Perang Pasifik Menuju Indonesia
Edisi: 26/14 / Tanggal : 1984-08-25 / Halaman : 31 / Rubrik : SEL / Penulis :
BEBERAPA menlu ASEAN konon tertawa kecil ketika pada "Dialog dengan ASEAN" yang lalu menlu Amerika Serikat, George P. Shultz, menguarkan ketegangan perang di Pasifik. Entah kemana arah tawa kecil itu, tapi siapakah yang membayangkan perang bakal meletus di Pasifik? Sementara ini, publikasi perlombaan senjata superpowerdi kawasan ini memang hampir tak pernah kedengaran.
Ternyata, bukan cuma Shultz yang menyalakan lampu tanda bahaya Pasifik. Terdapat banyak analis perang berpendapat semacam itu. Janet Bohlen misalnya. Ia seorang peneliti yang pernah mengumpulkan data dari sejumlah negara berkembang termasuk lndonesia - pada sebuah pertemuan di Washington, untuk menghitung lingkaran perang pada masa kini. Bohlen ternyata tertarik pada Pasifik yang merupakan "sumbu" yang sudah mulai menyala. "Jendela kehancuran belahan bumi selatan," ujarnya, "adalah kapal-kapal selam bersenjata nuklir yang berkeliaran di Samudra Hindia dan Samudra Pasifik."
Ramalan bencana itu bergayut pada seberapa jauh peta perang di Pasifik sudah disusun. Bergantung pada apakah dua superpower- Amerika Serikat dan Uni Soviet - mempunyai kepentingan di kawasan yang dikelilingi sejumlah negara berkembang itu. George P. Shultz - yang dengan bersemangat mengutarakan betapa tegangnya Pasifik, di pertemuan ASEAN - agaknya bukan tak punya kepentingan. Konsep yang dibawanya tentang RRC dan kerja sama Pasifik yang sedikit "keras" tak terlampau sulit untuk dicocokkan ke peta perang.
* * *
Senada dengan ungkapan Shultz, sejuMlah ahli strategi Amerika Serikat menilai, kawasan Pasifik Utara adalah titik pertahanan paling lemah Uni Soviet dalam perimbangan kekuatan dengan blok Barat. Di daerah ini, jalur logistik Uni Soviet, karena keadaan wilayahnya, sangat lemah. Danldi lingkaran ini pula superpower itu terjepit dua niusuh besar:, RRC dan Amerika Serikat serta sekutu-sekutunya.
Sebenarnya, pendapat ini sudah cukup lama dilontarkan, tapi - menurut para pengamat strategi pemerintah Amerika Serikat sangat terlambat memperhitungkannya.
Jauh sebelum Uni Soviet menyerang Afghanistan seorang analis inteligen, William Kennedy, sudah menuliskan pasal ini pada terbitan terbatas National Detence. Menurut bekas perwira Pentagon itu, Pasifik Utara adalah "aset" Amerika Serikat dalam menghadapi Uni Soviet. "Kekuatan di Pasifik Utara," tulis Kennedy, "harusnya didesain untuk menekan jaringan rahasia Uni Soviet di Semenanjung Kamehatka dan Pulau Sakhalin." Menurut analisanya Uni Soviet tak akan mau "menukar" kelemahan ini baik dengan serangan di Eropa maupun Timur Tengah. "Apalagi Uni Soviet mempunyai kekhawatiran besar menghadapi Cina di posisi ini," tulis Kennedy lebih lanjut.
Namun, Amerika Serikat agaknya tidak tanggap, dan Uni Soviet pun mengembangkan sayap ke Afghanistan serta memancing ketegangan di Eropa.
Ditembaknya pesawat penumpang Korean Airlines, September 1983, seperti membenarkan analisa William Kennedy. Pesawat naas itu telah melintasi Pulau Sakhalin yang dijaga ketat Uni Soviet - tanpa mau mengambil risiko sedikit pun. Menurut catatan inteligen Amerika Serikat, penembakan KAL itu didahului dengan pembatalan percobaan senjata Uni Soviet di kawasan itu. Uni Soviet konon merencanakan mengetes salah satu persenjataannya pada 31 Agustus 1983. Tapi dibatalkan, karena di udara tiba-tiba muncul pesawat pengintai Amerika Serikat RC-135. Keesokannya, 1 September, ketika KAL 007 muncul di udara, ancaman pun terasa bertubi-tubi.
