Melihat Negeri Bung Besar
Edisi: 04/15 / Tanggal : 1985-03-23 / Halaman : 35 / Rubrik : SEL / Penulis :
IRAK berpenduduk 28 juta jiwa. Empat belas juta manusia, 14 juta lagi potret Saddam Hussein." Ini olok-olok di kalangan penduduk Irak. Presiden mereka, Saddam Hussein, memang sangat dirasakan kekuasaannya di negeri itu. Ke pelosok mana pun orang pergi, potret atau posternya seakan mengawasi semua - dengan wajah tegar, dengan kumis tebal dan mata yang besar. Terkadang bibirnya menyunggingkan senyum yang menampakkan gigi.
Dalam ukuran besar atau kecil, potret itu terpasang di kantor, di bis, di pagar bangunan, di tembok masjid, di kalender, di buku tulis anak sekolah, di jam besar dan arloji, bahkan di piring kue yang kecil. Demikian ditulis Elaine Sciolino dalam majalah The New York Times awal Februari.
Di beberapa tempat, potret itu tampil dalam berbagai peran. Di Universitas Baghdad ia tampak sebagai sarjana yang baru diwisuda - pakai toga. Di lapangan olah raga ia men jadi penunggang kuda yang gesit. Di Babylon, reruntuhan kota tua dekat Sungai Efrata, profilnya mengungguli Hammurabi, peletak dasar hukum dunia pada zaman sebelum Masehi. Walau sekali-sekali ada juga tangan usil, populasi foto Saddam tak berkurang. Di sebuah desa kaum Syiah, potret Saddam di tembok desa dirobek tangan jahil pada malam yang gelap. Keesokan paginya potret baru sudah terpasang lagi.
Negeri yang pernah diperintah Khalifah Harun Al-Rasyid yang bijak bestari itu kini menjadi suatu masyarakat tertutup tempat kebenaran sukar tampil secara utuh. Partai sosialis Arab Baath yang berkuasa menjalankan pengawasan yang teliti atas segala bidang. Tak banyak partai politik di dunia yang disiplinnya sangat ketat, dengan cara kerja penuh rahasia, seperti Partai Baath. Dalam hal warna masyarakat yang serba rahasia dan sukar disusupi, barangkali hanya Libya yang menandingi Irak.
Presiden Saddam, yang memimpin Partai, melaksanakan pemerintahan dengan bantuan Dewan Komando Revolusioner yang beranggotakan sembilan orang. Ia merangkap pula sebagai ketua dewan itu. Anggota Partai Baath tersebar di mana-mana: di tiap kesatuan militer, di sekolah, di kantor, di pabrik.
Elaine Sciolino, yang berkunjung ke Irak Januari lalu, suatu hari berniat mewawancarai mahasiswa Universitas Baghdad - menanyakan pendapat mere ka tentang hubungan Irak-Amerika yang puli belum lama ini. Dari seorang profesor sejarah d lingkungan universitas itu, Ahmad Samii - yan memperoleh gelar M.A. dan Ph.D.-nya di Amerika ia dapat izin. Tapi ketika seorang mahasiswa baru saja hendak ditanyainya, seorang mahasiswa lain memotong. "Dilarang bicara soal politik dalam kuliah,' katanya.
Pemuda itu, selain anggota Dewan Perwakila Mahasiswa juga anggota Partai yang bertugas menjaga dipatuhinya garis Baath di kampus. "Sayalah yang akan menjawab pertanyaan mereka," katanya. "Pro fesor sama sekali tak bisa menjawab - sayalah yan bertanggung jawab. Saya punya instruksi Partai. Prof. Samii terpaksa minta maaf. Di kelas itu, di mimbar universitas, ia ternyata tak punya wewenang.
