Nurcholish Yang Menarik Gerbong

Edisi: 16/16 / Tanggal : 1986-06-14 / Halaman : 60 / Rubrik : AG / Penulis :


RUMAH berukuran 122 m2 itu tergolong sederhana. Pekarangannya berukuran 600 m2. Terletak di bilangan Tanah Kusir, Kebayoran Lama, rumah itu berjarak jauh dari keramaian kota.

Di sanalah Dr. Haji Nurcholish Madjid, 47, bersama istri dan dua anaknya berdiam. Tapi, kalau penghuni rumah yang baru dua tahun balik dari Chicago itu berharap punya banyak privacy, lantaran letak rumah mereka yang terpencil, mereka boleh kecewa. Tamu yang datang untuk menyampaikan undangan ceramah, atau sekadar ingin kenal, datang tidak henti-hentinya.

Nurcholish, sarjana Sastra Arab lulusan IAIN, Jakarta, yang kemudian mengambil gelar Ph.D. pada Universitas Chicago tidak kehilangan akal. "Dengan bantuan teman-teman saya pasang telepon," katanya. Apa malah tidak makin terganggu? Ternyata, tidak. Sebab, kini semua urusan harus dengan perjanjian, dan perjanjian sebaiknya lewat telepon, agar para tamu tidak main selonong saja. "Kapan lagi saya punya waktu untuk baca?" katanya.

Kesibukan Nurcholish sejak datang dari Chicago sebaiknya tidak dibaca sebagai kesibukan Nurcholish sebagai Nurcholish. Ini cuma tanda dari sesuatu yang lebih penting, sesuatu yang lebih menarik, sesuatu yang sedang berubah, sesuatu yang mungkin akan mempengaruhi hidup sejumlah besar orang di negeri ini. Jika pembicaraan sudah tiba di sini, orang tentu akan mengerti bahwa yang dimaksud adalah keterlibatan Nurcholish dalam kegiatan pembaruan pemikiran Islam, yang dilancarkannya sejak 1970. Berikut ini cerita Nurcholish, tentang awal kegiatan penting itu:

Tahun 1970 itu memang tahun penting. Anak-anak dari keluarga Islam, yang baru setelah Indonesia merdeka mendapatkan kesempatan sekolah, pada tahun itu sudah jadi sarjana. Untuk pertama kalinya dalam sejarah Republik sejumlah anak-anak dari keluarga Islam menjadi sarjana. Orang-orang terdidik ini menuntut banyak dari Islam. Dan, muncullah kekecewaan demi kekecewaan terhadap orang-orang tua. Mereka kemudian tiba pada kesimpulan bahwa harus mencari terobosan sendiri.

Waktu itu, saya sebagai ketua HMI, dan Utomo Dananjaya menjadi ketua Pll. Sebelum kegiatan tahun 1970 itu dimulai, saya kebetulan mendapat undangan ke Amerika. Selama perjalanan saya berusaha menabung uang saku, yang kemudian saya pakai membiayai perjalanan ke negara-negara Islam di Timur Tengah dan Pakistan.

Tentu yang saya amati dalam perjalanan ini tidak langsung saya cerna. Tapi di kemudian hari amat berpengaruh pada pikiran-pikiran saya. Yang meninggalkan kesan mendalam ialah Arab Saudi, yang oleh orang Wahabi…

Keywords: -
Rp. 15.000

Artikel Majalah Text Lainnya

M
Menyebarkan Model Kosim Nurzeha
1994-04-16

Yayasan iqro menyiapkan juru dakwah, ada di antaranya anggota abri berpangkat mayor, yang mengembangkan syiar…

S
Sai Baba, atau Gado-Gado Agama
1994-02-05

Inilah "gerakan" atau apa pun namanya yang mencampuradukkan agama-agama. pekan lalu, kelompok ini dicoret dari…

S
Siapa Orang Musyrik itu?
1994-02-05

Mui surabaya keberatan sebuah masjid dijadikan tempat pertemuan tokoh dari berbagai agama, berdasarkan surat at…