Gereja Di Tengah Kemiskinan Dan ...

Edisi: 34/16 / Tanggal : 1986-10-18 / Halaman : 37 / Rubrik : SEL / Penulis :


ADA dua hal yang ingin dicapai Presiden Corazon Aquino dalam muhibahnya ke Amerika Serikat, belum lama berselang. Pertama, membuktikan kepada para penantangnya di dalam negeri bahwa ia didukung oleh sekutu utama Filipina, Washington. Dan kedua, mencari bantuan yang bisa digunakan untuk memerangi penderitaan di sejumlah daerah terpencil negeri yang baru bergolak itu, seperti yang misalnya ditanggungkan oleh kota kecil Candoni. Ada apa di Candoni?

Ceritanya panjang. Kota itu demikian terpencilnya, hingga tiga orang pastor pernah menolak ditugaskan di paroki terpencil ini. Sampai akhirnya, seorang biarawan bernama Rolando Nueva bersedia menerima jabatan itu. Dan ia sepenuhnya maklum pada sikap menolak tiga sejawatnya terdahulu. Candoni tidak jauh berbeda dengan sejumlah dusun dan kampung yang bertebaran di seantero pebukitan dan hutan yang membentuk keparokian Pulau Negros di Filipina. Kawasan ini tidak memiliki sistem transpor dan komunikasi. Tidak ada dokter dalam radius 50 kilometer. Tidak ada sekolah menengah umum. Tidak ada program bantuan ekonomi untuk mengangkat kehidupan para petani. Dan, kecuali di kota kecil itu sendiri, tidak ada listrik di seantero pulau itu.

Di tengah ketiadaan elemen dasar hidup kemasyarakatan itulah pastor berusia 31 tahun tadi menerjunkan diri. Menuruti kebiasaan umum di Filipina, yang memanggil seseorang dengan nama singkat, Pastor Rolando Nueva lebih dikenal sebagai "Bapa Rolex". Jabatannya bertumpuk: administrator sekolah, penasihat masalah-masalah sosial, organisator pertanian, sopir truk, dan -- bila diperlukan menjadi penengah antara gerilyawan komunis yang kian berkembang dan pihak militer yang kadang-kadang bertindak agresif dan ganas. Dalam menjalankan tugas yang kerap menawarkan kesepian, dan keterpencilan yang nyaris membuat seseorang putus asa itu, pastor muda ini memainkan peranan makin gawat. Memang, itu tak bisa tidak harus diterimanya karena begitulah posisi yang harus ditanggungkan Gereja Katolik Roma di Filipina pada saat ini.

* * *

Enam bulan setelah berhasil menggalang front untuk menjatuhkan Ferdinand E. Marcos, para pendukung Presiden Corazon C. Aquino terpecah-belah ke dalam sekitar lusinan klik, yang masing-masing berusaha unjuk kekuatan. Dan dari klik-klik itu hanya satu kelompok yang tampaknya bersikukuh mendukung janda mendiang Senator Benigno Aquino: Gereja Katolik Roma. Kenyataan ini tak sekadar mencerminkan perbandingan kekuatan politik yang kini ada di negeri itu. Tapi, dampak kenyataan itu sungguh jauh.

"Ada tiga lembaga yang akhirnya akan menentukan masa depan negeri ini," tulis Seth Mydans dalam The New York Times Magazine, bulan kemarin. Menurut kepala biro Manila The Times itu, ketiga lembaga tadi ialah Pemerintah, Angkatan Bersenjata, dan Gereja Katolik Roma. Gereja paling tidak menggenggam kesetiaan sekitar 84 persen dari 54 juta penduduk Filipina. Dan gereja sudah hadir di sana berabad-abad, sejak para rahib Spanyol membawa agama Katolik ke Filipina, pada awal sejarah modern negeri itu.

Selama itu pula, gereja hadir tegar dan bersahaja. Tetapi, menjalani tahun-tahun 1970-an, lembaga agamawi itu mulai tampil sebagai satu-satunya oposisi terorganisasi yang berusaha menekan pemerintahan Marcos. Wujudnya memang tidak dalam bentuk kekerasan. Baru terbatas pada mengalihkan perhatian dan simpati, yang tadinya diberikan kepada kaum elite kota yang berkuasa, dan kini ke penduduk jelata dan kaum urban sengsara -- yang merupakan mayoritas populasi Filipina. Meningkatnya peran gereja yang sangat menentukan dalam mengantarkan Nyonya Aquino ke kursi kepresidenan, Februari lalu, membawa lembaga yang tua itu ke suatu puncak baru yang menebarkan pengaruh.

