Arab Dan Yahudi: Saling Melihat ...

Edisi: 29/16 / Tanggal : 1986-09-13 / Halaman : 37 / Rubrik : SEL / Penulis :


Tapi bila kau tak mau mendengarkan Aku, dan tak mau melaksanakan perintah-Ku... Akan Aku runtuhkan kekuasaanmu; dan Kuubah langitmu menjadi besi, dan bumimu menjadi tembaga. -- Leviticus 26:14, 19.

SATU jam sebelum remaja-remaja Yahudi datang ke komunitas kecil Neve Shalom di puncak bukit, para remaja Arab tiba. Mereka datang dengan bis, menurunkan tas dan barang-barang, menumpuknya di luar. Lalu anak-anak muda itu berjalan melewati beberapa rumah kecil berbentuk kotak, sampai ke lereng yang menuju dataran pantai Israel.

Di sini, kabut yang memisahkan mereka dicoba disibak. Anak-anak sekolah Arab dan Yahudi, sebagian besar kelas 11 dan kelas 12, akan melewatkan 4 hari bersama-sama untuk berbincang-bincang di dalam sebuah lokakarya. Inilah usaha menyeberangi jurang yang memisahkan dunia Arab dengan Israel.

Tak lama kemudian cewek dan cowok Yahudi tiba. Mereka, Yahudi dan Arab, dikumpulkan di sebuah ruangan bangunan prefabricated. Dan semuanya saja bergaya, mengenakan jaket tentara Israel dari bahan khaki kasar yang sedang mode. Sepintas lalu Anda tak bisa membedakan yang mana Arab, yang mana Yahudi.

Sudah selama beberapa dekade, Arab dan Yahudi hidup bersama sebagai tetangga dan musuh, terjerat dalam kesuraman suasana perang. Sebelum tahun 1948, perang komunal dari waktu ke waktu meletus menjadi kerusuhan dan penganiayaan. Lalu pecah perang. Yahudi menang. Orang-orang Palestina mengungsi.

Kini, pikiran kaum muda, Arab dan Yahudi, pun telah menjadi ajang perang. Dalam benak anak-anak muda kedua bangsa terbentuk gambaran yang menambah konflik tak tersembuhkan: memperebutkan sejengkal tanah yang sama.

Yahudi dan Arab, kecurigaan yang ditularkan masing-masing kepada anak-anak mereka, berakar dari permusuhan yang lama. Tapi kini, permusuhan itu tak lagi mencakup orang-orang Arab dan Yahudi seluruhnya. Lihat saja, Israel secara resmi menjalin hubungan damai dengan Mesir, hubungan damai de facto dengan Yordania. Tapi Israel tetap bermusuhan sengit denan Syria, sembari melakukan berbagai interaksi dengan golongan Arab yang berbeda-beda di Libanon, memegang posisi unggul di Tepi Barat dan Jalur Gaza. Dan jangan lupa, ada sekitar 600.000 orang Arab yang warga negara Israel.

Telah lewat zaman ketika Arab dan Yahudi hanya mengenal satu kata penghubung: permusuhan. Konflik mereka kini tak sederhana. Kini mereka hidup bersama dalam berbagai variasi hubungan. Mereka membutuhkan toleransi, yang sayangnya sulit didapat -- terutama antara Yahudi dan Arab yang sama-sama warga negara Israel.

Apa pun yang kini bisa terjadi dalam perang dan diplomasi; wilayah mana pun yang dapat direbut atau terpaksa dilepaskan; persetujuan apa pun yang akhirnya dibuat; Arab dan Yahudi tampaknya akan tetap terperangkap bersama-sama di negeri yang letih, terimpit oleh rasa takut masing-masing. Mereka tak akan menemukan kedamaian di dalam perjanjian damai. Juga kemenangan tak menjanjikan ketenteraman. Hanya satu jalan, tampaknya, yang bisa mereka tempuh guna menemukan kedamaian: dengan melihat ke dalam mata satu sama lain.

* * *

Para remaja Arab dan Yahudi itu duduk membentuk lingkaran. Ariela, cewek Yahudi berusia 20 tahun, mengucapkan selamat datang. Ia berbahasa Ibrani, dan Azis, seorang pemuda Arab, pemimpin teman-temannya, menerjemahkannya ke dalam bahasa Arab. Dua puluh enam remaja Arab dari Taibe, dan 19 Yahudi dari luar kota Tel Aviv, Rison Le Zion, mencoba melihat ke dalam mata satu sama lain.

Ariela memulai "permainan perkenalan". Dimintanya tiap anak menyebut nama buah. Lalu ia memilih seorang cowok, yang dimintanya berdiri di tengah-tengah lingkaran. Si cowok harus menyebutkan buah-buah yang ingin ia campur menjadi selada buah. Bila Ariela bertepuk, tiap orang yang buahnya terpilih harus melompat dan bertukar tempat dengan orang yang ada di seberangnya. Remaja-remaja Arab dan Yahudi berlarian menyeberangi ruangan, bertubrukan dan tertawa.

