Si Mawar Menyandang Gitar

Edisi: 18/14 / Tanggal : 1984-06-30 / Halaman : 27 / Rubrik : MS / Penulis :


KAPTEN Raden Burda Anggawirya, pemimpin Batalyon Garuda Putih yang bertugas di daerah Tasikmalaya, Jawa Barat, suatu hari pulang lebih cepat. Bangsawan yang pada masa penjajahan tak tergiur dengan jabatan-jabatan bupati, seperti saudara-saudaranya, malam itu bermaksud mengajak istrinya menonton sandiwara Sunda yang dipentaskan grup Irama Baru. Ny. Tuty DJuariah, sang istri, sedang hamil tua. Tetapi perempuan yang menunggu kelahiran anak kedua ini tidak menolak. Ia tahu, suaminya sangat suka pertunukan panggung.

Sepulang dari menonton inilah Ny. Tuty merasa sakit perut. Dan, tak lama kemudian, melahirkan. Raden Burda secara spontan memberi nama Irama untuk sang bocah, sebagai pelampiasan kekagumannya pada grup Irama Baru. Irama, putra kedua Raden Burda ini, ketika mulai belajar bicara lebih senang memanggil ibunya Oma. "Yah, akhirnya sepakatlah, diberi saja nama Oma Irama. Jadi itu nama asli," Ny. Tuty berkisah.

Anak itu, yang lahir 11 Desember 1946, kini telah jadi raia musik dandut dengan nama yang dipermaknya sendiri: Rhoma Irama. Ini singkatan dari Raden Haji Oma Irama, nama yang disandang secara resmi sepulang dari naik haji, 1976. "Pada waktu saya mengandung Oma, saya bermimpi menggendong mawar yang indah," tutur Ny. Tuty pula.

Si mawar yang indah, kenyataannya, memang suka yang serba rapn Ketika d sekolah dasar (sekolah rakyat) - sampai kelas III di Tasikmalaya dan kemudian di Tebet, Jakarta Selatan - Oma selalu memamerkan kamar tidurnya yang resik, tidak seperti kamar tidur saudara-saudaranya. Oma suka menyendiri, tetapi ia anak yang patuh, selalu minta izin kepada ibunya jika meninggalkan rumah untuk bermain. Tetapi ia sudah menunjukkan bakatnya menyanyi. Pernah satu kelas tiba-tiba kosong karena muridnya pergi ke kelas lain. Di kelas ini Oma Irama mendendangkan lagu dengan gayanya yang memikat, kepalanya bergoyang-goyang dan matanya terpejam-pejam.

Sekarang Rhoma Irama membatasi membicarakan masa kecil itu, karena ia mengaku banyak yang ia lupa. Tapi ia membenarkan, sejak SD bakat keseniannya, khususnya menyanyi, sudah ada.

Di sekolah menengah anak ini sudah gemar memetik gitar. Tetapi kepada ibunya ia tak pernah menyebutkan punya cita-cita menjadi penyanyi. Oma tetap memelihara dan menyebut cita-citanya sejak kecil: menjadi hakim. Ia kuat dalam mata pelajaran sejarah dan ilmu bumi, tetapi jatuh pada pelajaran berhitung, aljabar, dari ilmu ukur. Tidak jelas nilai pelajaran kesenian, mengingat ketika di SMA Oma sudah sering kali menyanyi, juga di luar sekolah.

Agak di luar dugaan, dan tak banyak yang tahu, ketika lulus SMA Oma berniat memperdalam agama di Pesantren Tebuireng, Jombang. Diam-diam ia berangkat ke Bandung, maksudnya dengan kereta api akan bertolak ke…

Keywords: -
Rp. 15.000

Artikel Majalah Text Lainnya

S
Skandal Bapindo dalam Irama Jazz
1994-05-14

Harry roesli dan kelompoknya mengetengahkan empat komponis muda, dan kembali menggarap masalah sosial. dihadirkan juga…

N
Ngeng atau Sebuah Renungan Sosial
1994-05-21

Djaduk ferianto, yang banyak membuat ilustrasi musik untuk film, mementaskan karya terbarunya. sebuah perpaduan musik…

A
Aida di Podium yang Sumpek
1994-05-21

Inilah karya kolosal giuseppe verdi. tapi london opera concert company membawakannya hanya dengan enam penyanyi,…