Memo Kepada Presiden

Edisi: 42/15 / Tanggal : 1985-12-14 / Halaman : 41 / Rubrik : SEL / Penulis :


RONALD Reagan adalah sosok unik dalam sejarah para presiden Amerika. Ia memiliki cara berpikir seorang ideolog dan politikus sekaligus.

Reagan memang punya kekuatan moral yang diperlukan seorang presiden Amerika di masa kini - ketika Amerika lagi diancam krisis keyakinan. Di dalam dirinya berkembang kepercayaan yang tak tergoyahkan. Retorikanya tajam dan membelah bagaikan sambaran kilat di kegelapan - tentang yang dianggapnya baik maupun buruk - sehingga ia sempat terasing dari kubu moderat. Hanya, tidak seperti politisi berkeyakinan teguh kaliber Barry Goldwater atau William Jennings Bryan, Reagan pedagang kuda sejati yang tak segan-segan mengompromikan posisinya untuk gerakan dan tujuan politik.

Tampaknya cara berpikir yang terkesan kontradiktif ini bersesuaian dengan watak dan kondisinya. Secara politik, presiden satu ini sukses luar biasa. Popularitasnya seperti bermuatan tenaga sihir. Untuk segala tindakan komprominya, sampai yang paling gila sekalipun, ia tetap mampu bertahan sebagai seorang yang teguh prinsip. Reagan telah membuktikan dan memperagakannya di dalam banyak kesempatan. Gagasan-gagasannya itu bahkan tertampung dalam keputusan-keputusan legislatif, dan mendorong terlaksananya agenda nasional menurut arah telunjuknya - yang menurut dia menuju ke kebenaran.

Komitmen sang presiden dengan prinsip-prinsipnya itu membawanya ke berbagai tindakan kontroversial. Misalnya, menjalankan defisit anggaran yang belum pernah dilakukan sebelumnya, dan menyulut persaingan baru di bidang militer dengan Uni Soviet di angkasa luar. Kecaman-kecaman, bahkan berbagai pertanyaan dari anggota stafnya, menunjukkan betapa mendalamnya ia meyakini berbagai masalah secara aneh, hingga para staf khawatir bos mereka itu tidak berhati-hati di hadapan berbagai kenyataan.

Bagaimana orang dapat memahami jalan pikiran Ronald Reagan? Ini memang pertanyaan pokok yang sering diajukan dalam lusinan wawancara, baik kepada para pembantu presiden yang dulu maupun yang sekarang, kepada musuh-musuh politiknya, maupun langsung kepada Presiden sendiri dalam kesempatan wawancara berjam-jam. Para pewawancara juga ingin tahu bagaimana ia mengambil keputusan, di samping cita-rasa kesejarahannya, caranya memperoleh informasi, dan peranan yang dimainkan istri dan para pembantunya.

Apa yang muncul adalah sebuah potret yang kaya warna, provokatif, dan acap kontradiktif. Tidak seorang pun di antara teman-teman dan para pembantu yang diwawancarai, misalnya, yang mengisyaratkan bahwa Presiden adalah - dalam gambaran yang lazim sekalipun - seorang yang analitis, yang memiliki rasa ingin tahu seorang intelektual atau pencari informasi yang baik.

Para staf umumnya tidak pula memandang perlu imaji semacam itu. Berkali dan berulang kali para pembantu membuat gambaran tentang seorang presiden yang memiliki kekurangan intelektual sangat parah - tapi tak terbantah sebagai seorang politikus kelas berat, seorang pemimpin yang kepekaan naluri dan intuisinya acap lebih tinggi dari daya analisa rata-rata mereka. Kemampuan pikirnya, kata mereka, hampir seluruhnya dibentuk oleh sejarah pribadinya sendiri dan bukan oleh kearifan yang muncul dari buku-buku sejarah. Ia berpikir secara anekdot.

Jalan pikiran Presiden, kata para staf, berkisar pada dua kutub filosofi: kebenaran dan kebutuhan. Baginya, kebenaran sederhana saja adanya, dan ia mengenalnya. Ia boleh saja menyerah sesaat jika merasa tak mempunyai pilihan politik lain, tetapi kemudian dengan berbagai cara kembali kepada prinsip-prinsip asalnya. Dan, dalam hal ini, ia sebenarnya keras kepala dan tidak mudah berkompromi seperti yang terjadi pada 1981, ketika ia terpaksa menyetujui undang-undang pajak yang memotong lebih sedikit daripada yang ia inginkan. Reagan, kata para pembantunya, seorang yang mampu melakukan manuver-manuver rumit di samping muslihat politik biasa.

