Warna Yang Hilang

Edisi: 08/14 / Tanggal : 1984-04-21 / Halaman : 72 / Rubrik : FL / Penulis :

KE makam di atas bukit itu mereka datang, rombongan kuda kepang dengan kakek, nenek, dan Srintil yang berjalan paling depan. Gadis dewasa ini tampak serba enggan.

Dengan terpaksa, ia membiarkan rambutnya disirami air bunga. Kemudian ia menunduk ke arah makam, dan pada akhirnya mulai berlenggak-lenggok. Penduduk desa memperhatikan tubuh molek itu melentur-lenturkan selendang merah di lengannya yang telanjang. Mereka terpesona dan ternganga.

Diam-diam Kakek Kartareja (diperankan Hassan Sanoesi) tergoda. Roh Ki Secamenggala telah merasuki dirinya hingga kakek itu tiba-tiba menyergap Srintil (Enny Beatrice) dari belakan, memeluknya bagaikan Arjuna yang sedang kasmaran. Srintil meronta-ronta. Beberapa orang berusaha menyadarkan kakek, tapi cengkeramannya kuat juga. Bukankah ia terbius roh Scamenggala, bromocorah yang diakui sebagai moyang mereka?

Dalam pergulatan yang mengingatkan penonton pada incest ini tiba-tiba petir menyambar, hujan menderu deram. Kartareja terpental, Srintil dilarikan oleh Rasus (Ray Sahetapi), sekadar untuk diselamatkan dari orang-orang mabuk. Film ini pada garis besarnya memang berkisah tentang hal ihwal mabuk penduduk Dukuh Paruk, yakni mabuk uang, mabuk ronggeng, dan mabuk takhyul.

Tapi siapa Rasus? Berbeda dengan seisi kampung, pemuda ini tidak mabuk, walaupun misalnya ia pernah duduk dekat sekali dengan Srintil. Ia sehat, berpikiran jernih dan - yang lebih penting lagi - berani menentang arus. Ketika seisi desa…

Keywords: -

---

Foto Terkait