Gerilyawan Kiri Dalam Jarak Tembak
Edisi: 43/15 / Tanggal : 1985-12-21 / Halaman : 35 / Rubrik : SEL / Penulis :
MASIH pukul 6.30 pagi ketika tembak-menembak itu berlangsung. Di hutan kawasan perbukitan Provinsi Sorsogen, 240 mil tenggara Manila, lebih dari 50 anggota New People's Army (NPA, pemberontak komunis Filipina) saat itu tengah menyiapkan sarapan. Sebelumnya mereka melakukan senam dan latihan fisik selama setengah jam. Makanan yang dimasak: nasi dan kubis yang disayur dengan santan. Di kamp darurat itu, mereka - para gerilyawan - di sana sini sibuk sendiri. Ada yang tengah membersihkan senapan, ada yang mencuci di tepi sungai tak jauh dari situ, dan ada juga yang bergerombol menyanyi.
Ketika suara berondongan mendadak merobek suasana pagi, mereka dengan sigap meloncat dan langsung siaga. Tanpa panik, masing-masing segera menyambar senapan, membereskan perkemahan, menggaet perbekalan. Tembakan-tembakan beruntun - dalam irama stakato, bersambung-sambung.
Pasukan Marinir dan Angkatan Darat, musuh mereka, makin mendekat. Dan para gerilyawan yang bertugas di luar perkemahan mulai membalas dengan M-16 mereka. Menu pagi itu bukan lagi nasi dan sayur kubis, tapi mesiu. Ketika pasukan pemerintah sudah sekitar 150 yar, peluru berdesing-desing, menyambar pokok-pokok kelapa dan pepohonan lain.
Para pemberontak tiarap, merengkuh tanah di balik pohon-pohon palma dan mulai memanfaatkan peluncur granat M-79, merobek rimbunan perlindungan pasukan pemerintah di arah hadapan, sambil sekaligus berpencar membentuk dua kelompok - dan menghilang ke hutan. Pasukan pemerintah mengejar.
Dua hari sebelum itu, seorang perwira NPA mengakui bahwa pasukan pemerintah umumnya terlatih sebagai jagoan tempur yang gesit, terutama Marinir dan kesatuan pengintai Angkatan Darat. "Tetapi," katanya, "di kawasan hutan sini mereka asing - dibanding kami. Mereka sering geragapan."
Pernyataan perwira itulah yang diuji, sejak pagi itu sampai siangnya - ketika selama sekitar enam jam mereka kucing-kucingan di tengah rimba. Benar: mereka lolos, melewati rute yang berbelit-belit, melingkar-lingkar, memintas terap-terap hutan, menyeberang sungai dan ngarai. Malah akhirnya justru anggota pengintai pihak gerilyawan, dengan peralatan radio mereka, yang memantau gerakan pasukan pemerintah.
Mereka lepas, tanpa menyisakan jejak. "Di pihak NPA, yang saya ikuti," tutur Wartawan Steve Lohr di The New York Times Magazine awal November lalu, "tidak ada korban atau kerugian apa pun."
* * *
Adegan tembak-menembak dan main petak umpet di Luzon Tenggara itu hanya satu bagian kecil dari buah pertikaian yang makin menegang antara pemberontak komunis dan pemerintahan Marcos orang kuat Asia Tenggara yang bertahan di kursi kepresidenan selama dua dasawarsa ini.
Tak kurang dari dua tahun sebelumnya, NPA tidak begitu digubris. Begitu juga para pengamat asing menganggap perlawanan pemberontak tak ada bedanya dengan keributan-keributan kecil, di berbagai wilayah negeri itu, di bawah bendera dan ideologi masing-masing. Pemberontakan mini model begini - memang sudah kelaziman berabad-abad di negeri dengan 7.000-an pulau ini.
Namun, suara semacam itu dalam dua tahun belakangan ini sudah berbalik. Pemerintah mau tidak mau harus meningkatkan kewaspadaan ketika kemudian pemberontakan dari sayap yang komunis tumbuh pesat, seiring dengan dukungan politis dan ekonomi yang mereka dapatkan dalam dua tahun terakhir ini. Gerombolan ini, sedihnya, telah menjadi alternatif di luar pemerintahan Marcos.
Pembunuhan tokoh oposisi Benigno Aquino Jr., Agustus 1983, telah menggangsir kredibilitas Marcos dan militer Filipina yang dianggap terlibat. Sejak itu ekonomi negeri makin terpelintir, hukum dan ketertiban makin tidak berdaya, dan penyalahgunaan kekuasaan militer menjadi-jadi.
Washington, para pemimpin dunia, dan pihak oposisi dalam negeri mendesak Marcos untuk melonggarkan cengkeramannya terhadap situasi politik dan ekonomi. Imbauan ini digencarkan lagi akhir oktober lalu, dengan tindakan Presiden Reagan mengirimkan senator dari Nevada, Paul Laxalt, untuk menemui Marcos di Manila. Para pejabat resmi Amerika Serikat mengungkapkan, Laxalt membawa pesan yang berisi kecemasan Reagan atas perkembangan keadaan Filipina dan mendesak Marcos melakukan perubahan langkah.
Marcos, 68 tahun, dengan congkaknya seperti tidak menanggapi seruan itu. Ia tetap merentangkan kekuasaannya, termasuk membuat undang-undang apa saja menurut maunya. Sementara itu, pihak oposisi, yang bertikai di dalam tubuhnya sendiri, tidak bisa menandinginya.
Kecemasan dan keraguan pun meluas: apakah para politisi oposisi itu sungguh berniat mengubah keadaan ataukah sekadar, seperti kata sekelompok wirausahawan domestik, "Menunggu kesempatan naik memegang kekuasaan." Hari-hari ini jangan kaget jika para penasihat hukum, dokter, dan kelompok pemimpin perusahaan menyatakan dukungannya kepada NPA - semata-mata hanya karena kelompok ini dianggap sebagai satu-satunya alternatif tadi.
Kekerasan, yang bisa berupa pembunuhan kepada pejabat pemerintah atau orang-orang yang dianggap musuh, telah menjadi pilihan gerombolan ini. Dan, aneh, kelakuan begitu toh mendapat dukungan juga dari para Filipino yang relatif makmur. "Tindakan kekerasan tentu bertentangan dengan nurani saya," kata seorang pengusaha berusia 42 tahun. "Namun, cara begitu, dalam situasi saat ini, menjadi lebih cocok untuk mencapai kondisi yang lebih baik."
Dalam waktu setengah tahun pertama yang lalu, kematian rata-rata yang dikaitkan dengan kegiatan kaum pemberontak per hari tercatat 14…
Keywords: -
Artikel Majalah Text Lainnya
Zhirinovsky, Pemimpin dari Jalanan
1994-05-14Vladimir zhirinovsky, ketua partai liberal demokrat, mencita-citakan terwujudnya kekaisaran rusia yang dulu pernah mengusai negara-negara…
Janji-Janji dari Nigeria
1994-03-12Di indonesia mulai beredar surat-surat yang menawarkan kerja sama transfer uang miliaran rupiah dari nigeria.…
Negeri Asal Surat Tipuan
1994-03-12Republik federasi nigeria, negeri yang tak habis-habisnya diguncang kudeta militer sejak merdeka 1 oktober 1960.…