Singkawang Cap Go Meh & Kemiskinan

Edisi: 13/16 / Tanggal : 1986-05-24 / Halaman : 43 / Rubrik : SEL / Penulis :


DENGAN iringan tambur dan simbal, Liong meliuk-liuk. Mata ular naga itu menyala. Mulutnya menganga. Ia mengejar bola api yang diayun-ayunkan di depannya. Kadang-kadang Liong mengangkat kepala tinggi-tinggi, kemudian menukik dengan cepat. Tiba-tiba kepala Liong berputar ke belakang seperti hendak melahap ekornya sendiri .

Tapi sayang, Liong atau ular naga mainan dalam perayaan Cap Go Meh di Singkawang di tahun Macan Februari lalu, hanya muncul sebentar, dan hanya sempat berjingkrak di satu lokasi. Para penonton, yang datang dari berbagai kota termasuk Jakarta dan Surabaya, banyak yang kecewa. Di tahun-tahun lalu, Liong selalu diarak keliling kota Singkawang. Tak jelas mengapa pemerintah daerah setempat tidak mengizinkan ular itu berjoget lebih dari 15 menit.

Adakah kekhawatiran akan terjadi kerusuhan seperti dalam film Year of the Dragon yang kini lagi beredar di Indonesia? Dalam film yang diawali adegan pesta Cap Go Meh di pecinan New York, sementara perhatian orang-orang tertuju pada Liong yang lagi beraksi, terjadilah pembunuhan. Bos mafia Cina dibantai di sebuah rumah makan. Pembunuhnya, memanfaatkan keramaian, lolos dengan gampang. Mungkinkah seperti itu terjadi di Singkawang?

Entahlah. Yang jelas, Singkawang, kota di Kabupaten Sambas, Kalimantan Barat, memang bukan kota yang, seperti banyak kota lain di Indonesia, hanya memiliki sebuah kampung atau daerah yang khusus dihuni Cina. Di kota ini boleh dibilang jumlah warga keturunan Cina sebanyak warga pribumi. Menurut catatan terakhir, dari 72.000 warga Singkawang, hampir 50% adalah keturunan Cina.

Maka, kata Moi Siu, 21 tahun, gadis asal daerah itu yang kemudian meneruskan sekolah di Jakarta, "Di Kalimantan Barat, Pontianak itu ibarat Singapura, sedangkan Singkawang adalah Hong Kong." Gadis manis yang sudah lulus SMA ini mudik ke sana pada akhir Februari lalu selain untuk berziarah ke makam kakeknya juga untuk tidak ketinggalan hadir dalam upacara Cap Go Meh.

Puncak keramaian dan keorisinilan Cap Go Meh, alias perayaan 15 Chia Gwee 2537, atau 23 Februari 1986, di Indonesia, hanya ada di Singkawang. Di seputar hari itu hotel-hotel di Pontianak dan Singkawang penuh, juga losmen-losmen. Orang-orang Cina di Kalimantan Barat sendiri, ditambah dari pelbagai kota di Indonesia, membanjir ke sana. Sebagian, yang tidak mendapatkan kamar hotel, menginap di tempat kenalan atau kerabatnya. Anakanak muda biasanya tak pusing mencari tempat menginap. Mereka membaringkan diri di pinggir pantai kawasan pesisir itu. Banyak pula yang tidak tidur, dan tetap menggerombol di kelenteng-kelenteng - pusat upacara, yang berlangsung dari malam menjelang tanggal 15 Chia Gwee sampai sore hari keesokannya .

Begitu memasuki perbatasan Pontianak dengan Singkawang - dihubungkan sebuah jembatan besar di Sungai Duri - semangat leluhur Cina mulai tercium. Toapekong atau bayangan roh leluhur yang layak disembah - yang dalam bahasa Cina Hakka atau Khek disebut pak kung - mulai bertebaran di daerah kecamatan tersebut. Bayangan roh leluhur itu bisa diwujudkan dalam bentuk sekadar cungkup kotak kecil beratap gaya Cina berwarna merah, sampai berbentuk kelenteng-kelenteng megah di tengah kota. Kelenteng itu sendiri sudah barang tentu tak hanya ada di Singkawang. Di daerah lain banyak juga kelenteng sangat megah yang berada di pinggir kota, di Gunung Batu Semarang, misalnya. Pada Cap Go Meh semuanya saja menjadi pusat ritual .

