Cendekiawan & Fundamentalis
Edisi: 28/15 / Tanggal : 1985-09-07 / Halaman : 33 / Rubrik : SEL / Penulis :
PADA suatu pagi yang cerah, begitu cerita orang, Mahmud Mohammad Taha digantung di depan umum di halaman penjara Kober, dekat Khartum. Ia, kata hukum, seorang "murtad". Taha, yang berusia 70 tahun, pernah mengedarkan selembar pamflet, yang nadanya menentang hukum Islam diberlakukan di Sudan. Menurut pendapatnya, pemotongan anggota badan, pemukulan, serta hukuman kejam lainnya terhadap penjahat telah merusakkan jiwa Islam, dan juga merusakkan martabat Sudan di mata dunia. Tahun lalu, polisi Syria menangkap Mohammad Noor Saleh, seorang profesor pada Universitas Aleppo. Mengapa? Menurut keterangan keluarganya, ia bukan anggota salah satu kelompok politik terlarang dan juga tidak aktif secara politis. Nyatanya, memang, tidak ada tuduhan resmi yang dikenakan kepadanya, seperti juga tidak ada alasan penangkapan sekitar 130 ilmuwan, wartawan, dan cendekia lainnya - menurut Organisasi Arab untuk Perjuangan Hak-Hak Asasi yang berkedudukan di Kairo, mereka ditangkap selama dua tahun terakhir ini.
Bulan lalu, sebuah mahkamah Mesir menghukum denda tiga orang pedagang buku. Mereka dituduh melanggar hukum, perihal pornografi, karena menjual buku terbitan baru kisah "Seribu Satu Malam" yang tidak disensor. Pejabat Mesir juga menyita 3.000 kopi buku kisah klasik Arab itu. "Kita ingin menghapus kata-kata kotor dari buku itu,yang mempunyai pengaruh buruk pada kaum remaja dan bisa mendorong mereka ke arah pengabaian dan korupsi," kata Brigadir Adly el-Kosheiry, kepala sebuah departemen di Kementerian Dalam Negeri yang mengusut perkara itu.
Kejadian-kejadian itu menunjuk kepada kenyataan bahwa cendekiawan Arab - ahli waris sebuah peradaban berusia 1.300 tahun, yang pernah tanggap akan berbagai peradaban lainnya, dan sangat menyanjung para pujangga, pemikir, dan ilmuwannya - kini kian terkucil dan terancam. Sebabnya berbeda-beda dari negeri ke negeri. Tetapi pada dasarnya cendekiawan Arab menghadapi seteru yang serupa. Terutama sekali para ulama penganut paham fundamentalisme, yang menafsirkan ajaran Islam secara harfiah. Syekh-syekh ultrakonservatif itu menjadi kaum inquisitor (badan pengusut agama di Eropa pada Abad Pertengahan) gaya baru, mengaku satu-satunya penunjuk jalan ke "al-Siratal Mustaqim", atau "Jalan Lurus" - ungkapan dari surat pembuka Alquran.
Menentang atau mempertanyakan "Jalan Lurus" itu membuka peluang untuk dicap sebagai seorang murtad. Maka, sedikit sekali orang yang berani berbuat begitu. Dan paham fundamentalisme nyatanya tidak hanya menolak kultur dan nilai-nilai Barat, juga aliran dan tradisi modernistik dalam tubuh Islam sendiri.
Cendekiawan Arab masih mempunyai seteru lain. Di negara Arab "sosialis", seperti Syria, Irak, Libya, dan Yaman Selatan, para pernimpin yang mengumandangkan asas revolusioner telah menegakkan suatu "Jalan Lurus" hasil godokan pandangan otoriter dan keduniaan mereka sendiri. Harga yang harus dibayar jika menyimpang dari ini lebih mengerikan: pembuangan, dipenjarakan, penganiayaan - atau bahkan kematian.