Amerika akhirnya sadar. Konsep Ronald Reagan, "Peningkatan Pertahanan Horisontal", agaknya tak jauh dari visi William Kennedy mengenai kawasan Pasifik Utara. Dalam konsepsi itu, Amerika Serikat tak lagi memusatkan kekuatannya pada daerah-daerah konfrontasi yang sudah sangat dikenal pada saat ini - khususnya Eropa. Di sebaliknya, ia mengatur siasat melebarkan penyerangan apabila ladang minyak Timur Tengah dan Eropa terancam. "Amerika Serikat dan sekutu-sekutbnya mungkin akan melancarkan suatu serangan di suatu tempat untuk mempertahankan perdamaian," ujar Menteri Pertahanan Caspar Weinberger dalam suatu pidato di Lembaga Hubungan Luar Neeri, New York, tahun 1982. "Aksi militer itu akan mengancam titik paling lemah pada pertahanan Uni Soviet."
Titik paling lemah pada pernyataan Weinberger dua tahun lalu itu tahun ini di pertemuan ASEAN diutarakan lebih jelas oleh George Shultz: Pasifik!
Bila diperhatikan lebih cermat, kelemahan Uni Soviet di Pasifik Utara memang tidak sulit dikaji. Agaknya, sudah bertahun-tahun Uni Soviet menyadarinya, dan sudah lama pula meningkatkan pertahanannya di wilayah ini.
Hampir semua jajaran pertahanannya di sisi Timur - yang berhadapan dengan Pasifik - karena kondisi wilayah, sangat tidak menguntungkan. Letaknya sangat jauh, meliputi ribuan kilometer dari pusat kekuatan Uni Soviet di sisi barat - yang termasuk belahan Eropa.
Vladivostok yang merupakan pangkalan angkatan laut terbesar di Pasifik dinilai punya jalur logistik yang sangat mudah dihancurkan. Selain jaraknya sangat jauh, di sana terdapat hanya satu alat pengangkutan, yaitu jaringan kereta api Trans-Siberia. Hubungan ini akan segera terputus, bila misalnya RRC - yang berada hanya 16 kilometer - menghancurkan jalur perhubungan ini. Di samping itu, sisi timur.Uni Soviet ini - dari Selat Berin, Dataran Tinggi Siberia, sampai Danau Baikal - adalah daerah kosong yang sangat luas. Hampir tak berpenduduk, dan tentu saja tak ada daerah industri yang bisa dibangun menjadi pos logistik van mandiri. Satu-satunya kemungkinan, memanfaatkan sekutu Republik Rakyat Mongolia. Tapi ikhtiar ini akan segera mengundang reaksi RRC - sebuah kekhawatiran Uni Soviet yang lain.
Petropvlovsk, pos pertahanan lain yang terletak di Semenanjung Kamchatka, juga rantai pertahanan udara di Kepulauan Kurile, lebih parah. Pos-pos ini sama sekali tak mempunyai jalur perhubunan. Satu-satunya cara untuk menyusun garis logistik adalah "jembatan udara". Tapi akan mahai-biayanya dan makan waktu cukup lama. Yang lebih,' merugikan, basis-basis ini sangat mudah dihancurkan satuan bomber Amerika Serikat yang berada di Kepulauan Aleutia, 800 km dari sana. Maka, jembatan udara pada dasarnya adalah usaha sia-sia yag cuma menambah keruan.
Jalur angkatan laut llni Soviet di Pasifik Utarapun punya kedudukan yang tidak terlampau menguntungkan. Pangkalan-pangkalan Petropavlovsk dan Okhotsk di Laut Okhotsk sekilas terlihat ideal, karena terlindung dan terbuka ke Samudra Pasifik. Tapi secara strategis - seperti uraian tadi - terlampau dekat ke basis musuh dan punya jalur logistik yang rawan. Maka, Vladivostok dipilih sebagai pangkalan utama.
Kendati begitu, pangkalan terbesar yang merupakan pusat Armada Pasifik Rusia itu terkurung total oleh sekutu-sekutu Amerika Serikat. Jalan ke luar pangkalan ini adalah dua selat sempit "leher botol" yang sangat mudah disumbat musuh. Selat-selat itu: Selat Tsushima, yang terletak antara Korea Selatan dan Pulau Kyushu (Jepang), serta Selat La Perouse, yang terletak antara Pulau Sakhalin (wilayah Un Soviet) dan Pulau Hokkaido (Jepang). Penyumbatar selat-selat ini dengan sendirinya akan segera mema tahkan rantai pertahanan laut Uni Soviet di Pasifik.
Namun, kelemahan yang paling fatal, dan agakny merupakan kekhawatiran Uni Soviet yang palin utama dalam menghitung jajaran pertahanan d Pasifik, adalah akibat ketegangannya dengan RRC Sebenarnya, kekuatan angkatan bersenjata RR( berada jauh di bawah Uni Soviet. Tapi perimbangar bisa terjadi karena Cina memiliki peluru-pelur kendali berkepala nuklir yang ditempatkan pad posisi sangat strategis.