Kini, setiap orang yang berniat menggulingkan Presiden Cory Aquino disarankan berpikir lebih dari sekali tentang peranan gereja dalam perjuangan mengenyahkan Marcos. Peran itu memang menempatkan gereja pada suatu medan yang mudah sekali diserang. Dalam upaya untuk tetap berada dalam batas yang ditentukan Vatikan bagi keterlibatan gereja di kancah politik, para pastor dan suster Filipina mengorganisasikan diri membantu kaum miskin. Dengan cara itu mereka tidak perlu terlalu dalam mencampuri urusan-urusan Pemerintah.

Tetapi, peran yang sangat peka itu memang tidak bisa dilewati mulus begitu saja. Pada akhirnya, itu terpulang ke pundak perorangan para imam paroki, seperti misalnya Bapa Rolex tadi. Ia, siap atau tidak, harus berhadapan dengan sejumlah pertanyaan moral dan politik yang, sekaligus, menguji kemampuan dan imannya.

"Saya telah mengenal Bapa Rolex sejak lebih dari setahun lalu," tutur Leonardo Gallardo, seorang tokoh bisnis yang bersahabat, yang bermukim di Bacolod, ibu kota Negros. Dalam beberapa peristiwa saudagar inilah yang sering didatangi pastor muda itu untuk dimintai bantuan bagi umat keparokiannya. "Tak terpikirkan oleh saya bahwa Bapa Rolex bisa tetap tinggal di sini, menyaksikan berbagai ketidakadilan, dan ia tidak berubah. Ia bimbang, Bung, ia sedang mengalami perjuangan," tutur Gallardo.

* * *

Duduk di bawah cahaya muram sebuah bola lampu neon kecil, pada suatu malam yang terpencil pastor itu menerima wartawan Seth Mydans. Di luar rumah, jangkrik memperdengarkan konser abadinya. Ada juga gonggong anjing, sekali-sekali dan jauh, entah di pojok lorong yang mana. Selebihnya sepi, seperti tiada lagi isyarat kehidupan.

Bapa Rolex bertutur tentang enam belas bulan masa jabatan yang sudah dilaluinya di Candoni. Pastor ini berperawakan langsing, berambut ikal, dan dia biasa ke mana-mana mengenakan celana jean, kaus oblong, dan bersandal jepit. Beban dan kesungguhan yang dituntut dari pekerjaan ini tampaknya terlalu berat bagi usianya yang masih begitu muda, dan bagi sikapnya sendiri yang selalu tampak berusaha merendah.

Inilah penugasan pertamanya sebagai imam paroki. "Dan inilah konfrontasi saya yang pertama dengan sebuah aspek, yang penanggulangannya tidak pernah saya pelajari dari seminari," katanya. Ia lalu bercerita tentang orang-orang yang datang dengan masalah pengobatan dan kesulitan keuangan. "Jika kebetulan ada uang di saku saya, mereka saya beri pinjaman, atau sedekah begitu saja. Mereka membawa anak-anak mereka kemari, meminta tolong agar saya mengangkut anak yang sakit itu dengan truk saya…

Keywords: -
Rp. 15.000

Artikel Majalah Text Lainnya

Z
Zhirinovsky, Pemimpin dari Jalanan
1994-05-14

Vladimir zhirinovsky, ketua partai liberal demokrat, mencita-citakan terwujudnya kekaisaran rusia yang dulu pernah mengusai negara-negara…

J
Janji-Janji dari Nigeria
1994-03-12

Di indonesia mulai beredar surat-surat yang menawarkan kerja sama transfer uang miliaran rupiah dari nigeria.…

N
Negeri Asal Surat Tipuan
1994-03-12

Republik federasi nigeria, negeri yang tak habis-habisnya diguncang kudeta militer sejak merdeka 1 oktober 1960.…