Menghitung Bintang Menumpahkan ...
Edisi: 16/16 / Tanggal : 1986-06-14 / Halaman : 39 / Rubrik : SEL / Penulis :
SEJARAH tulis baca Amerika bukan baru dimulai ketika orang Eropa mendarat di benua baru ini. Jauh sebelumnya, lebih dari 2.000 tahun yang lalu, sebuah bangsa di benua ini bukan saja telah melek huruf, bahkan memiliki kebudayaan yang fantastis. Ini berkat jerih payah para ahli hieroglyph yang dengan cemerlang berhasil menyibakkan arti huruf kuno Maya yang berabad-abad terkubur debu sejarah.
Maya kini terbuka dan terurai lewat penelitian terhadap piramida dan candi. Muncullah sosok manusia Maya dengan segala kepiawaiannya, dan itu bukan cuma dongeng. Lama terasing bagai pengamat bintang di tengah belantara yang lengang dan diselimuti halimun, kaum elite Maya kini nyata tampil sebagai penguasa sejumlah negara-kota yang padat penduduk dan agresif. Mereka cenderung suka menyiksa diri dan gemar berperang. Musuh yang tertangkap dideranya berlama-lama.
Gambaran yang baru terungkapkan memang kurang romantis, dibanding kisah-kisah yang selama ini menyelimuti bangsa Maya. Tapi lebih manusiawi. Begitu kesimpulan para ahli. Masyarakat Maya tampil cemerlang, sekaligus berbau muram. Setidaknya begitulah yang ditulis oleh Erik Eckholm dalam The New York Times Magazine, nomor Mei.
Maka, orang Amerika kini bisa berbangga tentang sejarah moyangnya. "Sejarah tertulis orang Amerika sudah dimulai pada 50 SM, bergema lewat nama dan riwayat orang-orang seperti Pacal dari Palenque, Bird Jaguar dari Yaxchilan, Yax-Pac dari Copan," kata Linda Schele dari Universitas Texas dan Mary Ellen Miller dari Universitas Yale.
Memang, Maya, sebuah peradaban yang muncul di belantara Meksiko dan Amerika Tengah setelah 300 SM, kemudian berkembang dari abad kedua sampai abad ke-9. Kini, bersama-sama peradaban Mesir lama dan Asiria menjadi tiga peradaban kuno yang berbicara kepada masyarakat modern - baik melalui naskah tertulis maupun artefak bisu.
"Saya teringat kepada mahasiswa tingkat tiga yang menghafal nama Pacal bersama nama Tutankamen atau Iskandar Zulkarnain," kata Dr. Schele, sejarawan seni dan ahli hieroglif. Ahli itu bersama Dr. Miller memaparkan sejarah Maya lewat sebuah pameran besar, awal Mei silam, di Museum Seni Kimbell di Fort Worth, Texas, AS.
Bertahun-tahun monumen batu Maya, yang memuat naskah dan gambar-gambar melukiskan upaya mereka di bidang ilmu falak, bukan saja telah memesonakan para ahli Maya generasi demi generasi, tetapi juga kaum amatirnya.
Namun, karena langkanya catatan sejarah tentang Maya, dan baru sedikitnya yang bisa dibaca dari peninggalan peradaban itu, hasil studi hanya mencerminkan jerih payah dan pengabdian para penelitinya.
Sampai suatu hari, studi tentang Maya berubah secara mendasar. Pesan-pesan yang ditinggalkan para penguasa Maya di dalam bentuk lambang-lambang dan gambar-gambar pada lempeng-lempeng batu dan dinding-dinding candi telah dikodifikasikan kembali pada tahun-tahun terakhir ini. Kian hari kian meningkat, bagai berlomba dengan sejarah peradaban modern.
"Sebelumnya, penelitian yang dilakukan bersifat percakapan satu sisi dengan bebatuan dan kotoran," kata David Freidel, seorang antropolog di Universitas Southern Methodist di Dallas. "Sambil mengucurkan keringat dan melawan gigitan nyamuk kami memelototi batu-batu berlumut, mencoba menghidupkan batu-batu itu agar berbicara."
"Kini," Dr. Freidel melanjutkan, "Maya telah mampu bercerita balik, mengungkapkan keluarga mereka, sikap politik, perang demi perang yang dikobarkan. Maya hidup kembali di sana."
Dan bicara batu-batu itu telah mengenyahkan banyak mitos. Sampai waktu-waktu terakhir, banyak ahli beranggapan bahwa kompleks besar piramida dan candi Maya adalah tempat berkumpulnya para santri. Mereka dengan tenangnya hanya berkutat menghitung bintang-bintang dan penanggalan. Sebagai pendeta atau kaum bijak bestari, dari hasil perhitungan itu mereka dulu memberi petuah para petani tentang hari baik dan bulan baik. Tapi kini menjadi jelas bahwa candi didirikan bagi keagungan para raja, dan kadang-kadang juga demi para ratu. Para raja atau ratu yang memerintah berpuluh ribu kota yang sibuk.
Batu-batu itu pun berkisah tentang perang dengan kota-kota saingan yang acap kali terjadi. Tujuan utama perang ini menangkap para bangsawan pihak musuh, untuk kemudian disiksa, dipersembahkan sebagai korban dalam upacara keagamaan. Benar, Maya mengorbankan manusia lebih sedikit ketimbang orang Aztec. Tetapi yang pertama menyiksa musuhnya dengan lebih kejam. Pertandingan bola model kuno, seperti adu gladiator pada zaman Romawi, tidak menggunakan sembarang bola, melainkan kepala manusia. Bola itu diperoleh dari dua tahanan yang diadu sampai mati. Kepala si kalahlah yang kemudian menggelinding disepak kian kemari.
"Darah adalah unsur penting dalam kehidupan ritual Maya kuno," tulis Dr. Schele dan Dr. Miller dalam The Blood of Kings (Darah Para Raja), buku…
Keywords: -
Artikel Majalah Text Lainnya
Zhirinovsky, Pemimpin dari Jalanan
1994-05-14Vladimir zhirinovsky, ketua partai liberal demokrat, mencita-citakan terwujudnya kekaisaran rusia yang dulu pernah mengusai negara-negara…
Janji-Janji dari Nigeria
1994-03-12Di indonesia mulai beredar surat-surat yang menawarkan kerja sama transfer uang miliaran rupiah dari nigeria.…
Negeri Asal Surat Tipuan
1994-03-12Republik federasi nigeria, negeri yang tak habis-habisnya diguncang kudeta militer sejak merdeka 1 oktober 1960.…