Musuh berbobot lainnya ialah "kultur petrodolar" dari Arab Saudi dan negara-negara Teluk Arab lainnya. Para pemimpin Arab berhaluan konservatif beku - meskipun bukan jenis ekstrem seperti Ayatullah Khomeini di Iran - memanfaatkan laba minyak mereka untuk menyebarkan gagasan agama dan politik konservatif mereka, antara lain, membungkam para pengkritik bangsa Arab atas rezim mereka.
"Di Dunia Arab saat ini cendekiawan dibasmi dengan pentungan atau dirayu dengan wortel," berkata Fuad Ajami, guru besar ilmu politik kelahiran Libanon pada Universitas John Hopkins. Ia, seperti halnya banyak cendekiawan Arab, memilih tinggal di Amerika Serikat, tempat yang lebih bebas untuk menyatakan diri. "Tetapi yang sudah dibeli oleh kaum hartawan lebih banyak daripada yang dibasmi oleh kaum berpedang," ujarnya lagi. Ia menambahkan, seorang cendekiawan harus dapat melawan keseragaman masyarakat Arab yang menjemukan, bertahan terhadap pantangan yang ditaati secara luas untuk tidak membahas soal seks, pimpinan negara, dan, di atas segalanya, Tuhan.
Penderitaan cendekiawan Arab bertambah besar akibat jurang bahasa dengan Barat. Mempelajari bahasa asing tampaknya kian kendur, padahal banyak buku ilmu eksakta dan ilmu sosial tidak diterjemahkan ke dalam bahasa Arab. Maka, tunas cendekiawan Arab hampir-hampir terkucil dari perkembangan baru yang penting di bidang mereka. Di kalangan cendekiawan wilayah itu lalu berjangkit suatu perasaan ragu diri yang cukup mencekam.
"Apa artinya cendekiawan di sebuah negeri seperti Mesir, yang 70% rakyatnya buta huruf dan teramat miskin?" gumam Boutros Ghali, salah seorang pejabat tinggi Mesir yang mencoba "menggunakan" pikirannya untuk memahami keadaan. Mesir memang salah satu negeri Arab tempat pertanyaan seperti itu masih sering diketengahkan serta dibahas. Bahkan dalam kenyataan tidak ada cara yang lebih tepat untuk memahami krisis terdini dalam alam pemikiran Arab daripada merunut kemerosotan intelektual di negeri ini - yang pernah menjadi pusat kultur Dunia Arab.
Cendekiawan Mesir sudah mempunyai tradisi yang panjang dan gemilang - dan juga getir. Hampir semuanya pernah ditahan dalam penjara, paling tidak selama 20 tahun terakhir. Beberapa di antara mereka bahkan dibuang. Di bawah Presiden Husni Mubarak kini memang berembus angin demokrasi yang baru. Namun, kebebasan yang lebih banyak itu hanya mempertegas rasa kehilangan dalam diri cendekiawan Mesir. "Dulu Kairo suatu tempat yang senantiasa merangsang," kata Youssef Idris, penulis drama dan buku Mesir yang sangat dikagumi dunia internasional. "Ia merupakan kiblat kultural bagi dunia Arab," tambah Idris.
Penulis itu terkenang pada suatu peristiwa: beberapa waktu lalu, seorang temannya, penyair, datang ke Kairo dan ingin berjalan-jalan. Ia, cerita Idris, mengusulkan menonton sebuah drama baru yang baik atau film Mesir yang baru atau pergelaran musik yang baik.…
Keywords: -
Artikel Majalah Text Lainnya
Zhirinovsky, Pemimpin dari Jalanan
1994-05-14Vladimir zhirinovsky, ketua partai liberal demokrat, mencita-citakan terwujudnya kekaisaran rusia yang dulu pernah mengusai negara-negara…
Janji-Janji dari Nigeria
1994-03-12Di indonesia mulai beredar surat-surat yang menawarkan kerja sama transfer uang miliaran rupiah dari nigeria.…
Negeri Asal Surat Tipuan
1994-03-12Republik federasi nigeria, negeri yang tak habis-habisnya diguncang kudeta militer sejak merdeka 1 oktober 1960.…