Dari Kabut Politik Kremlin, ...
Edisi: 15/11 / Tanggal : 1985-05-11 / Halaman : 37 / Rubrik : SEL / Penulis :
ADA semacam harapan melambung bagai angin dalam ketegangan antara Barat dan Timur. Yakni ketika 10 Maret lalu Mikhail Gorbachev terpilih sebagai pimpinan tertinggi Uni Soviet. Pilihan itu sendiri berlangsung sangat cepat: kurang dari 24 jam setelah pemimpin tertinggi sebelumnya, Konstantin Chernenko, meninggal.
Tapi banyak orang tidak terkejut. Dunia Barat, umpamanya, sudah menduga kemungkinan itu. Pada kunjungannya ke Inggris beberapa bulan sebelum pengangkatannya, Gorbachev mendapat penyambutan yang layaknya diberikan kepada seorang kepala negara. Padahal kedudukan resminya waktu itu cuma ketua Komisi Luar Negeri Parlemen Soviet.
Amerika Serikat juga sudah memperhatikan Gorbachev sejak kemunculannya yan palin awal dipanggung politik internasional. Memang, dalam waktu relatif singkat ia mencuat dengan cepat dari balik kabut politik Kremlin. Tiba-tiba menjadi tokoh no. 2 dalam hirarki Partai pada saat Chernenko, yang sakit-sakitan dan 20 tahun lebih tua, masih berkuasa. Pada bulan-bulan pertama, cuma ada satu dua kalimat tentang Gorbachev dalam laporan inteligen yang setiap pagi disuguhkan kepada Presiden Ronald Reagan berupa buku catatan tebal berkulit warna hitam dengan huruf emas. Beberapa bulan kemudian, laporan berkembang menjadi beberapa ali nea. Kini, gambaran makin jelas.
Dan gambaran itu segera dilengkapi kesan-kesan Ny. Thacther tentang Gorbachev, yang ia ceritakan kepada Reagan ketika ia berkunjung ke Amerika Serikat. Maka, ketika Reagan sekitar pukul 10 pai hari Senin itu mendapat kabar bahwa Gorbachev terpilih sebagai sekretaris jenderal Partai Komunis Uni Soviet - kedudukan paling menentukan di sana - ia merasa lebih mengenalnya daripada kepada Andropov atau Chernenko ketika terpilih.
Tapi, seperti ditulis Hugh Sidey, kolumnis majalah Time, semua informasi itu sebenarnya hampir tak menjelaskan apa pun tentang Gorbachev sebagai pemimpin sebuah negara adidaya. Misalnya, diketahui bahwa Gorbachev seorang yang suka bekerja dari pagi hingga malam, enam hari sepekan; bahwa ia seorang yang suka bergaul dengan keluarganya; kadang-kadang minum sedikit vodka; suka musik klasik; dan gemar mengembara di alam terbuka, serta banyak membaca. Tapi bagaimana kelak sikapnya sebagai pemimpin? Mengapa ia yang terpilih, dan bagaimana cara ia bisa begitu cepat meraih tingkat tertinggi itu? Apa keistimewaannya?
Semua itu tak terjawab. Tak ada cara mengukur jiwa seseorang, begitu kesimpulan Sidey, terkecuali dibuktikan melalui tempaan kenyataan. Tapi, kata Sidey lebih lanjut, perang antara kedua negara adidaya kini terutama merupakan perang kata. Mungkin Gorbachev merupakan jawaban Uni Soviet atas kesimpulan mereka, bahwa juga dibutuhkan seorang komunikator besar.
Memang, Gorbachev pandai berkomunikasi. Ketika tiba di Heathrow, lapangan terbang London, ia nyatakan, "Tidak ada satu pun jenis persenjataan yang akan ditolak Uni Soviet untuk dibatasi, bahkan untuk dimusnahkan, asal didasarkan pada persetujuan dan pertimbangan timbal balik."
Tapi yang lebih mengesankan orang Inggris pada kunjungan itu adalah penampilan Gorbachev bersama istrinya, Raisa Maksimova, yang anggun dan menarik. Ini suatu perombakan total citra seorang pemimpin Soviet - yang biasanya lanjut usia, kaku berbicara dengan bahasa slogan yang dihafal, berbusana kolot, dan belum pernah menggandeng bini.
Gorbachev, sebaliknya, tampil dengan setelan abuabu bergaris halus, mantel luar abu-abu dan topi trilby, bagai seorang pria Inggris. Ia tersenyum penuh karisma, bergairah, berkelakar, dengan tatapan penuh perhatian, mendampingi istrinya yang menawan, berpendidikan, dan berbudaya.