Politik merupakan sesuatu yang tabu dibicaraka di Irak - di meja makan sekalipun. Apalagi beroposi - jangan bayangkan - biar dengan bisik-bisik sekalipun. Orang segan buka mulut - bahkan ketawa merupakan hal langka. Kalangan terpelajar takut berhubungan dengan orang asing, sekalipun hanya sekadar bergaul biasa. Yang melanggar aturan ini bisa ditangkap, atau, salah-salah, kena "peluru nyasar'. Seseorang bercerita, belum lama ini di lingkungan kediamannya 50 orang ditangkap. Lalu ditembak mati. Keluarganya tidak diperbolehkan mengadakan upacara berkabung (tahlilan, kalau di Indonesia) secara mencolok.
Penjagaan keamanan sangat menonjol di pasar-pasar. Orang mau belanja diperiksa dulu sebelum masuk kompleks itu. Mobil pribadi atau taksi dilarang berhenti dekat-dekat pintu gerbang kantor pemerintah, hotel besar, atau kedutaan asing. Di hotel Ishtar Sheraton yang baru dibangun, tamu yang datang harus meletakkan bagasinya 40 meter dari meja resepsionis. Ini semua untuk mencegah pengacauan teroris Iran, negara yang diperangi Saddam. Sekalisekali toh terjadi juga ledakan bom. Artinya, oposisi bawah tanah bukan tak ada.
Untuk mencegah larinya uang, orang Irak dilarang ke luar negeri. Para diplomat asing yang ingin berkunjung ke luar Ibu Kota Baghdad harus minta izin tertulis paling lambat seminggu sebelumnya. Dan, barangkali Iraklah satu-satunya negara di dunia yang mengharuskan adanya izin tertulis untuk memiliki mesin ketik. Benda ini dianggap dapat digunakan untuk membuat selebaran gelap. Soalnya, Saddam sendiri menggunakan barang itu sebagai modalnya yang penting dalam kegiatan revolusionernya dulu.
Seorang diplomat Barat menggambarkan pemerintahan Saddam Hussein sebagai "rezim yang bergelimang darah dan brutal". Penyiksaan fisik dan psikis yang keji terhadap para tahanan merupakan sesuatu yang selalu ditutup-tutupi pemerintah. Tapi rakyat dihantui rasa takut, dan perasaan mereka sebagai manusia menjadi tumpul. Itulah mengapa orang jadi enggan bicara.
Sejak mereka masih kanak-kanak, pemerintah dan aparat Partai sudah mengarahkan cara berpikir para kawula. Dalam pelajaran sejarah di sekolah dasar, anak-anak sudah disuruh menghafal pernyataanpernyataan politik Saddam. "Kami makan, bekerja, dan tidur, tapi tak bisa berpikir," kata seorang pegawai menengah suatu kali. "Kami jadi tidak efisien: takut kepada orang-orang di atas kami dan orang-orang di bawah kami."
Kalaupun ada yang mendukung rezim Saddam, kata pegawai itu, paling-paling hanya 20 persen. "Tapi mereka akan benar-benar kehilangan kalau Saddam jatuh. Di Polandia, atau Amerika Latin sekalipun," ia menambahkan, "masih ada gereja tempat orang menyuarakan hati nurani. Tapi di sini, petugas keamanan negara terlalu rapi dan baik sekali kerjanya. "
Bagaimana sikap kebanyakan orang Irak terhadap presiden mereka tecermin dalam ucapan seorang sopir taksi. "Ini memang. mobil," katanya, sambil menepuk-nepuk dashboard. "Tapi kalau Saddam bilang ini sepeda, maka ini sepeda." la melihat sekeliling. "Saya bisa ditembak karena bicara begini ."
Kalau di negara lain wartawan biasanya dilarang memotret obyek militer atau obyek sensitif lain, di Irak binatang pun dilarang dipotret. "Binatangbinatang itu akan membuat negara tampak terbelakang," kata seorang pegawai rendahan. Maka, keledai penarik gerobak yang banyak berkeliaran di Baghdad, domba-domba yang ditambatkan di tiang lampu di Najaf, sapi yang mondar-mandir sepanjang jalan ke Basrah, semua itu harus dianggap tidak ada.
