Soal Ekspor Buruh Wanita
Edisi: 14/14 / Tanggal : 1984-06-02 / Halaman : 12 / Rubrik : NAS / Penulis :
PEREMPUAN Madura berusia 32 tahun itu berkali-kali bertepuk tangan dan wajahnya memancarkan keriangan. Itu dilakukannya setiap Menteri Sudomo - dalam pidatonya ketika meresmikan Balai Pendidikan dan Latihan untuk tenaga kerja yang akan ke Arab Saud Senin pekan ini - membantah sinyalemer Lukman Harun dari Pimpinan Pusat Muhammadiyah. Lukman, ketika kembali dari umrah akhir bulan lalu, menyatakan bahwa 80% buruh wanita Indonesia di Arab Saudi diperlakukan buruk. Syarifah, janda dua anak, satu dari sekitar 70 tenaga kerja wanita yang dilatih oleh Balai baru itu, tak percaya "itu cuma fitnah," katanya. "Saya siap berangkat demi masa depan anak-anak saya."
Menteri Sudomo mendapat dukungan, tak hanya dari Syarifah. Sebab, dalam peresmian Balai milik dua perusahaan penyalur tenaga kerja itu hadir pula Abdullathif, konsul Arab Saudi di Jakarta. "Saudara-saudaraku tak usah takut. Negeri kami adalah negeri kedua Saudara," kata Abdullathif dalam bahasa Arab yang kemudian diterjemahkan seorang staf kedubes Arab Saudi ke dalam bahasa Indonesia. "Kami tentu akan melindungi Saudara-Saudara."
Pro dan kontra soal tenaga kerja wanita ini memang ramai. Sinyalemen Lukman Harun memang tak cukup didukung data, terutama tentang jumlah yang 80% itu. Tapi memang ada satu dua kisah sedih yang dibawa Lukman. Tak ayal, masalah ini, yang menyangkut martabat wanita Indonesia dan juga menyinggung hubungan dua negara bukan soal main-main. Majelis Ulama Indonesia pekan ini merecanakan bertemu Menteri Sudomo, antara lain membicarakan soal buruh wanita di Arab Saudi itu.
Lukman boleh jadi tak punya data. Tapi dari sinyalemen ketua Hubungan Luar Negeri PP Muhammadiyah itulah terangkat sejumlah keluhan tentang nasib buruk yang sebenarnya sudah ada. Misalnya seorang Kiai pengasuh sebuah pesantren di Jember yang tak mau disebut namanya, April lalu menemui Menteri Emil Salim. Sang Kiai membawa surat dari salah seorang rekannya di Jember. Surat itu dari Ryadh, ibu kota Arab Saudi, tertanggal 7 Maret 1984, ditulis oleh anak Kiai itu. Antara lain berbunyi: "Ayah, saya minta tolong. Di Ryadh ada masalah tentang pekerjaan. Semua orang Indonesia menyesal terutama yang membawa istri dikarenakan perbuatan/pekerjaan yang tak terukur sukarnya." Lalu surat yang ditulis oleh suami berusia 23 tahun itu, yang berangkat ke Ryadh bersama istrinya Desember tahun lalu, bercerita bagaimana mereka di negeri orang itu tak memperoleh perlindungan. Mereka, suami-istri, bekerja dari menjelang subuh hingga pukul…
Keywords: -
Artikel Majalah Text Lainnya
Setelah Islam, Kini Kebangsaan
1994-05-14Icmi dikecam, maka muncul ikatan cendekiawan kebangsaan indonesia alias icki. pemrakarsanya adalah alamsjah ratuperwiranegara, yang…
Kalau Bukan Amosi, Siapa?
1994-05-14Setelah amosi ditangkap, sejumlah tokoh lsm di medan lari ke jakarta. kepada tempo, mereka mengaku…
Orang Sipil di Dapur ABRI
1994-05-14Sejumlah pengamat seperti sjahrir dan amir santoso duduk dalam dewan sospol abri. apa tugas mereka?