Itulah serenceng kunci pokok pemikiran Ronald Reagan - kunci-kunci suksesnya sebagai ketua Persatuan Aktor Layar Putih Amerika, sebagai gubernur California, dan akhirnya presiden Amerika Serikat. Para pengecamnya, sebaliknya, acap mempertalikan semua suksesnya dengan kecekatannya sebagai "komunikator akbar" atau "si kaku canggung yang beruntung". Tapi, di atas itu semua, siapa pun sepakat, Reagan tahu apa yang sedang ia lakukan, kapan ia harus mundur dan bila harus bertempur. "Dan ia bebas memperbincangkannya selama wawancara di Gedung Oval," tulis Leslie H. Gelb dalam The New York Times Magazine 5 Oktober silam.

Pada satu kesempatan, Reagan ditanyai tentang berbagai kritik terhadap beberapa kompromi politik yang telah ia buat. Ia mengaku tahu siapa para pengecam itu.

Katanya, "Kaum konservatif kepala batu itu beranggapan bahwa jika saya tidak memperoleh semua yang saya inginkan, saya harus melompat dari tebing karang dengan bendera berkibar-kibar - terjun ke dalam kobaran api di bawah. Tidak, jika saya memperoleh 70% atau 80% saja dari yang saya inginkan, saya akan mengambilnya, sambil terus mencoba mendapatkan sisanya di masa-masa yang akan datang. Dan mungkin itu akan lebih mudah diperoleh setelah mereka menyaksikan rencana tersebut memang berjalan. Itulah yang mereka khawatirkan, dan itu yang mereka kritik. Ternyata, mereka tak dapat mempertahankan pendiriannya, sementara saya dapat merundingkannya dan menyetujui perolehan yang kurang dari yang saya minta."

Baru saja, beberapa bulan yang lalu, Presiden Reagan dengan dramatis memperagakan keluwesan politiknya di bidang perdagangan luar negeri. Selama 4 1/2 bulan ia dengan teguh menolak tekanan kaum proteksionis dari Kongres. Tetapi dengan timbulnya defisit perdagangan yang mendekati US$ 150 milyar setahun untuk tahun ini, dan dengan ancaman Kongres, ia tukar persneling - mencari subsidi bagi barang ekspor Amerika, dan menurunkan nilai dolar untuk membuat barang impor lebih mahal dan barang ekspor lebih murah.

Dalam wawancara dengan Leslie H. Gelb, koresponden bidang hankam itu, Presiden ternyata sangat bisa menguasai suasana. "Ketika itu kami duduk bersisian di dekat perapian menghadap kamera," tulis Leslie. "Ditanya mengapa ia selalu diremehkan sepanjang kehidupan politiknya, senyumnya langsung lenyap. Menolehkan kepalanya, ia menatapku tajam seolah-olah sedang mengeratkan tali pinggangnya untuk memulai pertarungan. 'Oleh siapa?' katanya."

Sikap galak, alamiah, dan siap menghadapi suatu keadaan tertentu adalah suatu kenyataan dalam diri Reagan setiap ia merasa ditantang. Duga pendapat umum (poll) cukup menunjukkan bahwa apa yang sekarang dikerjakannya kembali sangat meyakinkan. "Boleh jadi," kata Reagan, "orang kadang-kadang meremehkan saya karena pekerjaan saya dulu aktor. Anda 'kan tahu, telah lewat satu generasi ketika para aktor tidak boleh dikuburkan di halaman gereja."

Presiden berucap bahwa apa yang ingin dikatakannya: ia tidak akan goyah dalam tujuan yang ingin dicapai. "Anda harus memiliki suatu latar belakang sejarah untuk mengambil suatu kebijaksanaan yang sehat," katanya. Kemudian ia bercerita tentang upayanya melakukan penelitian sendiri…

Keywords: -
Rp. 15.000

Artikel Majalah Text Lainnya

Z
Zhirinovsky, Pemimpin dari Jalanan
1994-05-14

Vladimir zhirinovsky, ketua partai liberal demokrat, mencita-citakan terwujudnya kekaisaran rusia yang dulu pernah mengusai negara-negara…

J
Janji-Janji dari Nigeria
1994-03-12

Di indonesia mulai beredar surat-surat yang menawarkan kerja sama transfer uang miliaran rupiah dari nigeria.…

N
Negeri Asal Surat Tipuan
1994-03-12

Republik federasi nigeria, negeri yang tak habis-habisnya diguncang kudeta militer sejak merdeka 1 oktober 1960.…