Riwayat Perdjoeangan Oeang Republik

Edisi: 05/15 / Tanggal : 1985-03-30 / Halaman : 31 / Rubrik : SEL / Penulis :


PEMBUATAN uang Indonesia, terhitung dari 1945 sampai sekarang, punya riwayat yang panjang. "Sejarah" itu terbagi dalam dua periode: masa perjuangan dan masa pembangunan. Keduanya sangat mem pengaruhi teknik pembuatan uangnya - dengan sendirinya, karena perbedaan situasi. Seusai Perang Dunia II, ketika Jepang terpaksa hengkang dari Indonesia, sudah beratus juta rupiah uang kertas kita yang telanjur diterbitkan untuk keperluan Jepang. Akibatnya, timbul persoalan: bagaimana caranya menarik uang, kali ini untuk keperluan RI.

Kendati banyak uang Hindia Belanda dan uang Jepang yang masih sah beredar, pemerintah tak dapat dikatakan memilikinya. Terlebih lagi nilai uang Jepang ketika itu merosot terus. Keadaan itulah yang mendorong pemerintah Indonesia menyehatkan keuangan negara: mendirikan bank sentral sebagai upaya menciptakan keuangan yang sehat. Maka, kita pun mengenal Bank Negara Indonesia 1946.

Tapi tak hanya bank sentral. Pemerintah juga menyusun panitia pembuatan Oeang Repoeblik Indonesia (ORI) di Jakarta, Agustus-September 1945. Anggotanya, antara lain: Mochtar Matata, Aus Suriatna, dan S.E. Osman. Mereka ini sebelumnya pernah bekerja di Percetakan Kolff, Jakarta, bagian pencetakan kertas berharga.

Akhirnya, setelah setahun membuat persiapan ORI - dengan mengawasi pembuatan gambar di Gedung Departemen Keuangan - klise uang itu mulai dibuat di Balai Pustaka. Dibuat pula gambar lito di Percetakan de UNI. Setelah itu, panitia yang beranggotakan enam orang itu meminta pengesahan. Bersama-sama mereka mendatangi gedung pemerintah di Pegangsaan Timur, melapor kepada Wakil Presiden Moh. Hatta.

Tepat pukul 00.00, 30 Oktober 1946, pemerintah mengumumkan berlakunya ORI dan menarik peredaran uang Jepang. Kebetulan istri Mochtar Matata pada saat yang sama melahirkan anaknya yang ketiga. Untuk kenang-kenangan, anak itu pun diberi nama ORI .

Ikut ambil bagian membuat uang pada masa perjuangan tentu saja merupakan kebanggaan tersendiri. Mochtar Matata, kini 63 tahun, mengaku sampai-sampai nekat"mencuri" berpeti-peti kertas - bersama kawan-kawannya - dari Percetakan Kolff untuk keperluan ORI.

Malah selain di Jakarta, Mochtar Matata memimpin pula pencetakan ORI di Malang (Desa Kendalpayak), Surakarta, dan Yogyakarta, bersama-sama Aus Suriatna dan S.E. Osman. Sementara itu, rumahnya di Jl Kramat Sentiong, sudah rata dengan tanah akibat serbuan Belanda. "Keluarga saya -pun ikut diboyong ke Malang dan Surakarta," tuturnya mengenang. Tiga tahun setelah itu, 1949, Mochtar terpaksa pulang kampung ke Ujungpandang, memulai usaha swasta yang berbeda.

Proses penarikan uang Jepang masa itu dilakukan BNI 46 sebagai bank sentral- meski ORI baru berlaku di Jawa dan Madura. Untuk Provinsi Sumatera, selain ORI, uang Jepang pun masih berlaku - sampai 1948. ORI, yang baru setahun beredar dan ditandatangani Menteri Keuangan A.A. Maramis, kemudian menghadapi saingan uang NICA. Sampai-sampai Indonesia dan Belanda membuat komitmen di daerah perbatasan Rl dan daerah pendudukan Belanda: tak boleh ada paksaan pada penduduk yang memilih mata uang yang disukai.

Bisa dimaklumi pula, ORI - dengan desain yang sangat sederhana - mudah dipalsukan. Selain bahan kertas yang dipakai gampang sobek, teknik mencetaknya pun belum rapi. Kelemahan inilah yang memancing Belanda memalsukan dan mengedarkan "ORI" di daerah Republik. Akibatnya, selama dua tahun Indonesia menerbitkan ORI dua kali - sementara Belanda terus melakukan blokade ekonomi. Ekonomi negara semakin kacau karena mengalami defisit.