Setiap pak kung, terutama yang menjadi pusat kegiatan, berupa kelenteng memiliki lauya - orang bilang ini dukun atau semacam mediator yang menghubungkan dunia kasar dengan alam halus. Dalam Cap Go Meh di Singkawang, para lauya menjadi pusat perhatian - apalagi kalau mereka sudah dibakar dengan puluhan tegukan arak dan para lauya sudah berlayar antara sadar dan tidak.

Pada waktunya, sekali dalam awal tahun Imlek, para lauya dari berbagai pak kung bersembahyang bersama menghormati roh leluhur di kelenteng induk Tri Dharma Bumi Raya Pusat, Singkawang. Pemujaan semacam ini tentu bagian dari ajaran Konghucu alias Konfusianisme. Tapi seiring dengan itu, seperti dikatakan Darmadi alias Tjung Djun Tjong, yang pada usia 46 kini ia sudah enam kali berturut-turut menjadi ketua panitia Cap Go Meh di sini, Konfusianisme tak sendiri. "Pada akhirnya kita berjuang bersama-sama memuja Budha dan atau Kuan Im," kata Tjong.

Kegiatan sembahyang ramai-ramai oleh para lauya lalu menjadi semacam karnaval. "Lauya-lauya berkeliling kota membersihkan roh-roh jahat demi keselamatan seluruh warga," kata Tjong pula. "Ini khas Kabupaten Sambas, khususnya Singkawang." Dalam bahasa Khek, kota ini disebut San Kew Yong, yang artinya "mulut hutan di lembah".

Di situ ada Budha, ada Konfusianisme, dan kegiatan pengusiran roh itu, yang bersifat klenik Daoisme (baca: Taoisme). Harap jangan kaget, inilah Sam Kao - Mandarinnya San Jiao (baca: San Ciao, Tiga Ajaran), yang mengacu kepada Tri Dharma.

Cara para lauya berkeliling kota tidak sembarangan. Masing-masing menaiki sebuah tandu, diusung oleh empat orang dan diiringkan puluhan pengikutnya. Ini bukan tandu biasa. Coba lihat. Yang menjadi tempat duduk dan pegangannya adalah ujung pedang dan golok tradisional Cina - senjata-senjata tajam khas, yang gambarnya bisa dilihat di komik-komik silat Cina atau cerita Sam Kok. Ya, saat itu para lauya memang tidak dalam keadaan biasa. Mereka sedang berlayar di alam persimpangan sadar dan kerasukan. Arak adalah bahan bakarnya.

Subuh belum habis gelapnya dan embun masih dingin, ketika mereka menenggak bercawan-cawan arak. Menu pagi bagi para lauya, yang menjadi bagian tak terelakkan dari upacara Cap Go Meh sejak puluhan tahun lalu. Konon, roh para leluhur baru bersedia datang pada saat mereka tenggelam di bawah sadar, berayun-ayun dibuai air api itu. Dan itulah, demikian dipercaya turun-temurun, sumber kekuatan para lauya: roh-roh tersebut. Ada roh Jenderal Hitam alias Jenderal Bu Mien Ciong Kiun, tokoh jujur dan baik hati dari legenda lama. Dan nama-nama tokoh lain - tak peduli apakah tokoh itu benar…

Keywords: -
Rp. 15.000

Artikel Majalah Text Lainnya

Z
Zhirinovsky, Pemimpin dari Jalanan
1994-05-14

Vladimir zhirinovsky, ketua partai liberal demokrat, mencita-citakan terwujudnya kekaisaran rusia yang dulu pernah mengusai negara-negara…

J
Janji-Janji dari Nigeria
1994-03-12

Di indonesia mulai beredar surat-surat yang menawarkan kerja sama transfer uang miliaran rupiah dari nigeria.…

N
Negeri Asal Surat Tipuan
1994-03-12

Republik federasi nigeria, negeri yang tak habis-habisnya diguncang kudeta militer sejak merdeka 1 oktober 1960.…