* * *
Saddam Hussein, 48 tahun, tampil sebagai presiden pada bulan Juli 1979, menggantikan Jenderal Ahmad Hassan al-Bakr yang mengundurkan diri karena sakit-sakitan. Sebelumnya, Saddam sudah menjadi orang kedua. Ia termasuk Muslim Suni, separuh dari penduduk Irak yang 52%-nya terdiri atas Muslim Syiah. Pemerintah selalu menegaskan bahwa tidak ada perbedaan antara Suni dan kaum Syiah, meski mereka sendiri curiga pada kemungkinan adanya pengikut Khomeini di kalangan rakyat.
Tapi tak dapat dikatakan bahwa Syiah Irak memandang Suni sebagai lawan. Gerakan bawah tanah Syiah Irak yang pernah berjaya, Al Dakwah Al Islamiyah, lebih menganggap dirinya sebagai lawan pemerintah sekuler yang buruk dan sama sekali bukan lawan Suni. Karena itu, pemimpin revolusi Islam Iran Ayatullah Rohullah Khomeini kecele ketika mengharapkan kaum Syiah Irak akan bangkit melawan Presiden Saddam Hussein dan mendirikan Republik Islam Irak.
Tapi Saddam harus membayar mahal untuk menjaga "kesetiaan" Syiah Irak. Ratusan juta dolar dikeluarkannya untuk memugar tempat-tempat ibadat Syiah dan kota-kota mereka. Di Najaf, 200 km selatan Baghdad, sebuah masjid Syiah sedang dipugar. Gentingnya saja terbuat dari batu pirus, lantainya marmar putih. Para pekerja bangunan didatangkan dari Sudan atau Mesir. Tukang-tukang bangunan Irak sendiri sudah lama dikerahkan ke garis depan.
Tetapi, di antara para makmum yang bersembahyang di masjid itu tampak lebih banyak petugas keamanan daripada jemaah awam. Mereka tampil dalam berbagai wujud: berpakaian seperti suku pengembar!a Badui, seperti sheik yang kaya, atau mengenakan pakaian Barat. Di balik tabir pemisah, beberapa jemaah wanita berzikir. Kedengaran tangis mereka tertahan - barangkali memohon kepada Tuhan supaya anak-anak mereka, yang sedang bertugas di front melawan Iran, kembali ke rumah dengan selamat. Yang lain berdoa bagi anak-anak mereka yang dinyatakan "gugur bagi Tanah Air" di medan perang.
Meski pemerintah Irak bersifat sekuler, Saddam (khususnya pada saat-saat akhir - Red.) sering ditampilkan dalam foto sedang sembahyang. Wakil Perdana Menteri I Taha Yasin Ramadan termasuk pejabat pemerintah yang suka menggembar-gemborkan kepada tamu asing, bagaimana pemerintah berusaha menjaga kerukunan beragama. "Kami membangun masjid untuk umat Islam, gereja untuk umat Kristen, dan sinagog untuk umat agama lain". Umat "agama lain" itu terdiri atas Kristen Kalden Katolik Roma, Gereja Ortodoks Yunani, dan sekte Kristen lain, yang semuanya merupakan 5% penduduk. Di bawah Saddam Hussein mereka menjalankan ibadat dengan bebas.
Sampai terbentuknya negara Israel tahun 1948, di Irak berdiam 200.000 orang Yahudi. Kini, meski Irak termasuk negara Arab yang sangat anti-lsrael (tanpa pernah melepaskan peluru barang sebiji, tak pernah pula melancarkan aksi perlawanan lain apa pun, tak juga pernah menghimpun dana atau menolong negara musuh Israel - Red.), masih ada 400 Yahudi tinggal di sana. Mereka dibolehkan menjalankan ibadat, tapi tak boleh bekerja di perusahaan negara atau masuk tentara.