Satu-satunya cara menjaga kepercayaan masyarakat ialah ini: pemerintah memesan ORI dari Percetakan Thomas de la Rue, Inggris. Namun, Aksi Militer I Belanda kembali menjegal peredaran ORI Inggris ini. Beberapa daerah diblokade Belanda, sehingga barang keperluan masyarakat sulit diperoleh. sedangkan 50% anggaran belanja negara hanya untuk pertahanan.

Dalam masa darurat ini, sialnya, percetakan ORI di Kendalpayak porak-poranda diserbu Belanda - meski peralatan percetakan dapat diboyong ke Desa Kanten, Ponorogo. Pihak Belanda, sesudah penyerbuan, terus mengejar para pejuang tanpa senjata itu, yang menyebabkan pimpinan rombongan, Soetjipto, tertangkap. Ia di tembak mati.

Pada masa pemerintahan beralih dari Jakarta ke Yogyakarta, seluruh materi percetakan ORI pun ikut diangkut dengan kereta api, dengan pengawalan ketat. "Kami melanjutkan pencetakan ORI di rumah penduduk," cerita Mochtar. "Sebab, di Hotel Merdeka, Yogya, kalau ketahuan Belanda . . . waaah bisa dihabisi."

Seusai Aksi Militer 1, Mochtar dan keluarga kembali ke Yogyakarta, sementara pencetakan ORI kembali di pegang pemerintah atau Departemen Keuangan. Para anggota panitia ORI, sesudah itu, yaitu Desember 1947, melanjutkan hidupnya sendiri-sendiri. Mochtar kemudian aktif bergabung dalam Badan Perjuangan Sulawesi (Armada IV Pertahanan ALRI Luar Jawa) dan berangkat dengan seluruh keluarga ke Ujungpandang, Oktober 1 948.

Di samping Mochtar, yang juga aktif menyusun ORI antara lain pemuda kelahiran Kebumen, R. Bunjamin Surjohardjo - kini 84 tahun. "Saya ketika itu tukang membuat klise," katanya. Ia memulai karier di Batavia pada Dinas Topografi (masuk Department van Oorlog). Sebenarnya, Bunjamin, kakek 76 cucu itu, menimba ilmu membuat klise dari Percetakan Gita Karya, Sukabumi, 1924. "Saya satusatunya pribumi yang punya keahlian membuat klise warna, klise garis, dan raster," ucapnya bangga.

Surjohardjo ini juga yang aktif di Balai Pustaka ketika pertama kali ORI dicetak. Pasukan Gurkha sempat menggeledah percetakan itu. "Untung, mereka tak sempat masuk ke ruangan saya. Di sana klise berserakan begitu saja di meja," katanya.

Pekerjaan merampungkan ORI, yang dipimpin Almarhum Sanawi, bermarkas di belakang kantor harian Kedaulatan Rakyat, Yogya. Memang cuma di rumah gubuk. Lantaran banyak intel yang mengintip, markas lantas mengungsi ke belakang kantor BNI 1946. "Direkturnya Margono Djojohadikusumo. Sedangkan onder directeur-nya Sumitro Djojohadikusumo, anaknya," ujar Surjohardjo. Pekerjaan opname desain tetap dilakukan di percetakan milik Lie Kam Hong. Belakangan opname terpaksa dilakukan di markas dengan mengandalkan sinar matahari sebagai pengering.

Tahun 1948 keadaan makin tak aman. Kerabat…

Keywords: -
Rp. 15.000

Artikel Majalah Text Lainnya

Z
Zhirinovsky, Pemimpin dari Jalanan
1994-05-14

Vladimir zhirinovsky, ketua partai liberal demokrat, mencita-citakan terwujudnya kekaisaran rusia yang dulu pernah mengusai negara-negara…

J
Janji-Janji dari Nigeria
1994-03-12

Di indonesia mulai beredar surat-surat yang menawarkan kerja sama transfer uang miliaran rupiah dari nigeria.…

N
Negeri Asal Surat Tipuan
1994-03-12

Republik federasi nigeria, negeri yang tak habis-habisnya diguncang kudeta militer sejak merdeka 1 oktober 1960.…