Berawal dari usaha menjaga perbatasannyaisepan jang 6.600 km, RRC memasang sejumlah pelun kendali berkepala nuklir, kemungkinan besar, di Provinsi Sinkiang dan Manchuria. Jumlahnya sulit diperkirakan, tapi jenisnya bukan rahasia lagi. Dua yang terbilang ampuh: peluru kendali jarak menengah (IRBM) yang memiliki jarak capai 700 km-1.800 km dan peluru kendali yang mendekati kelas antarbenua (ICBM), yaitu CSS-X-4, yang mempunyai jarak capai 4.500 km. Maka, sejumlah kota besar di Rusia Tenggara dalam keadaan perang, dan terancam kehancuran.
Dalam perhitungan strategi, yang mencemaskan Uni Soviet sederhana saja: harus menghadapi sekaligus Amerika Serikat dengan sekutu-sekutunya di sisi yang satu, dan RRC di sisi lain. Khususnya, bila kontak senjata terjadi di Eropa Barat, Cina bisa dibilang menusuk dari belakang - dari sisi Timur.
Barangkali inilah pangkal perbedaan persepsi Amerika Serikat dan ASEAN dalam dialog yang baru lalu. AS melihat manfaat bersekutu dengan RRC - dalam menghadapi Uni Soviet. Di sisi lain, ASEAN menganggap RRC sebagai ancaman dari Utara - dengan mempertimbangkan sejarah campur tangan negara itu di Asia Tenggara, antara lain dikatakan mendukung partai komunis di sejumlah negara. AS berusaha keras meyakinkan bahwa telah terjadi perubahan besar di Cina, tapi kesamaan pandangan toh belum tercapai sampai kini.
* * *
Konfrontasi senjata RRC-Uni Soviet adalah cerita lain perimbangan kekuatan superpower di dunia, seperti juga pecahnya pertalian dua negara komunis itu adalah kisah lain konflik Barat-Timur. Konfrontasi senjata antara keduanya sudah segera terjadi begitu permusuhan diikrarkan pada tahun 60-an.
Cina agaknya punya alasan untuk buru-buru angkat senjata. Wilayah Cina yang berbatasan langsung dengan Uni Soviet sebagian besar adalah sumber kekayaan Cina. Wuhan, Shanghai, Canton, dan Manchuria adalah daerah-daerah tambang. sedangkan Taching adalah kawasan minyak.
Langkah pertama yang ditempuh Cina mengerahkan satuan infanteri yang sangat dibanggakannya - karena jumlahnya luar biasa besar. Konon, tak pernah kurang dari 3,5 juta tentara berjaga-jaga di perbatasan. Tapi, taktik ini terbilang kuno dalam perang modern. Dan lagi, tentara yang jumlahnya 3,5 juta itu sebagian besar adalah wajib latih yang punya kemampuan "hansip".
Pada peta perang yang plaling akhir,menurut penelitian The Asian Defene - kekuatan infanteri Cin di perbatasan cuma 300.000 orang Bergerak di bawah lindungan 10.000 tank yang terbagi ke dalam 11 divisi kavaleri, kekuatan ini toh patut diragun keampuhannya. Tank yang digurkan semuanya terbilang "barang antiki". Di antaranya tipe T-59-S bikinan RRC: sendiri - hasil modifikasi - dan T54 bikinan Uni Soviet. Bila dibandingkan, T-54 di Uni Soviet sudah lama dimuseumkan, bahkan dengan sejumlah perkembangannya, T-55 dan T-59.
Satuan artileti Cina di perbatasan lebih parah lagi. Sampai kini satuan itu diperkirakan tak punya perkembangan sama sekali sejak tahun 149. Meriam antitank-nya memiliki jarak tembakaling banter 500 yard. Usaha perbaikan memang ada, tapi baru dimulai akhir-akhir ini. Hasilnya masih perlu ditunggu di perbatasan. Yang terakhir, terdengar Cina membeli…
Keywords: -
Artikel Majalah Text Lainnya
Zhirinovsky, Pemimpin dari Jalanan
1994-05-14Vladimir zhirinovsky, ketua partai liberal demokrat, mencita-citakan terwujudnya kekaisaran rusia yang dulu pernah mengusai negara-negara…
Janji-Janji dari Nigeria
1994-03-12Di indonesia mulai beredar surat-surat yang menawarkan kerja sama transfer uang miliaran rupiah dari nigeria.…
Negeri Asal Surat Tipuan
1994-03-12Republik federasi nigeria, negeri yang tak habis-habisnya diguncang kudeta militer sejak merdeka 1 oktober 1960.…