Hampir tak ada yang merasa kecewa di Inggris ketika itu, tulis Serge Schmemann, kepala Biro Time di Moskow. Pasangan Gorbachev menanggapi penuh kagum semua acara yang disajikan tuan rumah. Hanya sekali Gorbachev membatalkan acara - kunjungan ke makam Karl Marx - dan menggantikannya dengan kunjungan ke Tower of London. Ia tidak berbahasa Inggris, tapi tidak merasa sungkan menanyai orang dengan bahasa Rusia. "Apa yang Anda kerjakan?" tanyanya kepada seorang mahasiswa di British Museum, tempat Karl Marx menulis sebagian terbesar dari bukunya, Das Kapital. Pemuda itu menjelaskan, ia sedang mengerjakan suatu tesis sejarah. "Jangan ditulis dengan bahasa kering seperti debu," Gorbachev menasihatinya. Ketika kemudian ia ditunjuki meja kerja Karl Marx di ruang baca museum, ia mengomentari suasana yang gelap dan pengap. "Jika orang sampai menjadi tidak menyukai Marxisme, mestinya mereka menyalahkan British Museum," katanya berkelakar.
Istrinya mencoba beberapa ungkapan bahasa Inggris dengan lafal yang menawan. Ia juga sangat tertarik kesusastraan dan filsafat, dua bidang yang ia pelajari di Universitas Neeara di Moskow.
Tentang busana Ny. Gorbachev, surat kabar Daily Mail mendesah, "Ny. Gorbachev melanggar setiap peraturan dalam buku mode Kremlin." Peter Tory dari The London Daily Mirror lebih kagum lagi. "Betapa anggun Ny. Gorbachev itu," tulisnya. "Betapa berbeda dengan kesan sebelumnya . . . dari istri pejabat senior Rusia yang tampak seperti mau membangun bendungan di Siberia."
Busana Raisa Maksimova memang mengagumkan. Satu hari ia mengenakan gaun berwarna gelap, esok hari setelan bergaris halus dengan blus satin, hari berikutnya setelan wol putih dengan sepatu berhak tinggi, dan di sebuah resepsi di kedutaan besar Soviet ia mengenakan gaun dua potong dari bahan satin krem, sandal kulit lame berwarna emas dan anting-anting mutiara di telinganya.
Ny. Thatcher sempat mengagumi setelan Ny. Gorbachev ketika bertemu dengan pasangan itu di Chequers, kediaman resmi PM Inggris di luar London. Setelah makan siang di situ, Gorbachev dan Thatcher selama 31/2 jam berbincang-bincang mengenai hubungan Timur-Barat serta masalah perlucutan senjata. "Saya menyukai Tn. Gorbachev," ujar wanita besi yang tak pernah menyembunyikan sikap antikomunisnya. "Kita bisa bekerja sama."
Sungguh suatu ukuran keberhasilan: Gorbachev mampu membangkitkan perhatian, meski tak setapak pun menyimpang dari garis Kremlin yang baku, tulis Schmemann di The New York Times Magazine. Dengan setia ia mendengungkan kampanye propaganda Moskow yang terdini menentang proyek pertahanan di antariksa, gagasan Star Wars Reagan.
Ia, yang murah senyum dan suka berkelakar, sempat jengkel setiap kali orang menyinggung masalah penindasan Moskow atas hak-hak asasi dan agama. "Saya bisa mengungkapkan beberapa kenyataan tentang hak-hak asasi di Inggris," jawabnya ketus ketika seorang anggota parlemen dari Partai Tory, Norman St. John-Stevas, mengajukan pertanyaan tentang penindasan kelompok beragama di Uni Soviet. "Misalnya, Anda menindas bahkan kelompok…
Keywords: -
Artikel Majalah Text Lainnya
Zhirinovsky, Pemimpin dari Jalanan
1994-05-14Vladimir zhirinovsky, ketua partai liberal demokrat, mencita-citakan terwujudnya kekaisaran rusia yang dulu pernah mengusai negara-negara…
Janji-Janji dari Nigeria
1994-03-12Di indonesia mulai beredar surat-surat yang menawarkan kerja sama transfer uang miliaran rupiah dari nigeria.…
Negeri Asal Surat Tipuan
1994-03-12Republik federasi nigeria, negeri yang tak habis-habisnya diguncang kudeta militer sejak merdeka 1 oktober 1960.…