Dari Medan Perburuan Babi
Edisi: 38/15 / Tanggal : 1985-11-16 / Halaman : 35 / Rubrik : SEL / Penulis :
MARI nonton badarat. Ini aduan segerombolan babi hutan dengan anjing-anjing kampung, dalam usaha yang khas untuk menangkap binatang liar itu oleh para jawara. Badarat, bahasa Sunda Priangan Timur untuk menyebut seluruh acara itu, selalu berlangsung siang hari. Arenanya: sepenggal tepian hutan, bisa seluas 1.000 m2, dikelilingi pagar bambu dalam anyaman rapat. "Kalau orang Madura punya kerapan sapi, kami memiliki badarat," kata Ikin, 45 tahun, karyawan Kantor Urusan Agama Kecamatan Pamarican, Ciamis.
Bulan lalu, tepatnya 27 Oktober, ada badarat di Desa Bojong, Pamarican. Untuk menuju lokasi diperlukan safari kecil-kecilan menempuh jalanan berkondisi off road, berbatu-batu, penuh kelokan, naik turun, sepanjang sekitar 15 kilometer dari jalan raya yang menghubungkan Pamarican dengan Banjar. Hanya mobil bergardan ganda atau truk yang bisa sampai ke depan Balai Desa Bojong - sementara lokasi persisnya harus dicapai dengan jalan kaki, kurang lebih satu kilometer dari Balai Desa, ataupun dengan sepeda motor jenis trail.
Hari itu jalanan lebih licin: malam sebelumnya turun hujan di sana. Jip Toyota Landcruiser yang kami tumpangi - bersama rekan dari Perbakin, seorang petugas PHPA dan dua warga Pamarican sempat tergelincir, nyaris menggelinding ke jurang. Roda kanan depan jip sudah merambah tumpukan rumput dan jerami di bibir tebing; posisi mobil sudah miring.
Bojong juga diguyur hujan. Jalan tanah dari Balai Desa menuju ke arena becek, di sanasini air menggenang, sampai ketika menanjak dan menjadi jalan setapak di sela-sela pohon-pohonan. Rumput masih basah. Tapi semua ini tidak merintangi hasrat warga Bojong dan desa-desa sekitarnya, misalnya Neglasari dan Karang Kemiri, untuk beriringan datang menonton.
Ibu-ibu muda, gadis-gadis, para lelaki, anak-anak, tumpah di pinggir hutan. Ada beberapa nenek yang tak mau ketinggalan; satu dua di antaranya menggelar tikar di tepian jalan setapak menjelang arena, menjajakan kue sembari tak lupa menenteng termos air panas. Para wanita berpakaian semarak dengan warna-warna stabilo yang cemerlang, melengkapi warna-warni umbul-umbul sepanjang jalan. Maka, lengkaplah keriaan hari itu. Waktu menunjukkan pukul 10.30.
Arena sudah siap. Jejeran gedek, masing-masing selebar 2 x 1 m2, sudah rapat dan terikat kukuh sejak kemarin, memagari tanah seluas sekitar 1.500 m2. Pagar gedek ini tidak membentuk bundaran, tetapi meliuk melingkari pokok-pokok pohon jati yang masih kecil, pohon dadap, waru, dan semak belukar, naik turun mengikuti gelombang tanah tepian hutan, dengan garis tepi yang tak beraturan. Dan, di dalamnya sudah terkurung 28 ekor babi hutan.
"Dua hari dua malam kami tidak tidur," tutur Isman Pradjadinata, 38, anggota Satpol Pamong Praja Kemantren Karang Kemiri. "Kami menjaga pagar dan babi-babi itu," bersama sekawanan pemuda dan jawara, juga Babinsa Koptu Nandang, 43 tahun.
Pada satu sisi, pagar arena dibuat cukup lurus memanjang hampir 15 meter - dan dipasangi undakan bambu. Itu menjadi tempat berdiri para undangan VIP - kali ini Herman Sarens Sudiro dan rekan-rekannya dari Perbakin. Masing-masing mereka sudah siap dengan senapan berburu, untuk menjaga kemungkinan menghadapi babi hutan yang mengamuk. "Kalau berburu yang benar, babinya, sih, bukan dikurung begini; tapi babi yang masih bebas," kata seorang anggota Perbakin senior.
Bukan berarti 28 ekor bagong di dalam pagar itu sudah tidak liar. Binatang dengan taring yang mampu merobek perut manusia itu masih beringas. Usaha penyirepan yang dilakukan pawang (palatuk) kepala, sehingga kawanan binatang perusak kebun itu bisa terkepung, hanya bersifat sementara. Hanya karena ribuan manusia (ada kira-kira dua ribu) menontonnya - sebagian menumpuk di bagian tanah berbukit, sebagian di tepi pagar, ada pula yang menggelantung di batang-batang pohon - babi-babi ganas itu kalah wibawa, menyusup bersembunyi di belukar ilalang setinggi orang.
Para jawara, anak buah palatuk, satu per satu turun ke arena. Mereka, 11 orang, memencar - sebagian mendekati rumpun ilalang. Seorang masih mengenakan seragam hansip berikut sepatu butnya, sebagian mengenakan baju biasa dan bersepatu kanvas, selebihnya paling banyak - bertelanjang kaki. Hanya beberapa yang menyelipkan golok di pinggang. "Ini kami gunakan kalau terdesak saja," kata si pemegang golok, menerangkan etiknya. Ada empat ekor anjing kampung yang kemudian dimasukkan ke ajang penangkapan itu, ikut meramaikan suasana dengan gonggongan yang pendek-pendek.
Babi-babi itu mulai terusik. Satu dua, yang berukuran kecil dan berbobot sekitar 10 kg, kemudian meloncat sambil mencicit, berlarian menghindari kejaran anjing. Suasana menjadi riuh. Sebagian jawara…
Keywords: -
Artikel Majalah Text Lainnya
Zhirinovsky, Pemimpin dari Jalanan
1994-05-14Vladimir zhirinovsky, ketua partai liberal demokrat, mencita-citakan terwujudnya kekaisaran rusia yang dulu pernah mengusai negara-negara…
Janji-Janji dari Nigeria
1994-03-12Di indonesia mulai beredar surat-surat yang menawarkan kerja sama transfer uang miliaran rupiah dari nigeria.…
Negeri Asal Surat Tipuan
1994-03-12Republik federasi nigeria, negeri yang tak habis-habisnya diguncang kudeta militer sejak merdeka 1 oktober 1960.…