Ariela menyuruh mereka semua berjalan mengelilingi ruangan dan memandang mata orang yang tidak mereka kenal. Mereka bergerak, mengerahkan keberanian untuk memandang satu sama lain secara langsung dan cepat. Sepasang gadis Arab lebih banyak melihat ke lantai. "Sekarang berjabat tangan dan ucapkan marhaban" -- kata Arab untuk halo.

* * *

Neve Shalom adalah model impian. Diciptakan oleh orangorang Arab dan Yahudi liberal pada 1970 sebagai komunitas antaragama, guna menarik orang-orang Muslim, Kristen, dan Yahudi untuk tinggal bersama-sama di puncak bukit, menerobos rintangan-rintangan ketidakpercayaan. Pada 1984 disediakan 35 tempat tinggal permanen di bukit itu. Salah satu dari enam keluarga yang mukim di sana adalah keluarga Arab, lainnya Yahudi. Kini jumlah keluarga bertambah: ada tujuh keluarga Yahudi dan lima keluarga Arab. Namun, lebih penting daripada sumbangan kecil bagi persahabatan Arab-Yahudi, adalah peran Neve Shalom di dalam menyelenggarakan lokakarya bagi murid-murid sekolah menengah atas Arab dan Yahudi.

Memang, jangkauan kegiatan Neve Shalom belum luas. Komunitas ini belum menarik perhatian penduduk Arab dan Yahudi. Tetapi, bahkan bila usaha ini tidak menghasilkan perubahan sosial apa pun, paling sedikit telah menampakkan percikan kebajikan yang hidup di tengah-tengah gelapnya permusuhan.

Perlu diketahui, Neve Shalom bekerja keras tanpa bantuan dari pemerintah ataupun dari organisasi besar masyarakat Israel. Dalam perjuangan melawan pengabaian, ia tegak bagai tugu peringatan bagi orang-orang Israel yang tulus, dan bagi lembaga-lembaga besar yang merasa malu . Bantuan terutama datang dari orang-orang Amerika dan orang-orang asing. Murid yang datang secara sukarela membayar murah. Para penasihat tak punya sangkut paut dengan sistem sekolah.

* * *

Mereka dibagi dalam kelompok-kelompok diskusi yang masing-masing terdiri dari sepuluh orang. Salah satu kelompok dipimpin oleh Hila, seorang cewek Yahudi yang montok, dan Taher, cowok Arab yang bertubuh langsing dan berwajah alim. Hila berbicara dalam bahasa Ibrani, dan Taher menerjemahkannya. Dipimpin kedua mereka, remaja-remaja itu bergantian menyebutkan hobi mereka: olah raga, anak-anak, musik rok, sepak bola. Lalu mereka mengucapkan nama-nama benda yang mereka gemari. Anak-anak kedua bangsa saling melatih, saling mengingatkan, saling bersikap hangat, dan tertawa bersama.

Sebentar kemudian permainan itu selesai. Hila dan Taher meminta mereka berpencar menjadi kelompok-kelompok kecil yang terdiri dari tiga atau empat orang, sedapat-dapatnya yang mempunyal kegemaran sama, seperti yang baru saja mereka sebutkan. Remaja-remaja itu membentuk grup campuran Yahudi dan Arab, lalu berbicara pelan-pelan.

Empat atau lima menit kemudian mereka diminta berkumpul kembali, melaporkan hasil diskusi kecil itu. Taher mulai dengan Diab, seorang pemuda Arab yang matanya seolah menari. "Apa yang dikatakan Ricky kepadamu?" Ricky, gadis Yahudi berwajah biasa tapi menyenangkan, dan memiliki rambut sebatas bahu.

"Ia anak perempuan tertua dalam keluarganya," kata Diab dalam bahasa Ibrani. "Keluarga itu tinggal di sebuah apartemen, tidak di perumahan seperti kami. Ricky suka membaca buku. Ia mempunyai seekor anjing besar. Ia pun suka main piano."

Kemudian giliran Ricky tentang Diab, "Ia mempunyai lima orang saudara laki-laki. Ia suka main bola keranjang, dan tidak suka kalah."

Nasser, seorang pemuda Arab pendiam, melapor tentang Roven, pemuda Yahudi yang tampan, rapi, dan potongan rambutnya lebih…

Keywords: -
Rp. 15.000

Artikel Majalah Text Lainnya

Z
Zhirinovsky, Pemimpin dari Jalanan
1994-05-14

Vladimir zhirinovsky, ketua partai liberal demokrat, mencita-citakan terwujudnya kekaisaran rusia yang dulu pernah mengusai negara-negara…

J
Janji-Janji dari Nigeria
1994-03-12

Di indonesia mulai beredar surat-surat yang menawarkan kerja sama transfer uang miliaran rupiah dari nigeria.…

N
Negeri Asal Surat Tipuan
1994-03-12

Republik federasi nigeria, negeri yang tak habis-habisnya diguncang kudeta militer sejak merdeka 1 oktober 1960.…