Sejumlah Angket Tentang Kemakmuran

Edisi: 26/16 / Tanggal : 1986-08-23 / Halaman : 20 / Rubrik : NAS / Penulis :


KEADAAN suram akhir-akhir ini -- dan tahun-tahun mendatang -- belum bisa dipastikan kapan akan berakhir. Dan, inilah tahun, seperti kata Presiden Soeharto dalam Pidato Kenegaraan di DPR, 15 Agustus lalu, "kita bersiap-siap menghadapi keadaan yang terburuk; dan di pihak lain, kita berusaha sekuat tenaga untuk mencapai keadaan yang terbaik dalam keadaan yang tidak menguntungkan itu."

Memang, untuk pertama kali dalam sejarah Orde Baru, pertumbuhan ekonomi tahun ini, pada ulang tahun Republik yang ke-41, diperkirakan negatif. Juga, untuk pertama kali, baik secara nominal maupun persentase, APBN 1986/1987 lebih rendah dibandingkan dengan APBN-APBN tahun sebelumnya. Anggaran pembangunan, misalnya, anjlok sekitar 22% dibanding tahun lalu.

Kemuraman itu sebenarnya sudah ada terlihat tanda-tandanya sejak empat tahun silam. Pada masa 1968-1981, ekonomi tumbuh rata-rata sekitar 7%. Angka yang terendah 5% (pada 1975), dan yang tertinggi mencapai 11,3% (1973). Tapi, pada 1982 pertumbuhan anjlok hanya 2,2%. Pada 1983 sebesar 4,2%, 1984 sebesar 4,5%, dan tahun lalu diperkirakan 1% lebih sedikit.

Bagaimana masyarakat membayangkan ekonomi rumah tangganya lima tahun mendatang? Bagaimana pula dengan ekonomi nasional? Perubahan apa yang mereka rasakan sejak lima tahun silam? Untuk menjawab berbagai pertanyaan itu, TEMPO kembali mengadakan pengumpulan pendapat. Ini adalah penghimpunan suara yang ke-6, yang biasa kami bikin setiap menyambut Hari Proklamasi.

Untuk itu, kami mengedarkan 1.000 daftar pertanyaan di berbagai kota, terutama ibu kota provinsi di Jawa, Medan, Palembang, Padang, Pontianak, Samarinda, Balikpapan, dan Denpasar. Kuesioner yang masuk 862, atau 86,2% -- dan terbanyak responden di Jakarta (41,76%).

Dari jumlah itu, 655 lelaki (75,99%), dan sisanya perempuan (24,01%). Pendidikan mereka: sarjana (26,56%), sarjana muda (23,78%), masih kuliah (4,6%), lulus SMTA (32,94%), lulus SMTP ke bawah (12,05%).

Apa pekerjaan mereka? Wiraswastawan 41,53%, karyawan (pegawai negeri ABRI, karyawan swasta) 49,19%, dan 9,28% adalah pekerja profesional (advokat, artis, misalnya). Mereka umumnya telah bekerja lebih dari lima tahun (69,83%).

Berapa jumlah keluarga yang ditanggung? Kebanyakan orang Indonesia masih menganut keluarga besar (extended famtly), dan bukan keluarga batih. Tanggungan seseorang, dengan demikian, tak hanya anak dan istri, tapi juga adik, atau keponakan, misalnya. Hal ini, memang juga tercermin dari besarnya tanggungan ekonomi responden. Sebanyak 33,52% responden menanggung sampai tiga orang, 39,67% sampai 6 orang, dan sebanyak 26,81% menanggung 7 orang atau lebih.

Adapun pendapatan bersih sebulan responden adalah: Di bawah Rp 100.000 (20,64%), Rp 100.001 sampai Rp 250.000 (34,91%), Rp 250.001 sampai Rp 500.000 (20,53%), Rp 500.001 sampai Rp 750.000 (11,60%), Rp 750.001 sampai Rp 1 juta (4,98%), Rp1.000.001 sampai Rp 1.500.000 (2,32%), dan selebihnya sebanyak…

Keywords: -
Rp. 15.000

Artikel Majalah Text Lainnya

S
Setelah Islam, Kini Kebangsaan
1994-05-14

Icmi dikecam, maka muncul ikatan cendekiawan kebangsaan indonesia alias icki. pemrakarsanya adalah alamsjah ratuperwiranegara, yang…

K
Kalau Bukan Amosi, Siapa?
1994-05-14

Setelah amosi ditangkap, sejumlah tokoh lsm di medan lari ke jakarta. kepada tempo, mereka mengaku…

O
Orang Sipil di Dapur ABRI
1994-05-14

Sejumlah pengamat seperti sjahrir dan amir santoso duduk dalam dewan sospol abri. apa tugas mereka?