Dokter Digugat, Dokter Menggugat ; Bersalahkan Dokter?
Edisi: 35/16 / Tanggal : 1986-10-25 / Halaman : 56 / Rubrik : LAPUT / Penulis :
KASUS Muhidin, yang matanya bolong karena operasi di sebuah rumah sakit di Sukabumi, ternyata, berkepanjangan. Belum beres pengadilan di sana menyelesaikan perkaranya, pekan lalu pemuda berusia 20 tahun bersama ayah dan pengacaranya itu, rupanya, langsung mengadu ke DPR. Maka, sejumlah wakil rakyat datang ke rumah sakit tempat Muhidin pernah berobat, Jumat pekan lalu. "Kami hanya ingin mengecek laporan yang disampaikan pihak pasien kepada kami," ujar Ny. Salkon, "Kalau mereka tidak datang ke DPR, kami juga tidak akan datang ke sini."
Tidak salah, masalah pasien yang tidak puas terhadap pelayanan dokter sudah menanjak tinggi ke lembaga seperti DPR. Itusebabnya Komisi VIII DPR-RI dengan resmi mengutus wakilnya, Ny. Salkon, mengunjungi Sukabumi, menemui dr. Husaeni, yang dilaporkan pasiennya bertindak gegabah dalam melakukan operasi mata.
Perlukah upaya sejauh itu? Ny. Salkon sendiri menyesalkan pengaduan itu. "Tapi sebagai warga negara ia berhak menyampaikan keluhannya ke DPR, dan kedatangan kami cuma mencari fakta sehingga kami bisa bersikap obyektif." Untuk apa pengumpulan fakta itu, Ny. Salkon tak menjelaskannya. Wakil rakyat itu menunjuk pengadilanlah yang sebaiknya menangani masalah itu. "Kalaupun nanti putusan pengadilan dirasa kurang memuaskan, mereka bisa banding, bahkan kasasi," katanya.
Muhidin bersama ayahnya, Mamun, sebelum mengadu ke DPR memang sudah menuntut dr. Husaeni dengan tuduhan telah mengambil biji mata Muhidin melalui operasi mata di RS Syamsudin tanpa izin pihak keluarga. Husaeni sendiri menangkis tuduhan itu dengan alasan, tindakan yang dilakukannya semata-mata untuk keselamatan Muhidin sendiri. Infeksi mata, yang ditemukannya, dikhawatirkan akan merambat ke otak.
Tuntutan Rp 30 juta yang diajukan Muhidin dan ayahnya menggegerkan Sukabumi. Para dokter di sana serta-merta cemas, dan akibatnya bersikap sangat formal dalam melakukan pembedahan. Dalam dua minggu terakhir, tak ada dokter berani melakukan pembedahan bila izin operasi dari pihak keluarga tak ada.
Akibatnya, beberapa pasien yang memerlukan pembedahan terpaksa dikirim ke RSU Hasan Sadikin, Bandung. Untung, pasien-pasien dengan kondisi gawat darurat tak sampai ditinggalkan. Toh Sukabumi sempat kaget dan Wali Kota menggerutu di tengah kecemasan itu.
Di tengah kepanikan itu, Muhidin dengan cepat dituduh biang keladi, dan beberapa pejabat agaknya menyesalinya. Barangkali cemas menghadapi perkembangan itu, Muhidin bersama ayahnya mengadu ke DPR bersama pengacara-pengacaranya, yang tampak bersemangat mengurusi kasus yang telah diramaikan media massa itu.
"Hanya sekadar melapor kepada wakil rakyat," ujar Mamun, "saya rasa di Sukabumi para pejabatnya sudah kurang perhatian terhadap nasib anak kami." Dan upayanya melapor ke DPR itu ternyata tak dilakukannya sendiri. Bersama Mamun dan Muhidin ikut pula Opa bin Tuhi. Bapak tiga anak berusia 40 tahun ini mengaku mengalami kejadian yang sama dengan Muhidin. Matanya dioperasi dr. Husaeni, juga hingga bolong. Ia juga mengaku diminta menandatangani formulir tentang izin operasi yang kurang dipahaminya. "Dalam kertas yang saya tanda tangani itu cuma dibilang mata saya akan diobati lewat operasi," tuturnya melalui penerjemah, "sama sekali enggak dibilang mau dicopot." Opa "ditemukan" pengacara Muhidin, Ade Gumilang, S.H. "Bukan apa-apa,…
Keywords: -
Artikel Majalah Text Lainnya
Willem pergi, mengapa Sumitro?; Astra: Aset nasional
1992-08-08Prof. sumitro djojohadikusumo menjadi chairman pt astra international inc untuk mempertahankan astra sebagai aset nasional.…
YANG KINI DIPERTARUHKAN
1990-09-29Kejaksaan agung masih terus memeriksa dicky iskandar di nata secara maraton. kerugian bank duta sebesar…
BAGAIMANA MEMPERCAYAI BANK
1990-09-29Winarto seomarto sibuk membenahi manajemen bank duta. bulog kedatangan beras vietnam. kepercayaan dan pengawasan adalah…