Bahasa Perhiasan Benua Hitam

Edisi: 02/15 / Tanggal : 1985-03-09 / Halaman : 37 / Rubrik : SEL / Penulis :


MULANYA, orang Barat bersikap salah dalam memandang kesenian tradisional Afrika. Sampai awal abad ini mereka masih menyebutkan bahwa kesenian Afrika primitif adanya - dalam arti dibuat oleh kelompok manusia yang tidak mengenal emosinya sendiri, perasaan cintanya, bencinya, penghargaannya kepada alam, katakanlah masyarakat yang lugu.

Mereka - orang Amerika dan Eropa - menilai bahwa kesenian tradisional Afrika tercipta tanpa aturan dan penggayaan, dan bahwa masyarakat Afrika tidak menjalankan aturan-aturan pribadi dan kelompok dalam hidup mereka. Memang, ini semacam manifestasi kecongkakan yang berakar pada paham kolonialisme.

Dan sikap itu, menurut kesimpulan buku Great Ages of Man, African Kingdoms, juga didasari pengetahuan yang tidak mendalam tentang kehidupan benua besar itu.

Tapi sikap ini berubah. Yakni, "Ketika pada tahun 1930-an para arkeolog, dalam penggalian mereka di situs kota tua Yoruba dan Ife di barat daya Nigeria, menemukan terakota dan patung-patung kepala yang menakjubkan," kata buku tadi. Patung-patung itu terbuat dari perunggu - sebuah produk teknologi tidak sederhana.

Angela Fisher, yang tahun lalu berkeliling Afrika dan menuturkan laporannya dalam National Geographic bulan November, bilang, "Teknik pengecoran perunggu yang dilakukan para pandai besi Benin - kini Nigeria - merupakan hal yang tak terpisahkan dari karya-karya puncak Afrika."

Untuk membuat patung, misalnya, lebih dulu dibuat modelnya dengan lilin. Patung lilin ini lantas dibungkus tanah liat. Lalu dipanaskan. Tentu saja lilin meleleh, dan tanah liat mengeras - maka terbentuklah cetakan. Ke dalam cetakan ini dituangkan cairan perunggu - adonan tembaga, kuningan, dan timah. Begitulah sebuah patung terwujud - dan cetakannya yang dibuat dari tanah liat itu diremukkan. Jadi, tidak ada proses cetak ulang.

Teknik berkreasi seperti ini datang dari utara ke Afrika Barat pada awal abad ke-9, melalui jalur perdagangan yang melintasi Sahara. Ketika pada abad ke-15 kawanan orang Eropa berdatangan dan mendapat gagasan memperdagangkan loyang dan tembaga, teknik pengecoran itu meluas ke sisi barat benua hitam itu.

Lihatlah contoh patung karya seniman Koulango, Pantai Gading: sebuah figur wanita hamil, imbauan pentingnya kesuburan, yang diduga hasil pengecoran abad ke-19. Atau sepotong wajah manusia yang menempel pada gelang. Ini hasil pengecoran perajin - yang sama saja dengan seniman - Nigeria, untuk para anggota aliran kepercayaan Ogboni yang tumbuh di antara warga Yoruba.

Yang lain, gelang, dengan hiasan seekor laba-laba besar - diduga hasil pengecoran orang Senoufo atau Bobo. Cerita rakyat pada sebagian penduduk Afrika Barat menganggap bahwa laba-laba, seperti yang kemudian dituturkan Angela Fisher, "Bisa bicara, bertindak seperti manusia, dan memberi tahu bagaimana caranya orang menjadi kaya."

Belakangan, kerajinan pengecoran yang istimewa itu melenyap dari Afrika Barat. Para senimannya, kata Angela pula, "Sudah tak sanggup lagi mempertahankan pekerjaan yang canggih itu; sudah terlalu sibuk terlibat dalam usaha produksi masal barang kebutuhan turis yang lebih menguntungkan ."

Barangkali kenyataan seperti itu wajar saja. Tapi barangkali juga menyedihkan - terutama kalau diingat bahwa bagi para penyembah berhala di Afrika, kata buku African Kingdoms, "Kesenian tak ubahnya sebagai liturgi orang Nasrani: sebuah pedoman upacara-upacara keagamaan yang berawal dari pengalaman rohani mereka."

Bagian terbesar kesenian Afrika tak terlepas dari fungsi religi. Patung patung, tarian, musik, dentam tambur, dan nyanyian-nyanyian, semua diciptakan sebagai alat penggugah tenaga-tenaga alam yang memberi semangat hidup. Karya tradisional Afrika, seperti juga kepercayaan dan adat istiadatnya, merupakan produk suatu masa ketika keimanan sangat penting. Tak berbeda dari Abad Pertengahan Eropa - ketika banyak katedral dibangun dan musik untuk mengagungkan Tuhan digubah.

Berdasarkan kenyataan itu, seni Afrika memiliki dua watak utama: bentuknya bervariasi, tapi bergaya konvensional. Keanekaan itu disebabkan kepercayaan dan upacara-upacara keagamaan di sana juga bermacam-macam. Sedangkan gaya konvensional disebabkan oleh anggapan bahwa seni adalah sarana ekspresi nilai nilai keabadian.

Tradisi pembuatan patung di Afrika bermula dari Zaman Besi. Perkiraan ini timbul lantaran tak ada contoh kuat yang bisa ditunjuk sebagai bukti karya zaman sebelumnya - walaupun bayangan tentang pembuatan patung di Zaman Batu tampak pada lukisan-lukisan di batu karang Sahara.

Pada 1940-an Bernard Fagg, arkeolog yang bekerja di Nigeria, mendapati sekumpulan patung kepala yang terbuat dari terakota - juga serpihan-serpihan wajah di…

Keywords: -
Rp. 15.000

Artikel Majalah Text Lainnya

Z
Zhirinovsky, Pemimpin dari Jalanan
1994-05-14

Vladimir zhirinovsky, ketua partai liberal demokrat, mencita-citakan terwujudnya kekaisaran rusia yang dulu pernah mengusai negara-negara…

J
Janji-Janji dari Nigeria
1994-03-12

Di indonesia mulai beredar surat-surat yang menawarkan kerja sama transfer uang miliaran rupiah dari nigeria.…

N
Negeri Asal Surat Tipuan
1994-03-12

Republik federasi nigeria, negeri yang tak habis-habisnya diguncang kudeta militer sejak merdeka 1 oktober 1960.…