Perang dengan Iran pecah September 1980, ketika Presiden Saddam mengerahkan tentaranya ke perbatasan. Ia hendak merebut Khuziztan, wilayah Iran yang kaya minyak, memulihkan kekuasaan Irak atas Shat el-Arab yang strategis, dan, lebih jauh lagi, menumbangkan rezim Ayatullah Khomeini.
Tapi Saddam sungguh-sungguh salah hitung. Iran membalas serangannya tanpa tanggung-tanggung dan mendesak Irak menjadi pihak yang bertahan. Khomeini bersumpah tidak akan menghentikan perang sebelum rezim Saddam tumbang.
Dalam empat setengah tahun peperangan, korban yang jatuh di pihak Iran ditaksir setengah juta orang. Irak mengaku hanya 70.000 di pihaknya. Namun, pemerintahan Saddam mengeluarkan tak kurang dari hampir satu milyar dolar tiap bulan untuk biaya perang.
Di Baghdad sendiri, suasana perang boleh dikatakan tak terasa. Sikap penduduk tenang saja, meski enggan diajak bicara perihal perang. Tak banyak poster yang menggugah semangat atau mengingatkan penduduk Baghdad tentang kerepotan yang mahal itu.
Bagi wartawan asing yang hendak meninjau front, pemerintah sudah menyiapkan suatu program dengan jadwal ketat. Para pemburu berita itu diangkut dengan bis, dibolehkan jalan-jalan di parit-parit pertahanan, lalu diajak makan siang bersama prajurit. Tapi setelah mendapat briefing singkat yangbiasanya menceritakan tekad Irak menghancurleburkan pasukan Iran, para wartawan segera diantarkan kembali ke Ibu Kota. Tak ada waktu untuk secara leluasa meliput suasana perang yang sesungguhnya.
Satu-satunya sumber berita hanya siaran resmi pihak militer yang tidak jelas dan isinya tak banyak berubah dari hari ke hari: "Enam puluh pesawat jet tempur angkatan udara Irak menyerang posisi dan konsentrasi pasukan musuh, menimbulkan kerusakan peralatan dan korban jiwa yang besar. Semua pesawat Irak itu kembali dengan selamat ke pangkalan ...." Siaran seperti ini tak pernah mencantumkan nama si pemberi keterangan. Televisi, yang menyiarkan upacara pemberian tanda jasa oleh Presiden Saddam Hussein kepada prajurit yang gagah berani, tidak pula pernah menyebutkan nama-nama "para pahlawan" itu. Dan berapa jumlah sebenarnya tentara Irak yang tewas tidak pernah ada yang tahu.
Para pejabat Irak selalu menghindar jika ditanya tentang eksperimen mereka dengan senjata kimia yang biadab itu. Eksperimen itu berakhir musim semi tahun lalu, setelah dikutuk kerasAmerika. Meski duma mengecam penggunaan senjata amoral itu, Irak tetap menimbun sejumlah besar gas saraf dan mostar (mustard), paling sedikit ditiga pabriknya yang dijaga ketat. Ketika ditanya tentang jumlah produksinya, Wakil Perdana Menteri dan Menteri Luar Negeri Tariq Aziz hanya tersenyum. "Apakah Anda mencium bau gas kimia di…
Keywords: -
Artikel Majalah Text Lainnya
Zhirinovsky, Pemimpin dari Jalanan
1994-05-14Vladimir zhirinovsky, ketua partai liberal demokrat, mencita-citakan terwujudnya kekaisaran rusia yang dulu pernah mengusai negara-negara…
Janji-Janji dari Nigeria
1994-03-12Di indonesia mulai beredar surat-surat yang menawarkan kerja sama transfer uang miliaran rupiah dari nigeria.…
Negeri Asal Surat Tipuan
1994-03-12Republik federasi nigeria, negeri yang tak habis-habisnya diguncang kudeta militer sejak merdeka 1 oktober 1960.…