Rendra Dan Panggung Yang Melebar

Edisi: 28/16 / Tanggal : 1986-09-06 / Halaman : 64 / Rubrik : TER / Penulis :


DI Indonesia, pertunjukan drama untuk sepuluh ribu penonton sekaligus adalah mungkin. Ketika Rendra mementaskan Panembahan Reso di Istana Olah Raga Senayan, Jakarta, Kamis dan Jumat pekan lalu, kedudukan ruang tambahan bagi kehidupan teater kita itu terasa menjadi teguh.

Itu sebenarnya sudah dimulainya dengan membawa Mastodon dan Burung Kondor, dan kemudian Sekda, di tempat yang sama beberapa tahun lalu. Namun, bila kedua pementasan itu terasa -- berdasar cirinya masing-masing -- masih berada dalam periode kampanye Rendra sebagai "tukang protes", pergelaran Panembahan Reso kelihatan seperti bagian yang lebih murni dari kehidupan seni sendiri. Rendra seperti dengan sadar berusaha melebarkan wilayah Taman Ismail Marzuki.

Dan usaha ini dimungkinkan, tentu saja, oleh "popularitas sospol" seniman ini; itulah bekal yang mampu menggiring sekitar 7.000 dan 8.000 penonton di malam-malam pertama dan kedua ke hadapan panggungnya.

Tak apa. Rendra memang kelihatan sadar betul akan kehausan sebagian publiknya: bagian pertama pertunjukannya dimulai dengan dialog-dialog yang, antara lain, seperti ini: "Negara kacau. Rakyat hidup dalam kemiskinan. Kejahatan merajalela, baik di kalangan rakyat maupun pejabat. Inilah saatnya Anda mengambil alih kekuasaan". Herankah Anda, bila tepuk tangan gemuruh ?

Tepuk tangan itu berasal dari bagian-bagian atas gedung -- kelas penonton paling murah, dengan karcis Rp 3.000-an. Merekalah yang, rasanya selalu menanti-nanti lubang untuk bertepuk dan satu dua kali berteriak. Dan dengan menerima umpan seperti itu, seakan sebagai jaminan identifikasi Rendra dengan mereka, bagian publik yang cukup besar ini selanjutnya patuh dan rela untuk tenggelam. Tenggelam di dalam apa?

Di dalam alur cerita. Dan ini adalah cerita yang kekuatannya tidak terletak pada semangat protes. Ini cerita tentang perebutan kekuasaan yang biasa, yang menarik karena penuh klik dan penuh intrik. Sebagian penonton memang masih bisa mengharap "yang tidak-tidak", tapi yang sebenarnya memukau mereka adalah daya pikat sebuah cerita silat.

Ketika sang raja sudah 85 usianya, dan sangat yakin akan…

Keywords: -
Rp. 15.000

Artikel Majalah Text Lainnya

L
Logika Kartun sebagai Jembatan Komunikasi
1994-04-16

Mungkin teater kami merasa masalah dalam naskah jack hibberd ini asing bagi penonton indonesia, ditempuhlah…

P
Peluit dalam Gelap
1994-04-16

Penulis ionesco meninggal dua pekan lalu. orang yang anti kesewenang-wenangan kekuasaan, semangat yang menjiwai drama-dramanya.

S
Sebuah Hamlet yang Sederhana
1994-02-05

Untuk ketiga kalinya bengkel teater rendra menyuguhkan hamlet, yang menggelinding dengan para pemain yang pas-pasan,…