan selamat.
Pada 15 Agustus 1945, Jepang menyerah kepada Sekutu. Sepuluh hari kemudian, Viet Minh menegakkan pemerintahannya di Saigon. Selang tiga pekan tentara Inggris tiba di kawasan itu. Didukung oleh pasukan Gurkha dan Gaullis Prancis, mereka menyapu Viet Minh dari kota. Dari Marseilles kapal-kapal penuh serdadu menderu ke hulu Sungai Saigon. Kota ini dinyatakan sebagai ibu kota Cocin Cina, sebuah koloni Prancis. Para tentara merayakan…
Keywords: -
Artikel Majalah Text Lainnya
Zhirinovsky, Pemimpin dari Jalanan
1994-05-14Vladimir zhirinovsky, ketua partai liberal demokrat, mencita-citakan terwujudnya kekaisaran rusia yang dulu pernah mengusai negara-negara…
Janji-Janji dari Nigeria
1994-03-12Di indonesia mulai beredar surat-surat yang menawarkan kerja sama transfer uang miliaran rupiah dari nigeria.…
Negeri Asal Surat Tipuan
1994-03-12Republik federasi nigeria, negeri yang tak habis-habisnya diguncang kudeta militer sejak merdeka 1 oktober 1960.…